Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
***
Debur ombak ditepi pantai tak menghilangkan sepiku yang kini semakin menjadi. Seolah menghukumku hingga tak sanggup bernapas lagi. Aku sesak di sini. Hatiku melemah karena cinta yang Satrio berikan perlahan berubah. Ah, sebelumnya, perkenalakan namaku Shena Arfeya. Aku seorang tour guide professional yang sudah bekerja selama Tiga tahun lamanya. Aku datang ke tempat ini memiliki tujuan ingin memperbaiki hati yang telah retak. Namun, apa yang aku dapat saat ini sungguh sebaliknya.
Aku patah, hatiku tak bersisa. Rasa kecewa itu tidak sembuh melainkan semakin menyakitkan. Demi apa Satrio tidak berubah. Lelaki itu tak pernah memikirkan perasaanku sama sekali. Dia yang kucinta akhirnya memilih mendua.
“Tante kenapa?”
Tarikan pada ujung baju yang aku kenakan membuatku buru-buru mengusap sisa airmata. Heya di sini, dia bersamaku. Aku menggeleng tegas sambil menampilkan senyum manis di bibirku. Tak ingin keponakanku satu-satunya itu berpikir yang macam-macam tentangku. “Nggak apa-apa, Sayang. Semua baik-baik aja,” ucapku menenangkannya.
Heya yang masih berumur Empat tahun itu pun memintaku untuk mensejajarkan tinggi kami. Aku pun menuruti. Kurasakan jari jemari kecilnya mengusap sisa airmataku. “Tante nggak boleh nangis, nanti Heya juga ikutan sedih,” ucapnya. Alih-alih menuruti, hatiku yang rapuh kembali membuatku menangis.
Kupeluk Heya dengan erat. Kutumpahkan kesedihan itu pada bahunya yang kecil. Ya Tuhan, tak kusangka rasanya akan sesakit ini. Sungguh, satu-satunya tujuanku datang ke sini adalah untuk memperbaiki hubunganku dengan Satrio, tetapi apa yang lelaki itu lakukan? Dia berani mengenalkan Santi kepadaku sebagai kekasihnya.
Hatiku tak berdaya, tetapi dengan bodohnya aku masih pura-pura. Seolah Santi bukan selingkuhannya. Padahal, aku menyadari itu. Aku mengetahui semuanya. Entah sejak kapan perasaan Satrio terbagi, atau mungkin perasaannya benar-benar telah pergi. Membayangkan itu membuatku terisak lagi. Siapa yang bisa menerima ini? Bayangkan, sepuluh tahun kami bersama, menjalin cinta untuk menuju akhir dari penantian yang membahagiakan. Namun, apa yang terjadi? Aku justru mendapati hati Satrio telah terbagi.
“Nggak! Nggak mungkin dia kayak gitu. Ini pasti hanya salah paham,” ucapku menolak untuk mempercayai semua ini. Namun, apa yang sebenarnya ingin kuhindari? Patah hati inikah? Aku terkekeh sembari membiarkan air mata mengalir lagi. Satu-satunya yang aku takutkan adalah kehilangan Satrio. Aku takut kehilangan cintanya. Hanya itu yang ingin kuhindari.
Kuusap air mataku dengan kasar, lalu kuurai pelukanku pada Heya. Kutatap lekat-lekat keponakanku itu. “Heya Sayang, Om Satrio nggak mungkin nyakitin kita. Dia peduli dan sayang banget sama kita selama ini,” ucapku. Mungkin Heya tak akan menegrti, tetapi aku tahu hanya ini yang ingin aku katakan sekarang. Aku ingin membuat hatiku yakin bahwa Satrio tak mungkin sekejam ini padaku dan Heya.
Satrio tahu persis bagaimana keadaanku selama ini. Dia memahamiku dengan sepenuh hati. Tidak mungkin hanya karena seorang perempuan Satrio rela menghancurkanku sedalam ini. “Sayang ayo kita cari Om kamu!” ajakku pada Heya.
