Balapan Terakhir Sebelum Dijodohkan

Balapan Terakhir Sebelum Dijodohkan

Ade Kurniawati

5.0
Komentar
860
Penayangan
57
Bab

Di malam Jakarta yang penuh cahaya neon dan deru kendaraan, Raina, gadis tomboy berani dan pembalap liar legendaris, menegaskan reputasinya di jalanan. Rambut pendek, jaket kulit hitam, dan motor sport hitam modifikasi menjadi simbol kebebasan dan ketegarannya. Ketika tantangan datang dari Melia, rivalnya yang licik dan glamor, Raina membuktikan kehebatannya, melesat meninggalkan lawan di arena balap dan menegaskan bahwa dia bukan gadis yang bisa diremehkan. Namun, kemenangan di jalanan tidak bisa menenangkan konflik di rumah. Telepon dari papahnya membawa kemarahan dan ultimatum: Raina harus pulang dan siap dijodohkan dengan anak sahabat keluarga. Terperangkap antara keinginan bebasnya dan aturan keluarganya, Raina menolak keras. Ia menegaskan, dengan suara dan air mata, bahwa hidupnya bukan untuk dikontrol atau dijadikan mainan orang lain. Bab pertama ini memperkenalkan Raina sebagai sosok pemberani, emosional, dan penuh semangat, sekaligus menggambarkan benturan antara kebebasan pribadi dan tekanan keluarga.

Bab 1 kerumunan anak muda

Malam itu, langit Jakarta dipenuhi cahaya neon dan suara bising kendaraan yang tak kunjung sepi. Di sebuah jalanan sepi pinggiran kota, deru mesin motor saling bersahutan. Lampu-lampu kendaraan berjejer, membentuk garis panjang yang membelah kegelapan malam. Bau bensin bercampur asap knalpot memenuhi udara. Di antara kerumunan anak muda yang berkumpul, seorang perempuan dengan tampilan tomboy menyalakan rokoknya sambil bersandar pada motor sport hitam yang sudah dimodifikasi.

Dialah Raina, gadis yang terkenal bar-bar di kalangan pembalap liar. Rambut pendek sebahunya berantakan, jaket kulit hitam menempel di tubuh rampingnya, dan jeans belel yang robek di lutut membuatnya tampak semakin garang. Banyak cowok menatapnya kagum, ada juga yang meremehkan hanya karena dia perempuan. Tapi semua orang tahu, kalau sudah urusan balapan, Raina bukan tandingan yang mudah dikalahkan.

"Rain, lu beneran mau lawan dia malam ini?" suara sahabatnya, Naya, yang juga tomboy tapi tak segila Raina, terdengar khawatir.

Raina membuang abu rokoknya, matanya menatap ke depan. "Gue udah janji sama tuh cewek, Nay. Lagian gue paling nggak suka diremehin."

"Cewek licik itu emang bikin panas sih. Katanya dia sengaja ngajak lu balapan biar jatuhin nama lu," Naya berkomentar sambil melipat tangannya di dada.

Raina tertawa kecil, suaranya sinis. "Lucu ya? Kayak gue peduli sama omongan orang. Gue balapan bukan buat mereka. Gue balapan buat diri gue sendiri. Buat buktiin gue bisa."

Kerumunan makin riuh ketika sosok Melia muncul. Cewek itu dikenal licik, suka main curang dalam balapan. Penampilannya glamor, kontras dengan Raina. Rambut panjang terurai, jaket merah ketat membungkus tubuhnya. Senyum sinisnya membuat banyak orang ingin segera menyaksikan pertarungan mereka.

"Raina!" teriak Melia sambil menoleh penuh tantangan. "Siap kalah malam ini?"

Raina menjawab santai, "Daripada banyak bacot, mending kita gas. Gue males dengerin ocehan lo."

Orang-orang bersorak. Taruhan mulai dilakukan. Beberapa anak muda sudah menyiapkan kamera ponsel, siap merekam adu cepat dua perempuan yang sudah jadi legenda jalanan itu.

Mereka berdiri sejajar, masing-masing di atas motor sport. Mesin meraung, knalpot memuntahkan suara bising yang memekakkan telinga. Lampu-lampu sorot menyoroti jalanan lurus yang dijadikan arena balapan.

Seorang pria dengan bendera hitam berdiri di depan, mengangkat tangannya. Suara hitungan menggema.

"Satu!"

Raina menurunkan helmnya, menarik napas panjang.

