/0/27637/coverbig.jpg?v=20251022123618&imageMogr2/format/webp)
Selena, seorang gadis muda berusia dua puluh dua tahun, terpaksa menanggung beban keluarga setelah ayahnya meninggal dan ibunya sakit keras. Hidup mereka yang serba kekurangan semakin terhimpit oleh tagihan hutang tiga miliar yang mengancam rumah satu-satunya akan disita. Kehilangan pekerjaan dan tak ada jalan keluar membuat Selena semakin putus asa. Ketika sahabat lamanya menawarkan jalan pintas dengan harga diri sebagai taruhannya, Selena terjebak dalam dilema besar: memilih bertahan dengan kemiskinan yang bisa merenggut nyawa ibunya, atau menjual dirinya untuk satu malam demi uang yang bisa menyelamatkan mereka. Keputusan nekat itu membawanya ke sebuah hotel mewah, berhadapan dengan seorang pria berkuasa yang dingin, penuh rahasia, sekaligus berbahaya. Malam itu tak hanya mengubah hidup Selena, tapi juga menjerumuskannya ke pusaran hubungan rumit, rahasia kelam, dan masa depan yang tak pernah ia bayangkan. Karena ternyata, "satu malam" itu hanyalah awal dari kisah panjang penuh luka, cinta, dan pertaruhan yang akan menentukan segalanya.
Hujan baru saja reda ketika Selena duduk di ruang tamu rumah kecil peninggalan ayahnya. Bau tanah basah menyelinap masuk dari jendela yang tak tertutup rapat, bercampur dengan aroma kayu tua yang sudah mulai lapuk. Tangannya gemetar menggenggam selembar kertas tagihan, matanya menatap kosong pada angka yang tertera di sana.
"Tiga miliar," gumamnya pelan, hampir tak percaya.
Tiga miliar. Jumlah yang mustahil untuk dimiliki seorang gadis berusia dua puluh dua tahun yang bahkan baru saja dipecat dari pekerjaannya sebagai kasir supermarket.
Dari kamar belakang, terdengar suara batuk berat. Selena buru-buru bangkit, meletakkan kertas itu di meja, lalu masuk ke kamar kecil yang lembap. Di ranjang sederhana, ibunya terbaring lemah dengan tubuh yang semakin kurus dari hari ke hari.
"Selena..." suara ibunya lirih, nyaris tak terdengar. "Kamu sudah makan? Jangan hanya mengurus ibu."
Selena memaksa tersenyum, duduk di tepi ranjang, dan menggenggam tangan ibunya yang dingin. "Aku sudah makan, Bu. Ibu jangan khawatir."
Padahal kenyataannya, perutnya sudah kosong sejak pagi. Ia lebih memilih menyimpan sisa uang receh untuk membeli obat batuk ibunya.
Batuk itu kembali menyerang, membuat tubuh sang ibu terguncang hebat. Selena cepat-cepat mengambil gelas air hangat yang tadi ia siapkan. Matanya berkaca-kaca melihat ibunya berjuang untuk sekadar bernapas.
Dalam hati, ia tahu penyakit ibunya semakin parah. Dokter sudah lama menyarankan pemeriksaan lebih lanjut, tapi bagaimana mungkin? Mereka bahkan tak sanggup membayar tunggakan listrik bulan lalu.
"Bu, maafkan aku," bisiknya sambil membelai rambut ibunya. "Andai Ayah masih ada, mungkin semuanya tak seberat ini."
Ibunya hanya tersenyum lemah, lalu memejamkan mata kembali.
Malam itu, Selena duduk sendirian di dapur yang remang. Lampu gantung redup berayun pelan diterpa angin dari celah jendela. Di hadapannya, tumpukan kertas-tagihan, surat peringatan dari bank, hingga ancaman penyitaan rumah.
Satu persatu ia baca ulang, meski ia sudah hafal setiap kalimat di dalamnya.
"Bagaimana caranya aku bisa dapat tiga miliar?" pikirnya.
Ia mencoba mencari solusi. Pinjam ke kerabat? Mustahil, mereka pun hidup pas-pasan. Menjual rumah? Itu satu-satunya tempat tinggal mereka. Menjual dirinya bekerja di pabrik? Upahnya tak akan cukup meski ia bekerja seumur hidup.
Air matanya menetes tanpa ia sadari.
Saat itulah ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari sahabat lamanya, Rina.
"Len, aku dengar kabar kamu lagi kesulitan. Aku... sebenarnya tahu cara cepat dapat uang. Tapi aku nggak yakin kamu mau."
Selena mengerutkan kening. Ia membalas singkat:
"Cara apa?"
Tak lama kemudian, balasan muncul.
"Ada orang kaya. Dia butuh 'teman' untuk satu malam. Bayarannya besar, bisa lunasi hutangmu. Tapi... kamu tahu maksudku kan?"
Jantung Selena berdegup kencang. Tangannya kaku memegang ponsel. Ia membaca ulang pesan itu berkali-kali, seolah berharap maknanya berubah.
Tapi jelas, Rina sedang menawarkan sesuatu yang tabu. Menjual kehormatan.
Keesokan paginya, Selena menatap wajah ibunya yang masih tertidur. Tubuh kurus itu, napas yang tersengal, dan rumah yang hampir disita... semuanya terasa seperti tali jerat di lehernya.
