/0/12218/coverorgin.jpg?v=5514558b29fa101734c6702af9de4e2b&imageMogr2/format/webp)
Farisa atania, seorang gadis penjual kue. Setiap hari berangkat pagi pulang sore, demi mendapat sesuap nasi. Tak seperti waktu sebelumnya, Farisa selalu bersama ibunya untuk menjajakan kue di sebuah terminal, sejak ibunya sering sakit-sakitan, Farisa tak mengijinkan ibunya berjualan lagi, Farisa menyuruhnya, untuk istirahat saja.
Farisa terlahir sebagai anak orang tak punya, tak punya harta juga tak punya saudara, yang lebih sedih tak punya ayah, seperti anak anak lainnya. Pernah suatu ketika, Farisa bertanya pada ibunya tentang ayahnya, namun ibunya hanya mengatakan, kalau ayah Farisa sudah tiada. Sejak saat itu Farisa tak pernah bertanya lagi perihal ayahnya.
Seperti biasanya, pagi pagi sekali Farisa sudah bersiap hendak berangkat ke terminal. Sebelum berangkat Farisa sudah menyiapkan segala keperluan ibunya, termasuk obat yang harus di minum ibunya. Farisa tak tahu pasti penyakit apa yang di derita ibunya, karena selama ini Farisa belum pernah membawanya ke dokter, Farisa baru bisa membawanya berobat ke puskesmas. Sebenarnya Farisa ingin sekali mengajak ibunya ke dokter, tapi dirinya belum memiliki cukup uang, sehingga Farisa harus menundanya.
"Bu, Risa berangkat dulu ya, nanti diminum obatnya ya?" ucap Farisa sambil mencium pipi ibunya.
Ibunya hanya mengangguk pelan, sembari menatap Farisa.
hari ini lumayan ramai. Banyak penumpang yang turun dari bus langsung membeli kue kue nya, hingga tinggal tersisa sedikit. Sebenarnya, Farisa ingin segera pulang karena sangat mencemaskan ibunya, namun mengingat kue nya belum habis, Farisa pun menundanya sebentar, siapa tahu ada yang minat membeli kuenya lagi. Itu semua, karena Farisa ingin cepat cepat uangnya terkumpul, dan segera membawa ibunya ke dokter.
"Risa.. Risaaa!"
Seseorang memanggilnya, seorang yang sangat di kenalnya, yaitu Mak Ijah, orang yang begitu baik terhadapnya juga ibunya, bahkan Farisa sudah menganggapnya sebagai neneknya.
"Ada apa Mak?"
Jawab Farisa panik.
"Ibumu Risa," ucap mak Ijah.
"Ibu kenapa Mak?" tanyanya.
"Ibumu tadi pingsan Sa, tapi sekarang sudah siuman, dia minta kamu cepat pulang Sa." ucap Mak Ijah.
Farisa segera berlari pulang, dia sangat mengkhawatirkan ibunya.
Sampainya di depan rumah, Farisa semakin panik karna melihat ada banyak orang di rumahnya, pikirannya tak menentu, segera Farisa berlari ke kamar ibunya.
"Ibu, Ibu kenapa Bu? tanya Farisa.
Ibunya kelihatan nampak sangat pucat dan lemah.
"Rissa...maafkan..ibu naaak! ucap ibunya dengan nafas yang tersengal.
"Ibu kenapa Bu, kita kedokter ya? ucap Farisa sembari memeluk ibunya.
"Risa...jaga dirimu naak!"
Terdengar suara ibunya semakin pelan, Farisa makin erat memeluknya, namun semakin lama tak terdengar desah nafas ibunya, Farisa semakin panik. Farisa menggoncang goncang tubuh ibunya, namun tak ada reaksi apapun darinya.
"Bu, Ibu kenapa, Bu jangan tinggalin Risa,"
Ucapnya sambil menangis dan terus menggoncang goncang tubuh ibunya.
