Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Suami Mokondoku Membawa Madu

Suami Mokondoku Membawa Madu

laila rifah

5.0
Komentar
14
Penayangan
11
Bab

Entah apa yang salah? Puri, suaminya Mira membawa pulang perempuan lain, bahkan putra mereka memergokinya sedang bermesraan di dalam kamar. Padahal selama ini, dialah yang memenuhi kebutuhan Puri. Apakah Mira akan tetap bertahan ataukah lebih memilih kewarasannya dengan menyerah menjadi istri Puri?

Bab 1 Kepergok Selingkuh

"Mas apa yang kau lakukan? Siapa perempuan ini? Kenapa kalian ada di kamar kita mas?" Rundung pertanyaan Mira, perempuan itu memukul dada bidang suaminya.

"Dia temanku, cuman mau minta bantuan saja. Tidak usah memukulku seperti ini, tidak sopan!" Jawab Puri, tidak ada rasa bersalah dari nada bicaranya.

"Bantuan macam apa yang dilakukan di sini mas? Anakmu saja mengadu, kalau bapaknya sudah lama di dalam kamar bersama perempuan yang kau sebut teman ini!" Teriak Mira yang sukses membuat Puri semakin meradang.

"Pelankan sedikit suaramu Mir, tak usah kau marah-marah seperti ini. Dia hanya temanku, aku pergi dulu nganter dia pulang," ucap Puri sambil berlalu meninggalkan Mira.

Mira terpaku, dia menatap kepergian suaminya yang mengandeng wanita lain di depan matanya. Serasa waktu berhenti berputar, dengan entengnya jawaban itu keluar dari mulut suaminya. Bahkan dia tidak menghiraukan Mira beserta anaknya yang ada di hadapannya itu.

"Bu! Kenapa ibu diam saja?" tanya Imran, putra mereka yang tadi melaporkan perilaku ayahnya itu.

"Tidak apa-apa sayang, semua pasti akan baik-baik saja. Jadi kamu tidak perlu khawatir ya sayang," jawab Mira sambil memeluk buah hatinya itu.

"Apakah ayah akan pergi seperti om Yusno bu? Meninggalkan kita? Menelantarkan kita semua? Melupakan keluarga kita?" rentetan pertanyaan keluar dari mulut Imran itu, sukses mencubit hati Mira.

Mira menatap manik mata Imran yang sudah mulai berembun. Ya, Yusno adalah kakak kandung Puri, paman serta kakak ipar Mira. Kebetulan mereka bekerja di tempat yang sama, seiring pergi bersama dengan alasan pekerjaan kantor. Meninggalkan Mira yang mengurus anak-anak mereka seorang diri, bahkan hari liburnyapun dia dedikasikan untuk kakaknya itu.

Beberapa bulan yang lalu, Yana istri Yusno menggugat cerai suaminya karena sudah tidak tahan dengan tingkah lakunya. Kebiasaanya membawa wanita lain ke dalam rumah, serta tidak pernah memberikan nafkah, menjadi alasan dia melayangkan gugatan itu. Bahkan dia sama sekali tidak menuntut harta gono gini. Yana pergi begitu saja, dia hanya membawa badan serta anak-anak mereka. Namun nyatanya, Yusno lebih bahagia ditinggal istri yang sudah mendampingi jatuh bangun dalam hidupnya.

"Aku tidak boleh diam atau akan sama dengan mbak Yana!" gumam Mira pelan sambil mengusap rambut kepala Imran.

***

Malam harinya, Puri pulang dengan wajah ceria. Tidak ada rasa bersalah sedikitpun di wajahnya. Bahkan dia bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa. Entah karena bermuka tebal, atau memang dia tidak punya rasa malu serta rasa bersalah kepada Mira.

"Siapkan makanan, aku laper!" ucapnya dengan lantang sambil duduk di depan meja makan.

"Sudah tak siapin mas, silahkan dinikmati. masakan kesukaan mas, udang saus tiram sama bergedel kentangnya," ucap Mira sambil mengambil piring untuk Puri.

Mira dengan sabar menemani suaminya makan, dia sudah bertekat akan memperjuangkan hak dirinya serta anak-anaknya. Jadi, mereka tidak akan terlantar serta berpindah-pindah kontrakan seperti Yana dengan keempat anaknya. Bahkan untuk makan saja, mereka sampai kesusahan. Bahkan tidak jarang, Yana meminta bantuan Mira untuk memberi makan anak-anaknya itu.

"Mas, bener cuman main-main dengan wanita tadi bukan?" tanya Mira dengan lirihnya.

"Kau lupa dengan kedudukanku serta aturan di dalam kantorku?"

"Iya, aku inget banget. Kantor tak akan mentoleren pria yang berani beristri lebih dari satu, tapi aku juga tak akan tinggal diam, apalagi bila hak kami sudah terusik!" ucap Mira dengan pelan, namun penuh dengan penekanan.

"Apa maksudmu? kamu mau seperti Yana? Luntang luntung, ke sana ke mari hah! Aku yang punya kendali di sini, ingat itu!" tekan Puri di kata terakhir, sambil menatap tajam ke arah Mira.

"Hahahaha, kau lupa mas? rumah ini atas nama siapa?" Tanya Mira sambil mengangkat sedikit bibirnya ke atas.