Air mata kembali jatuh. Hatinya berperang hebat.
Apakah ia harus melangkah sejauh itu? Menjual dirinya demi uang?
Namun apa lagi yang bisa ia lakukan?
Ketika ibunya batuk keras hingga hampir pingsan, Selena akhirnya membuat keputusan. Dengan tangan gemetar, ia membalas pesan Rina.
"Aku mau. Atur waktunya."
Hari itu hujan turun lagi, lebih deras dari malam sebelumnya. Selena berdiri di depan sebuah hotel mewah di pusat kota. Tubuhnya terasa kaku dalam gaun pinjaman dari Rina. Gaun hitam sederhana yang menempel pas di tubuhnya, membuatnya terlihat berbeda dari biasanya.
"Tenang saja, Len," bisik Rina yang berdiri di sampingnya. "Aku sudah sering dengar. Orang itu cuma butuh ditemani semalam. Setelah itu, kamu bebas. Dan kamu bisa bawa uangnya."
Selena menelan ludah. "Siapa dia?"
Rina mengangkat bahu. "Aku juga nggak tahu namanya. Yang jelas dia... sangat berkuasa. Jadi jangan macam-macam. Lakukan saja, lalu pulang."
Dengan langkah gemetar, Selena memasuki hotel itu. Aroma parfum mahal bercampur dengan suara sepatu hak tinggi yang berderap di lantai marmer. Ia merasa kecil, asing, dan hina di tempat semewah ini.
Seorang pria bersetelan hitam mendekat. "Nona Selena?" tanyanya datar.
Selena mengangguk pelan.
"Silakan ikut saya. Tuan sudah menunggu."
Jantungnya seperti ingin meledak. Setiap langkah terasa berat, seakan ia sedang berjalan menuju jurang.
Pria itu membawanya ke lantai paling atas. Sebuah pintu besar terbuka, memperlihatkan ruangan luas dengan jendela kaca yang menampilkan pemandangan kota penuh lampu.
Dan di sana, berdiri seorang pria.
Tinggi, berwibawa, dengan sorot mata dingin yang tajam menusuk.
Selena terpaku.
Inilah pria yang akan membeli malamnya dengan harga tiga miliar.
"Selena, ya?" suara pria itu berat, dalam, dan penuh kuasa.
Selena hanya bisa mengangguk, tubuhnya gemetar.
Pria itu menatapnya lama, lalu tersenyum tipis. "Baik. Malam ini kau milikku."
Kata-kata itu menusuk seperti belati. Selena merasa seluruh harga dirinya direnggut habis. Tapi ia tak punya pilihan. Demi ibunya, demi rumahnya, ia harus menjalani semuanya.
Malam itu, hidupnya hancur.
Dan ia tak pernah tahu, luka itu akan meninggalkan rahasia besar yang akan mengubah segalanya.
Bab 1 kertas tagihan
04/09/2025
Bab 2 hanyalah rutinitas
04/09/2025
Bab 3 berjalan cepat melewati gang sempit
04/09/2025
Bab 4 berharap rasa pahit
04/09/2025
Bab 5 ini tidak mungkin
04/09/2025
Bab 6 Harus kuat
03/09/2025
Bab 7 Ada rasa sesak
03/09/2025
Bab 8 pemeriksaan
03/09/2025
Bab 9 membereskan piring
03/09/2025
Bab 10 rasa takut
03/09/2025
Bab 11 Kamar hotel
03/09/2025
Bab 12 Ruang tunggu
03/09/2025
Bab 13 Waktu seakan berhenti
03/09/2025
Bab 14 ibunya yang terbaring lemah
03/09/2025
Bab 15 Adrian membeku
03/09/2025
Bab 16 ibunya harus sembuh
03/09/2025
Bab 17 Ruang rumah sakit
03/09/2025
Bab 18 pulang untuk dimakamkan
03/09/2025
Bab 19 alasan untuk bertahan
03/09/2025
Bab 20 restoran
03/09/2025
Bab 21 sebagai pelayan
03/09/2025
Bab 22 menghabiskan malam
03/09/2025
Bab 23 sampai di depan pintu
03/09/2025
Bab 24 ruang USG
03/09/2025
Bab 25 mengarah ke kosannya
03/09/2025
Bab 26 Adrian tidak peduli
03/09/2025
Bab 27 pasrah
03/09/2025
Bab 28 Ruang tamu
03/09/2025
Bab 29 merasa asing
03/09/2025
Bab 30 Selesai makan
03/09/2025
Bab 31 menyelesaikan pekerjaannya
03/09/2025
Bab 32 suasana rumah Adrian begitu hening
03/09/2025
Bab 33 sebuah kotak obat
03/09/2025
Bab 34 melihat luka
03/09/2025
Bab 35 pertengkaran
03/09/2025
Bab 36 rumah keluarga
03/09/2025
Bab 37 suasana penuh aturan
03/09/2025
Bab 38 beberapa pekerjaan penting
03/09/2025
Bab 39 sibuk dengan pekerjaan
03/09/2025
Bab 40 Hatinya berdebar
03/09/2025
Buku lain oleh Ade Kurniawati
Selebihnya