Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
GAIRAH LIAR PENGANTIN PENGGANTI

GAIRAH LIAR PENGANTIN PENGGANTI

Heri Satria

5.0
Komentar
32.2K
Penayangan
85
Bab

"Gantikan aku sebagai pengantin, nenekmu akan selamat! "Syaratnya, kamu jangan pernah jatuh cinta padanya!" *** Belia Anastasya, gadis miskin yang polos merasa hancur ketika neneknya harus segera operasi. Tanpa sengaja dia bertemu dengan Bianca, seseorang yang wajahnya mirip dengan Belia. Lalu Bianca memberinya penawaran untuk meggantikannya sebagai pengantin. Selain itu, Bianca memberikan satu syarat, yaitu Belia tak boleh jatuh cinta pada pria yang akan menjadi suaminya. Tak ada pilihan bagi Belia untuk menolak tawaran itu, karena ia harus segera menyelamatkan neneknya. Kesepakatan pun terjadi, Belia menikah dengan pria bernama Arkan Devano Haditama, pewaris tunggal dari Haditama Group, salah satu dari lima perusahaan terbesar di Asia. Arkan yang awalnya tak menyetujui perjodohan tersebut, tetap bersikap dingin dan cuek kepada Belia, wanita yang dia anggap sebagai Bianca. Hingga pada satu malam, mereka melakukan kewajiban sebagai sepasang suami istri, yang membuat Belia merasa sedih. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Akankah Arkan bisa mencintai Belia? Dan bagaimana nasib Belia setelah Bianca mengambil posisinya lagi?

Bab 1 Pria Brengsek

“Semua pria sama. Brengsek!” umpat Belia. Lalu ia memaksa untuk melepaskan tangannya dari genggaman pria tersebut. Wanita bernama lengkap Belia Anastasya itu langsung bergegas masuk ke dalam lift.

Di dalam lift, Belia. cuma bisa menangis, dan meratapi kesedihannya. Ia benar-benar tak menyangka akan mendapatkan nasib sesial itu. Bahkan orang yang dia harapkan untuk menjadi suaminya, mengkhianatinya. Lebih sialnya lagi, wanita yang merebut kekasihnya itu adalah sahabatnya sendiri.

Ia lalu menyeka air mata itu, namun air mata itu terus saja mengalir seperti gletser yang mencair. Tangannya gemetar, dan mengepal mencoba menahan hatinya yang sakit saat mengingat kejadian yang baru saja terlihat.

Lift pun terbuka, ia langsung bergegas menghampiri taksi yang menunggu di depan apartemen. Ia langsung naik ke taksi dan meninggalkan tempat itu.

Di tengah lamunannya menuju ke rumah. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, sebuah panggilan dari bibinya. Ia langsung menerima panggilan tersebut. Perasaannya kini tak menentu, ia memperbaiki suaranya. Ia tak ingin terdengar sedih di depan bibinya.

“Halo, bibi. Ada apa?”

“Belia, kamu ke rumah sakit sekarang. Nenekmu masuk UGD.”

“Astagfirullah. Aku kesana sekarang, Bibi.”

“Iya. Cepetan ya. Karena dokter ingin berbicara denganmu.”

“Iya, Bibi.”

Tak lama kemudian, ia tiba di rumah sakit. Ia langsung melangkah ke ruangan neneknya setelah mendapat informasi dari bibinya. Wanita itu langsung memeluk tubuh Belia dengan deraian air mata yang belum mereda.

“Bibi, apa yang terjadi sama Nenek?” tanya Belia penasaran.

“Nanti dokter akan jelasin semuanya. Sekarang kamu temuin dokter di ruangannya,” pinta sang Bibi.

Belia langsung melangkah pergi dari tempat itu setelah beberapa saat memandang wajah neneknya yang masih belum sadarkan diri. Ia tiba di ruangan si dokter. Ia nampak penasaran dan tak sabar lagi menunggu penjelasan si dokter.

“Maaf Dok, saya keluarga Bu Indira. Apa yang terjadi dengan nenekku?” tanya Belia penasaran. Ia menatap si dokter dengan serius, seolah tak sabar lagi untuk menunggu informasi dari dokternya.

“Ibu Indira menderi kanker limfoma stadium 4.”

“Astagfirullah,” ucap Belia. membelalak dan masih belum percaya dengan apa yang dia dengar saat ini. “Apa beliau masih bisa selamat?”

“Bisa. Kita harus melakukan operasi secepatnya. Tapi ...” Si dokter menghentikan ucapannya

Belia tentu saja semakin penasaran dengan kelanjutan ucapan sang dokter.

“Ada apa, Dok?” tanya Belia semakin panasaran.

Si dokter manatap balik. Dari tatapan itu terlihat kalau si dokter merasa berat mengatakan hal itu kepadanya.

“Biaya untuk operasi sekitar lima puluh juta. Kamu harus segera menandatangani surat ini supaya kami segera melakukan operasi pada Ibu Indira,” pinta si dokter.

Belia membaca isi pernyataan tersebut. Isinya membuatnya berpikir, harus mendapatkan di mana uang sebanyak itu. Sementara ia sama sekali tak memiliki uang tabungan, bahkan gajinya di restoran pun tak akan cukup meluniasi tagihan tersebut.

“Aku harus gimana nih,” gumamnya, dalam hati.

Ia tampak dilema dan sejenak memikirkan solusi dari masalah besar yang tengah dihadapi. Ia terus melototi surat tersebut.