Aku masih memiliki keyakinan bahwa Satrio tidak benar-benar ingin menyakitiku. Satrio pasti hanya sedang bercanda saat ini. Lelaki itu masih sangat mencintaiku dan tak akan pernah berpikir untuk menyakiti perasaanku. Namun, keyakinan itu perlahan memudar ketika mataku menangkap bayangan Dua orang yang sedang bermesraan di sana. Menonton acara di pantai yang diadakan oleh resort.
Jantungku berdetak cepat. Kutatap lekat-lekat dirinya yang tampak merangkul perempuan lain di depan mataku. Tanpa tahu malu mereka membagi canda dan tawa. Ribuan jarum menghujam jantungku tanpa ampun ketika Heya mengutarakan tanyanya tentang Om kesayangannya yang sedang bersama perempuan lain di depan sana.
“Kenapa Om ada di sana bersama tante cantik?” Santi Cantika yang dimaksud Heya. Perempuan yang Satrio kenalkan padaku sebagai kekasihnya. Ya Tuhan… Perasaan apa ini. Patah hatiku melebihi kesanggupanku dalam menerima.
“Om kok nggak ajak Heya, tante?” Pertanyaan lain pun menyusul dari mulut kecil Heya. Hatiku remuk. Satu-satunya yang bisa kujawab dari pertanyaan itu adalah karena Om kesayangan Heya tak ingin diganggu oleh mereka.
Kututup mata Heya ketika Satrio bergerak lebih dekat kepada Santi. Lalu mataku terpaksa melihat adegan yang lebih menyakitkan dari sekedar berpelukan. Remuk. Hancur sudah organ di mana aku menyimpan perasaanku untuk Satrio berada. Benar-benar hancur berkeping-keping ketika Satrio tanpa segan mencumbu Santi meski tahu aku melihatnya. Tak dapat lagi digambarkan perasaanku ketika Santi membalas cumbuannya dengan tak kalah mesra. Kini, sebenarnya apa yang sedang aku lakukan?
Apa yang sedang aku pertahankan? Kenapa diriku tak juga sadar bahwa yang Satrio inginkan adalah perpisahan. Seharusnya, aku pergi ke sana. Memberikan sebuah tamparan panas kepada Satrio dan selingkuhannya. Namun, lihat apa yang terjadi? Aku berlari pergi sambil membawa Heya di dalam pelukanku. Menangis seperti orang bodoh yang tak tahu harus melakukan apa.
“Tante …”
“Tante, aku mau Om Satrio! Heya mau ke sana, tante!” teriakan Heya tak lagi kuhiraukan. Biasanya, dengan senang hati aku mengantar Heya pada lelaki itu setiap kali ia mencari Satrio, tetapi kini tidak lagi. Mana mungkin aku ke sana lalu membiarkan diriku dan Heya menjadi penonton adegan mesra mereka.
Tidak! Sungguh aku tidak setangguh itu. Biarlah kini semua dalam kepura-puraan karena aku masih berharap hubungan ini pulih seperti dulu. Aku benar-benar tak sudi menyerah sekarang juga. Satrio adalah milikku dan akan selamanya menjadi milikku. Satrio pun tahu hal itu. Dia mengerti aku, dia memahami perasaanku.
Bagai perempuan labil, aku pun kembali ke sana setelah membawa Heya ke penginapan dan menidurkannya. Kutinggalkan Heya setelah itu. Aku kembali menemui Satrio dan selingkuhannya. Malam semakin larut, tetapi niatku untuk menggenggam Satrio kembali ke dalam pelukanku masih membara. Aku benar-benar ingin memperbaiki kesalahan ini. Aku ingin mendengar penjelasan Satrio. Aku ingin tahu kenapa dia tega melakukan ini kepadaku dan Heya.
“Feya!”
Urung langkahku berlari ketika kudengar seseorang memanggil namaku dengan lantang. Ketika menoleh yang kudapati adalah seorang teman lama. Sahabat yang dulu terpaksa kujauhi demi menjaga perasaan Satrio. “Axel?” tanyaku tak percaya.