"Inalillahi wainnailaihi raji'un!"
"Ikhlaskan ibumu Risa, dia sudah pergi meninggalkan kita,"
Ucap mak Ijah sambil memeluk gadis itu, yang menangis histeris karna kepergian ibunya, perasaanya pun sama seperti Farisa, sakit sangat sakit karena harus kehilangan Diana ibu Farisa.
Mak Ijah sudah menganggap Diana, seperti anak kandungnya.
Bermula dari datangnya Diana ke desanya, yang mencari neneknya. Nenek Aminah, namun yang di carinya sudah tiada. Nenek Aminah sudah meninggal setahun yang lalu.
Setelah mengetahui nenek Aminah sudah tiada, Diana menangis tersedu, tak tahu harus ke mana.
Mak Ijah yang kala itu melihat Diana sedang hamil tua, pun jadi iba dan memeluk Diana seraya bertanya.
"Suamimu mana neng? kenapa pergi sendiri, apa dia tak mengkhawatirkanmu?" Tanya mak Ijah.
"Saya sudah tak punya suami Mak, tujuan saya datang kesini, ingin tinggal bersama nenek, namun kini nenek juga sudah tiada, saya sudah tak punya siapa siapa lagi Mak, hidup saya sudah hancur." ucap Diana.
/0/16255/coverorgin.jpg?v=25372ed2ca594478ba4aa69c117056da&imageMogr2/format/webp)
/0/3425/coverorgin.jpg?v=931db14174065e64c293c717cd29590a&imageMogr2/format/webp)
/0/6712/coverorgin.jpg?v=3fb629fc7a1968833dcabd9ab1f978ec&imageMogr2/format/webp)
/0/15485/coverorgin.jpg?v=a5fc7a9de81abc48fe45f05598ca6529&imageMogr2/format/webp)
/0/20629/coverorgin.jpg?v=9f0a8b2a295024b0e26541ad081bd550&imageMogr2/format/webp)
/0/23569/coverorgin.jpg?v=30c7579260f34e7ba9b4b47dc6d84016&imageMogr2/format/webp)
/0/24056/coverorgin.jpg?v=48457769f8c29c9d02a2cb0194e4f94a&imageMogr2/format/webp)
/0/25599/coverorgin.jpg?v=0de0676918bfea4397f39b8a4acbc3dd&imageMogr2/format/webp)
/0/16614/coverorgin.jpg?v=22b065b3fd196a5d0aa4598fce04feab&imageMogr2/format/webp)
/0/18578/coverorgin.jpg?v=1d75a4021b9599dff84e49147e1fe399&imageMogr2/format/webp)
/0/2928/coverorgin.jpg?v=d643c74843fcfa633fe5845912d16dcb&imageMogr2/format/webp)
/0/2551/coverorgin.jpg?v=800b663abaa3cb1417e3481b9de31f03&imageMogr2/format/webp)
/0/4857/coverorgin.jpg?v=11970576592bbe4ba8fbf39fc9fad297&imageMogr2/format/webp)
/0/14846/coverorgin.jpg?v=cbac79be890416caac333268017476ca&imageMogr2/format/webp)
/0/15408/coverorgin.jpg?v=99c2ca88f6851f28760af88cf210536a&imageMogr2/format/webp)
/0/15874/coverorgin.jpg?v=756ffd5f5c908b820e13ec576c9b120f&imageMogr2/format/webp)
/0/13507/coverorgin.jpg?v=38da432f69ee9f0aa700787786fd7b13&imageMogr2/format/webp)
/0/18382/coverorgin.jpg?v=9bbdc40dbf7874e0fb2cfa1b2697a7af&imageMogr2/format/webp)
/0/20472/coverorgin.jpg?v=4fb0d865e04144e38b7702a58751c292&imageMogr2/format/webp)
/0/27637/coverorgin.jpg?v=20251022123618&imageMogr2/format/webp)