“Ada masalah, Bu?”

“Nggak apa-apa, Dok,” jawab wanita itu. “Kasih saya waktu untuk mencari uang 50 juta itu.”

“Baiklah. Secepatnya ya. Jangan sampai terlalu lama, itu sangat berbahaya bagi keselamatan Ibu Indira,” ungkap si dokter.

Belia hanya bisa mengangguk. Ia benar-benar tak bisa menjanjikan apa-apa pada si dokter. Ia masih terus memikirkan cara untuk mendapatkan pinjaman.

Belia lalu bergegas pergi dari ruangan tersebut. Ia menghampiri neneknya lagi di ruangan. Ia tak kuasa menahan air matanya yang kembali jatuh saat ia memandang neneknya yang masih belum sadarkan diri.

“Nek, aku akan berusaha mendapatkan uang biaya operasi Nenek. Aku janji,” ujar Belia. “Nggak mungkin aku minta bantuan pria brengsek itu. Yang ada, dia malah memanfaatkan kelemahanku. Nggak, nggak boleh,” tangkisnya, saat ia memikirkan mantan kekasihnya.

Beberapa saat kemudian, ia harus berangkat kerja. Ia tak tega meninggalkan neneknya sendirian, tetapi ia tak punya pilihan lain. Ia akan dipecat kalau sampai tak masuk kerja hari ini. Ia berniat untuk menyebrang jalan untuk menunggu angkot di seberang jalan.

Tiba-tiba mobil sport tersebut masih melaju dengan cepat ke arahnya. Belia sudah pasrah dengan apapun yang terjadi.

Ssshhhtt

Bunyi rem mobil tersebut membuat jantung Belia seolah mau copot. Ia benar-benar ketakutan. Ia bisa langsung meninggal dunia kalau sampai tertabrak mobil yang melaju sangat kencang. Napasnya berhembus dengan sangat kencang dan tak teratur.

“Aku masih hidup, iya masih,” ucapnya seraya mengatur napasnya.

Pip Pip Pip!

Bunyi klakson mobil di depannya terdengar sangat mengganggunya. Belia terkejut dan menoleh ke mobil itu.

“Cewek gila, minggir dari situ. Udah bosan hidup ya,” teriak seorang pria yang merupakan pemilik mobil tersebut.

Belia malah tak menggubrisnya, ia tetap di posisi semula. Ia seperti tak peduli dengan teriakan pria di dalam mobil tersebut.

“Woy, pergi kamu!” umpat pria itu.

Pria itu memasang wajah yang tidak menyenangkan di depannya. Lalu pria itu menghampiri Belia yang masih mematung. Ia sangat kesal dengan Belia yang belum pergi dari hadapan mobilnya.

“Heran aku, kok ada manusia kayak kamu berkeliaran di jalanan begini. Kalau mau bunuh diri, jangan ajak-ajak orang lain. Jangan-jangan kamu baru lepas dari rumah sakit jiwa ya,” tuduh pria tersebut.

“Jaga ya omonganmu. Jangan mentang-mentang kamu orang kaya, lalu seenaknya menuduhku sembarangan. Rata-rata orang kaya memang nggak punya akhlak,” ungkap Belia, kesal.

“Berani sekalu kamu ngatain aku. Mau aku laporin ke polisi karena penghinaanmu?”

“Aku nggak takut. Lagipula, kamu duluan yang ngatain aku gila, kan?” protes Belia. “Kamu itu yang gila, bawa mobil pake ngebut. Jangan-jangan kamu nggak punya SIM lagi. Iya, kan?”

“Bener-bener kamu nyari masalah sama aku ya. Untung aku lagi baik hati. Kalau nggak, aku udah masukin kamu ke penjara,” ungkap pria itu.

“Bodoh amat!”

Pria itu tampak frustasi menghadapi Belia. Ia pun memilih untuk pergi dari hadapan Belia. Namun sebelum masuk ke mobilnya, ia berhenti dan menatap Belia.

“Lain kali kalau nyari duit, nggak usah pake cara begitu. Tinggal bilang, aku akan kasih sumbangan ke kamu, dasar norak!” hina pria itu, lalu masuk ke dalam mobilnya.

Sebelum mobil itu beranjak, Belia mengambil sepatunya dan melemparkan ke mobil tersebut. Sayangnya, mobil itu terus melaju meninggalkan Belia yang sedang kesal.

“Dasar sombong. Aku doain kamu dapat sial hari ini,” gerutu Belia, lalu ia melangkah ke seberang jalan menunggu angkot.

Sesampainya di tempat kerja, ia langsung bergegas ke kamar kecil untuk mengganti pakaiannya dengan seragam kerja. Sesampainya di dalam kamar kecil. Ia melihat seorang wanita sedang berada di wastafel dan memandang wajahnya di cermin. Keduanya terkejut ketika mereka saling menatap satu sama lain.

Wanita itu langsung menghampiri Belia. Ia terperangah melihat wajah Belia mirip sekali dengan wajahnya. Belia juga terkejut mengetahui hal itu.

“Bagaimana bisa ini terjadi. Kamu siapa?” tanya wanita asing tersebut.

“Be-Belia,” jawab Belia, gagap.

“Aku Bianca,” sahut wanita itu dengan senyum penuh misteri. “Aku punya rencana untuk kita,” sambungnya.

“Rencana apa?”

***

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Heri Satria

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku