Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
"Kamu tuh jangan penyakitan! Kalau kamu sakit terus yang mengurus rumah ini siapa?" bentak Ibu mertuaku, sakit rasanya setiap aku merasa tak enak badan, selalu saja Ibu mertuaku mencerca dengan kata makian yang memekakkan telinga.
Aku hanya diam tak menanggapi, tak hanya satu atau dua kali. Mungkin sudah ribuan kali aku dicerca seperti ini.
Siapa yang mau sakit? Siapa yang mau badan lemah tak berdaya? Aku memang dilahirkan dengan fisik lemah seperti ini, dan Aku tak meminta Mas Azka menikahiku, dia sendiri sudah diberi tahu oleh Orang Tuaku tentang semua kondisiku sebelum menikah.
"Ngomong sama kamu tuh, kaya ngomong sama tembok tahu nggak," lanjut Ibu yang kemudian berlalu meninggalkanku sendirian di dapur, tentunya dengan cucian pakaian dan piring yang bertumpuk.
Tak terasa air mataku mengalir begitu saja. Waktu aku belum menikah, tak pernah sedikitpun orang tuaku menyuruhku layaknya babu seperti yang dilakukan mertuaku kini.
"Assalamualaikum." Terdengar suara Mas Azka yang baru saja pulang dari kantornya.
"Waalaikumussalam," jawabku lembut, bergegas aku melap tangan dan menghampirinya. Ku cium punggung tangannya, dan seperti biasa dia mencium keningku dengan lembut.
"Kenapa sayang? Nangis lagi ya?" tanyanya pelan, aku hanya tersenyum, tanpa harus mengatakan apapun suamiku sudah mengerti apa yang terjadi.
Mas Azka sudah pasti sangat mengerti dengan tabiat Ibunya. Tak henti pula, Mas Azka selalu berusaha menyabariku.
"Mas mandi aja dulu, entar Ayra siapin makan ya," ucapku lembut. Mas Azka mengangguk dan langsung ke kamar untuk membersihkan badannya.
Aku menyiapkan makanan untuk Mas Azka, mengambil beberapa iris ikan yang telah aku sembunyikan sewaktu sebelum memasak. Mertuaku sangat irit bin pelit, Ikan pun dijatah untuk di goreng perharinya. Tak jarang aku harus menyimpan beberapa potong ikan untuk suamiku, tak tega rasanya melihat ia makan sesuai jatah yang diberikan mertuaku saat ia sudah lelah kerja seharian di kantor.
"Pantesan aja ikan cepat habis, disimpan toh sama si penyakitan," ucap Kakak iparku sinis, ia baru saja pulang dari berbelanja dan kini sudah mulai mengoceh seperti biasanya.
Suamiku baru selesai mandi, ia duduk dan akan makan bersamaku. Kami memilih untuk diam dan tak menggubris apa yang dikatakan oleh Kakak iparku. Suamiku adalah anak angkat di rumah ini, dia diambil semenjak kecil oleh ayah mertuaku. Entah dimana orang tua kandungnya sekarang, itulah yang membuatku sampai saat ini tetap bertahan dengannya. Dia sangat penyabar, dan sangat berbakti pada keluarganya, walaupun sebenarnya hanya ayah mertuaku saja yang menganggap kami keluarga di rumah ini.
Aku melanjutkan pekerjaan seperti biasanya, menyelesaikan cucian piring dan pakaian yang menumpuk setiap harinya. Aku mencuci pakaianku dan mertuaku, tak jarang pula kakak ipar dan adik ipar menitipkan cuciannya padaku, lelah rasanya jika tiap hari harus seperti ini, tapi lelahku tak sebanding dengan sakit hati yang mereka torehkan.