"Dua!"

Tangannya menggenggam erat setang motor, jari-jarinya bersiap menekan gas.

"Tiga!"

Dalam sekejap, motor keduanya melesat bagai peluru. Angin malam menampar wajah mereka. Sorakan penonton semakin memanas. Raina mencondongkan tubuhnya ke depan, pandangan fokus lurus tanpa tergoyahkan.

Melia mencoba menyalip dari sisi kiri, tapi Raina sudah mengantisipasi. Ia memelintir gas lebih dalam, kecepatan motornya melampaui batas normal. Detik demi detik, jarak antara mereka semakin lebar.

Akhirnya garis finish mendekat. Raina menyalip dengan mudah, meninggalkan Melia di belakang. Sorakan membahana.

"RAINA MENANG!" teriak salah satu penonton sambil mengibarkan tangan.

Raina menghentikan motornya dengan rem mendadak yang membuat ban berdecit panjang. Ia melepas helm, rambutnya berantakan, wajahnya berkeringat tapi matanya berkilat penuh kepuasan.

Melia menghampirinya dengan wajah masam. "Lo menang kali ini, Rain. Tapi liat aja. Gue bakal bikin lo jatuh suatu hari nanti."

Raina hanya menatap dingin. "Silakan coba. Gue nggak pernah takut sama ancaman murahan kayak gitu."

Kerumunan belum bubar ketika tiba-tiba handphone Raina bergetar di dalam saku jaketnya. Ia mengernyit, menarik ponsel itu. Layar menyala, tertera nama Papa.

Deg.

Raina menelan ludah. Ia tahu kalau papahnya menelpon di jam segini, pasti bukan kabar baik. Dengan enggan, ia mengangkat.

"Halo, Pa..."

Suara berat dari seberang langsung menyambar penuh amarah. "RAINA! Kamu di mana?! Jangan bilang Papa harus cari kamu di jalanan lagi! Pulang sekarang juga!"

Raina menutup mata, berusaha tetap tenang. "Aku... aku bentar lagi pulang, Pa. Lagi sama temen-temen."

"Jangan bohong! Papa tahu kamu balapan lagi! Sudah berapa kali Papa bilang, kamu itu perempuan! Balapan liar itu bahaya! Kamu mau mati di jalan?!"

Nada suara papahnya menusuk, membuat dada Raina panas. Ia menggertakkan giginya. "Aku bisa jaga diri, Pa. Aku nggak selemah yang Papa pikir."

"Pokoknya sekarang juga pulang! Jangan bikin Papa tambah marah!"

Klik. Telepon terputus sepihak.

Raina menatap ponselnya dengan wajah kesal. "Sial..."

Naya menghampiri, wajahnya penuh cemas. "Papa lu lagi ya?"

"Iya, Nay. Kayaknya dia udah tahu gue balapan lagi. Gue pulang dulu, sebelum makin ribut," jawab Raina, lalu mengenakan helmnya lagi.

Rumah besar itu berdiri megah dengan pagar tinggi dan taman luas. Raina masuk dengan motor, deru knalpotnya memecah kesunyian malam. Begitu mesin dimatikan, suara berat terdengar dari ruang tamu.

"RAINA!"

Papahnya, seorang pria paruh baya dengan tubuh tegap dan wajah keras, berdiri dengan wajah merah padam. Jas yang dikenakannya masih rapi, seolah baru pulang dari pertemuan bisnis.

"Aku pulang, Pa," kata Raina pelan.

"Pulang? Kamu kira Papa nggak tahu kamu habis dari mana?!" bentaknya.

Raina menahan diri. "Aku cuma... balapan sebentar. Aku menang, Pa. Aku selalu hati-hati."

"Hati-hati?!" Papahnya menatap tajam. "Raina, kamu itu perempuan! Kamu pikir hidup kamu mainan? Kalau kamu jatuh? Kalau kamu mati? Apa itu yang kamu mau?!"

Raina menegakkan tubuh, matanya melawan. "Aku cuma pengen bebas, Pa. Aku pengen hidup sesuai caraku sendiri! Papa sama Mama sibuk kerja terus, nggak pernah ada buat aku! Kenapa sekarang Papa tiba-tiba ngatur-ngatur?!"

"Raina!" suara papahnya meninggi. "Kamu nggak ngerti apa yang Papa lakukan semua demi kamu?! Dan lagi, Papa sudah putuskan sesuatu. Papa mau jodohkan kamu dengan anak sahabat Papa."