"Itu bisa masuk harta gono gini," jawab Puri sambil terkekeh.

"Siapa yang akan membawa kasus ini ke ranah sana? kau lupa, kalau sampai atasanmu mendengar ini, tamatlah riwayatmu. Atau, kamu memang pura-pura melupakannya?"

"Kau!" Gertak Puri sambil membanting sendok serta garpu di tangannya, dia pun menatap nyalang ke arah perempuan yang tepat berada di depan matanya itu.

"Kau tak punya bukti, untuk melaporku bukan?" tanyanya kemudian.

"Hahaha, aku tak sebodoh itu mas. Gerak gerikmu sudah terbaca saat mbak Yana bercerita kalau mas Yusro selingkuh. Dasar kakak beradik sama saja, tertular juga kan kau mas dengan penyakit kakakmu itu!" gertak Mira sambil menatap nyalang ke arah suaminya itu.

"Awalnya aku pura-pura tidak tahu, tapi bodohnya kamu malah membawa pulang dia mas!"

"Mau apa kamu?" jawabnya dengan nada kesal.

"Sudah berapa bulan gajimu kau makan sendiri? Owh lupa, bahkan tahunan ya!" sindir Mira sambil tersenyum sinis ke arah Puri.

"Itu uangku, aku berhak menghabiskannya!" jawabnya dengan mata menyalang.

"Wah, berani sekali kau berbicara tentang hak mas, anak-anakmu kau terlantarkan. Dengan entengnya kau minta makan di sini, sedangkan uang belanjapun tak pernah kau berikan kepadaku!" ucap Mira dengan lantangnya.

"Gajimu kan cukup untuk itu semua, bahkan lebih. Memang bener kata mas Yusro, kau itu perempuan matre, egois dan mau menangnya sendiri!" katanya lantang sambil mengebrak meja makan yang ada di hadapnnya itu.

"Matre katanya?"

"Iya! sudah punya gaji sendiri masih minta sama suami," jawabnya Puri dengan entengnya.

"Trus egoisnya dari sudut mana? Menangannya juga dari mana? Gak kebalik mas?" tanya Mira dengan suara setenang mungkin, padahal hatinya makin bergemuruh saja.

"Kembali Mas Puri terhasut oleh kata-kata kakaknya, mungkin itu yang menjadi sebab dia tertular berselingku ini?" batin Mira.

"Tidaklah, gajiku ajah masih kau minta. Belum lagi dulukan kau yang minta menabung, renov rumah trus beli mobil itu bukan?" paparnya sambil menunjuk fasilitas yang ada di rumah ini.

"Kau lupa, semua itu bukan seratus persen dari gajimu? Lalu semua itu untuk kebutuhan siapa? Kita semuakan? Kita perlu rumah layak untuk berteduh, mobil untuk menjenguk ibuku di luar kabupaten. Anak kita sudah tiga, mereka perlu biaya pendidikan dan lainnya, tabungan itu juga nanti untuk meringankan kita bukan?" jelas Mira dengan pelannya.

"Terserah! mulai sekarang pokoknya aku tak mau berbagi gaji lagi!" katanya sambil beranjak meninggalkan meja makan.

"Tunggu dulu mas," ucap Mira yang tidak di jawab oleh Puri, bahkan Puripun berlalu meninggalkan Mira. Mira dengan cepat mengejar laki-laki itu lalu menarik tangannya.

"Baiklah kalau itu maumu, tapi jangan menyesal kalau kamu dipecat!" jawab Mira sambil memberikan map ke tangan suaminya.

"Apa ini?"

"Buka ajah, owh iya. Mulai sekarang tidur di ruang tamu, aku tak sudi lagi berbagi tubuh suamiku dengan wanita lain," jawab Mira sambil masuk, dia juga mengunci pintu kamarnya.

'Apa maumu sebenarnya? Ajukan saja cerai! aku tak akan pernah mengajukan!' pesan masuk di aplikasi hijau milik Mira.

'Siapa yang butuh akte cerai? aku hanya butuh hak anak-anak. Separoh gajimu harus rutin kau transfer tiap bulannya, kalau tidak mau dipecat!' balas Mira.

'Kalau kau bersikap seperti ini, jangan salahkan aku! Aku akan menikahinya.'

'Silahkan, itu malah lebih memudahkanku untuk bertindak. Owh iya, jangan sampai kamu bawa lagi ke rumah ini, kalau kau ingin hidup tenang!' balas Mira dengan hati gemuruh, bagaimanapun sikap suaminya sudah menyakiti hatinya serta anak-anaknya nanti.

Mira masih berdiri dibalik pintu. Dia tidak habis pikir, ternyata selingkuh itu bisa menular juga, semacam penyakit saja. Awalnya dia memberikan kesempatan ke Puri untuk berbakti kepada kakak kandungnya, namun ternyata itu malah menjadi bumerang sendiri dalam rumah tangganya.

"Bruk"

suara keras dari ruang tamu terdengan jelas di kuping Mira, bahkan dia sampai tergelonjat kaget karena suara itu.

"Suara apa tadi?" gumam Mira sambil berlari ke depan.

"Ya ampun!" Pekik Mira kaget.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku