Cinta yang Tersulut Kembali
Kasih Sayang Terselubung: Istri Sang CEO Adalah Aku
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Terpesona oleh Istri Seribu Wajahku
Hamil dengan Mantan Bosku
Gairah Citra dan Kenikmatan
Perjalanan Menjadi Dewa
Hati Tak Terucap: Istri yang Bisu dan Terabaikan
Cerita dewasa
lima tahun yang lalu...
Hujan mengguyur kota dengan lebat, menciptakan genangan air di mana-mana. Di tengah cuaca yang tidak bersahabat itu Zain memacu mobilnya dalam kecepatan penuh. Di balik kemudi wajahnya tampak tegang penuh amarah.
Tanpa memedulikan jalanan yang licin, Zain terus menginjak pedal gas hingga kandas. Emosi benar-benar telah menguasai hati dan pikirannya, sehingga tidak lagi memedulikan keselamatan jiwanya sendiri.
Sebuah pesan yang berisikan video singkat yang ia terima beberapa lalu adalah alasan utama mengapa Zain berbuat nekat begitu.
[Malam panas bersama Bella Auriga Bimantara. Ingin bergabung? Datanglah ke alamat ini.]
Begitulah bunyi pesan singkat yang Zain terima dari nomor yang tidak dikenal. Di bawah pesan itu sebuah video dengan durasi sembilan belas detik memperlihatkan wajah Bella yang sedang mendesah nikmat di atas tubuh seorang pria.
Darahnya mendidih terbakar cemburu dan sakit hati.
Hati kecilnya ingin mengabaikan pesan itu karena ia merasa semua itu hanya editan. Perbuatan iseng dari lawan-lawan bisnisnya. Namun, logikanya menunjukkan hal lain. Zain mengenali tanda lahir yang ada di dada Bella. Tidak hanya itu, Zain juga mengenali tempat yang ada dalam video itu. Dalam ingatan Zain, ruangan itu persis sama dengan kamar yang ada di villa miliknya.
"Kurang ajar kamu, Bella! Berani sekali kamu mengkhianatiku!" Zain memaki sambil memukul kemudi berkali-kali.
"Apa kurangnya aku, Bella?!" geramnya.
"Lihat saja, aku akan membuat perhitungan denganmu," desisnya kemudian.
Zain kembali menginjak pedal gas sedalam mungkin, membuat mobil sport itu melesat bagaikan anak panah.
Namun, Zain lengah.
Amarah telah membutakan matanya. Beberapa saat setelah menginjak pedal gas, sebuah truk besar muncul dari arah berlawanan. Klakson panjang terdengar, tetapi sia-sia. Zain tak lagi mampu mengendalikan kemudi yang ada dalam genggamannya. Pedal rem sudah ia tekan hingga kandas, tapi mobil sport itu terlalu kencang untuk dihentikan. Benturan keras pun terjadi.
Blam! Duar!
Mobil sport milik Zain ringsek di depan moncong truk besar itu. Kaca-kaca berhamburan, asap mengepul menghalangi pandangan. Di balik kemudi, kepala Zain terkulai bersimbah darah. Beberapa saat ia berusaha untuk membuka mata, tetapi hanya dua kedipan, mata itu akhirnya terpejam tak berdaya.
***
Satu bulan berlalu. Di sebuah ruangan VVIP rumah sakit, Zain terbaring lemah di atas brankar. Ia masih koma meski telah menjalani sejumlah operasi untuk menyelamatkan nyawanya.
Dokter sedang memeriksa perkembangannya. Dilihat dari ekspresi wajahnya bisa ditebak, hasilnya cukup baik.
"Bagaimana kondisi suami saya, Dok?" tanya Bella yang sejak tadi berdiri di samping tempat tidur.
Pria paruh baya dengan kaca mata tebal itu tersenyum.
"Secara keseluruhan, kondisi Tuan Zain semakin membaik, Nyonya. Saya yakin dalam waktu dekat dia segera sadar," jawab dokter itu.
Bella tersenyum lebar, menampakkan suka cita yang besar mendengar kata-kata dokter itu.
Namun, begitu dokter itu pergi, wajah cantiknya langsung berubah drastis. Bibir yang tadinya membentuk senyuman, sekarang berubah membentuk ejekan.
"Segera sadar? Huh ... untuk apa? Kalau hanya akan menjadi pria cacat lebih baik kamu mati saja, Zain," kata Bella dingin.
Ia kembali menyeringai sinis. Jari-jari lentiknya meraih ponsel di atas nakas, lalu bergerak lincah menghubungi seseorang.
"Percepat saja rencana kita. Tidak lama lagi dia mungkin sadar, aku tidak mau mengambil resiko," perintahnya pada seseorang di seberang sana.
"...."
"Ya, lebih cepat lebih baik," katanya tegas.
Ia menutup panggilan telepon itu. Tanpa menoleh lagi, Bella pergi meninggalkan Zain yang terlelap di tempat tidur.
Ia tidak tahu, tepat di saat ia menutup telepon itu, di belakangnya Zain telah membuka mata.
***
Bella memacu Porche Taycan miliknya menuju rumah sakit. Padahal baru dua puluh menit lalu ia meninggalkan gedung berwarna putih itu. Namun, ia harus kembali lagi karena secara mengejutkan mendapat kabar Zain telah sadar dari koma.
"Sial!" makinya sambil memukul stir.
"Mengapa harus hari ini, sih? Padahal tinggal selangkah lagi semua aset itu menjadi milikku," ucapnya geram.
Tiba-tiba ponselnya berdering. Wajah Bella langsung berubah saat melihat nama yang tertera di layarnya.
"Bagaimana? Apakah kau berhasil meyakinkan dewan direksi?" tanyanya resah.
"...."
"Sial! Tua bangka itu akan aku buat menyesal nanti. Lihat saja," kecam Bella.
"...."
"Tunda saja. Aku mau lihat kondisi Zain dulu," perintahnya lagi. "Semoga saja dia hilang ingatan,' sambungnya dalam hati.