Raina terbelalak. "APA?!"

"Namanya Ardan. Dia anak sahabat Papa, baik, bertanggung jawab, punya masa depan. Papa yakin dia bisa jadi suami yang tepat buat kamu."

"Enggak!" Raina membanting helmnya ke sofa. "Aku nggak mau! Aku nggak akan pernah mau dijodohkan dengan siapapun! Aku nggak mau nikah, Pa! Nggak sekarang, nggak nanti, nggak pernah!"

"Jangan keras kepala, Raina! Kamu sudah cukup bikin Papa pusing dengan kelakuan kamu. Papa hanya ingin kamu ada yang jagain!"

"Aku bisa jaga diri aku sendiri!" Raina berteriak, matanya berkaca-kaca. "Aku nggak butuh orang lain buat jagain aku!"

Tanpa menunggu jawaban, Raina berlari ke kamarnya. Pintu dibanting keras, meninggalkan papahnya berdiri di ruang tamu dengan napas memburu, wajahnya penuh amarah bercampur kecewa.

Di dalam kamar, Raina menutupi wajahnya dengan bantal. Air matanya jatuh tanpa bisa ditahan.

"Aku nggak akan pernah nurut, Pa..." bisiknya lirih. "Aku pengen hidup bebas, bukan dikurung dalam pernikahan yang nggak aku mau."

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Ade Kurniawati

Selebihnya

Buku serupa

Gairah Liar Ayah Mertua

Gairah Liar Ayah Mertua

Gemoy
5.0

Aku melihat di selangkangan ayah mertuaku ada yang mulai bergerak dan mengeras. Ayahku sedang mengenakan sarung saat itu. Maka sangat mudah sekali untuk terlihat jelas. Sepertinya ayahku sedang ngaceng. Entah kenapa tiba-tiba aku jadi deg-degan. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Untuk menenangkan perasaanku, maka aku mengambil air yang ada di meja. Kulihat ayah tiba-tiba langsung menaruh piringnya. Dia sadar kalo aku tahu apa yang terjadi di selangkangannya. Secara mengejutkan, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan terjadi. Ayah langsung bangkit dan memilih duduk di pinggiran kasur. Tangannya juga tiba-tiba meraih tanganku dan membawa ke selangkangannya. Aku benar-benar tidak percaya ayah senekat dan seberani ini. Dia memberi isyarat padaku untuk menggenggam sesuatu yang ada di selangkangannya. Mungkin karena kaget atau aku juga menyimpan hasrat seksual pada ayah, tidak ada penolakan dariku terhadap kelakuan ayahku itu. Aku hanya diam saja sambil menuruti kemauan ayah. Kini aku bisa merasakan bagaimana sesungguhnya ukuran tongkol ayah. Ternyata ukurannya memang seperti yang aku bayangkan. Jauh berbeda dengan milik suamiku. tongkol ayah benar-benar berukuran besar. Baru kali ini aku memegang tongkol sebesar itu. Mungkin ukurannya seperti orang-orang bule. Mungkin karena tak ada penolakan dariku, ayah semakin memberanikan diri. Ia menyingkap sarungnya dan menyuruhku masuk ke dalam sarung itu. Astaga. Ayah semakin berani saja. Kini aku menyentuh langsung tongkol yang sering ada di fantasiku itu. Ukurannya benar-benar membuatku makin bergairah. Aku hanya melihat ke arah ayah dengan pandangan bertanya-tanya: kenapa ayah melakukan ini padaku?

Mengandung Anak Tuan Serigala

Mengandung Anak Tuan Serigala

Linsing
5.0

Deskripsi [Gadis jenius yang tangguh×Manusia serigala + Mafia Kejam+ONS Jadi Cinta Sejati+Cinta Manis]Fang Yi Lan adalah seorang mahasiswi jenius dari jurusan kedokteran. Walaupun memiliki otak yang jenius, tetapi Yi Lan benar-benar buruk dalam menilai seorang pria. Di hari ulang tahunnya yang ke-20, Yi Lan tidak sengaja memergoki kekasihnya sedang berselingkuh dengan adik tirinya. Belum cukup sampai disana, Ayahnya malah menyuruhnya untuk merelakan kekasihnya untuk adik tirinya itu. Selain itu, dia malah dipaksa untuk menerima lamaran dari seorang pria hidung belang. . Yi Lan tentu saja tidak bisa menerima keputusan Ayahnya. Dia langsung memberontak sejadi-jadinya. Dia merasa takdirnya benar-benar kejam dan tidak adil. Dengan segala daya upaya, Yi Lan akhirnya berhasil melarikan diri dari rumah Ayahnya. . Di dalam pelariannya, Yi Lan tidak sengaja bertemu dengan seorang pria yang sedang terluka parah. Pria itu berwajah sangat tampan dan dingin. Tubuhnya juga terlihat sangat kekar dan kuat. Tetapi sayangnya, ketika pria itu pingsan, pria itu tiba-tiba berubah wujud menjadi seekor serigala hitam yang berbulu lebat. . Yi Lan benar-benar terkejut saat melihat perubahan pria itu. Dia refleks langsung berusaha untuk melarikan diri. Tetapi sayangnya, hati nuraninya sebagai seorang dokter melarangnya untuk meninggalkan pria itu. Karena dibebani oleh rasa iba, Yi Lan akhirnya menolong pria itu. . Setelah luka-lukanya diobati, pria itu akhirnya kembali berubah wujud menjadi manuisa. Tetapi sayangnya, bukannya berterima kasih kepada Yi Lan, pria itu malah mengigit leher Yi Lan sampai meninggalkan jejak. Setelah itu, pria itu langsung memperkos4 Yi Lan dengan ganas. . " Wangimu benar-benar enak Nona..., mulai malam ini, kau adalah pasanganku, aku akan membuatmu mengandung anak-anakku... !!" . Yi Lan hanya bisa menangis histeris saat diperkos4 oleh pria itu. Dia merasa nasibnya benar-benar sangat buruk. Kesialan menimpanya tanpa henti. Seandainya memungkinkan, dia ingin mati sekarang juga.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku
Balapan Terakhir Sebelum Dijodohkan
1

Bab 1 kerumunan anak muda

09/09/2025

2

Bab 2 Beberapa hari telah berlalu

09/09/2025

3

Bab 3 rumah keluarga Raina

09/09/2025

4

Bab 4 Saya harap kamu bisa tenang

09/09/2025

5

Bab 5 Suara koper beradu

09/09/2025

6

Bab 6 Mobil hitam yang dikendarai

09/09/2025

7

Bab 7 tidak enak hati menolak

09/09/2025

8

Bab 8 menenangkan

09/09/2025

9

Bab 9 riuh rendah mereka bersiap berangkat

09/09/2025

10

Bab 10 sebagian bercanda kecil

09/09/2025

11

Bab 11 perjalanan pulang

09/09/2025

12

Bab 12 menepatinya

09/09/2025

13

Bab 13 melintasi halaman

09/09/2025

14

Bab 14 menuju kantin

09/09/2025

15

Bab 15 suasana rumah besar

09/09/2025

16

Bab 16 Di area kosong dekat gudang

09/09/2025

17

Bab 17 Di ruang IGD

09/09/2025

18

Bab 18 sosok lelaki yang sedang tertidur

09/09/2025

19

Bab 19 terus mengontrol hidupnya

09/09/2025

20

Bab 20 menenangkan diri

09/09/2025

21

Bab 21 kecewa

09/09/2025

22

Bab 22 perasaan yang sulit diungkapkan

09/09/2025

23

Bab 23 kamar malam

09/09/2025

24

Bab 24 rumah yang sederhana

09/09/2025

25

Bab 25 perasaan berbeda

09/09/2025

26

Bab 26 masih belum sepenuhnya percaya

09/09/2025

27

Bab 27 membicarakan dirinya

09/09/2025

28

Bab 28 Hening malam

09/09/2025

29

Bab 29 makan dulu

09/09/2025

30

Bab 30 Surat dari Fahri

09/09/2025

31

Bab 31 Sesekali ia melirik surat

09/09/2025

32

Bab 32 diberikan Raina

09/09/2025

33

Bab 33 Fahri hanya bisa pasrah

09/09/2025

34

Bab 34 terlihat lemah

09/09/2025

35

Bab 35 Mobil yang ditumpangi

09/09/2025

36

Bab 36 berbaring di atas kasur

09/09/2025

37

Bab 37 berjalan jauh masih sulit

09/09/2025

38

Bab 38 Suasana sore

09/09/2025

39

Bab 39 baru saja pulang

09/09/2025

40

Bab 40 hanya terdengar

09/09/2025