Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Sang Pemuas
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Sang Majikan
Di atas kapal pesiar yang berlayar dengan anggun di tengah lautan luas, Rudi berdiri di dek, menatap horizon yang tak berujung. Lautan, yang biasanya menenangkan, kini terasa begitu sepi. Angin malam menerpa wajahnya, membawa harum garam yang khas, namun tidak ada yang bisa mengusir perasaan kosong yang merayap di dalam dadanya.
Meski dikelilingi oleh puluhan kru yang sibuk menjalankan tugas mereka, Rudi merasa seperti seorang asing di dunia ini. Setiap langkahnya terdengar berat, dan seakan suara-suara sekitarnya hanyalah gema yang semakin memudar. Ia merindukan sesuatu yang jauh lebih dekat-istrinya, Amara.
"Kapten, ada telepon untuk Anda," kata seorang anak buahnya, yang tiba-tiba muncul di sisi Rudi.
Rudi mengangguk dan mengambil telepon itu, meski perasaan enggan untuk mendengarkan apa pun muncul dalam dirinya.
"Rudi?" suara di ujung telepon itu terdengar sangat akrab, meskipun terhalang jarak dan waktu. Suara itu adalah suara Amara, istrinya yang tercinta.
"Ami," Rudi mendesah, seolah-olah nama itu adalah pelepasan dari semua perasaan yang selama ini ia tahan. "Aku rindu kamu."
Amara tertawa pelan. "Aku juga rindu kamu, Rudi. Tapi jangan khawatir, aku baik-baik saja di sini. Bagaimana dengan kamu? Bagaimana lautnya?"
"Laut ini... lebih sunyi dari biasanya," jawab Rudi, menatap ke kejauhan. "Tidak ada yang lebih sepi dari lautan yang tak bisa kuarungi tanpa kamu di sisiku."
Amara terdiam sejenak, menyadari betapa besar perasaan yang disampaikan Rudi. Meskipun mereka terpisah ribuan mil, rasa cinta mereka tetap terhubung, melintasi jarak yang seolah tak terbatas.
"Kamu tahu, meskipun jauh, aku selalu merasa dekat denganmu," Amara akhirnya berkata, suaranya lembut namun penuh keyakinan. "Kamu adalah bagian dari hari-hariku, Rudi. Setiap pagi, aku selalu menunggumu dengan hati yang penuh harapan."
Rudi memejamkan mata, berusaha menahan getaran dalam suaranya. "Aku juga, Ami. Setiap kali aku melihat bintang di malam hari, aku merasa seolah kamu ada di sana, menungguku. Tapi terkadang, aku merasa begitu lelah. Lelah dengan jarak yang selalu memisahkan kita."
"Aku tahu," jawab Amara dengan lembut. "Tapi ingatlah, setiap kali kamu kembali, aku akan selalu menunggumu. Kita akan merayakan cinta kita, seperti yang selalu kita lakukan."
Suara Amara memberi Rudi semangat baru. Di tengah kesunyian lautan, kata-katanya seperti pelita yang menyinari jalan yang gelap. Meskipun pertemuan mereka tidak bisa selalu tepat waktu, cinta mereka tidak pernah kehilangan maknanya.
"Ami, aku akan kembali. Aku berjanji," kata Rudi dengan tegas.
"Dan aku akan selalu menunggumu," jawab Amara, penuh keyakinan. "Untukmu, aku setia."
Rudi menutup telepon itu dengan perasaan hangat mengalir dalam dirinya. Meskipun lautan ini tak mengenal batas, ia tahu bahwa cinta mereka melampaui segala jarak yang ada. Di setiap gelombang yang menghantam kapal, ada doa dan harapan untuk segera kembali pulang.
Ia menatap langit malam yang penuh bintang. "Ami, aku akan selalu kembali untukmu. Setia, meskipun lautan memisahkan kita."
Rudi kembali menatap lautan, kini dengan perasaan yang lebih ringan. Meskipun Amara tidak ada di sampingnya, suaranya masih bergema dalam pikirannya, memberikan ketenangan yang sangat ia butuhkan di tengah kesibukan kapal pesiar yang terus berlayar. Namun, perasaan rindu itu tidak bisa dihindari. Setiap sudut kapal ini, setiap hembusan angin, mengingatkannya pada Amara, pada rumahnya yang jauh di sana.
"Kapten, ada briefing di ruang makan," suara anak buahnya memecah keheningan. Rudi mengangguk dan berbalik, meninggalkan dek yang sunyi untuk kembali ke rutinitas hariannya. Meskipun rasa rindu yang tak tertahankan menyelimutinya, pekerjaan harus tetap berjalan.
Namun, ketika Rudi memasuki ruang makan, tempat yang biasa digunakan untuk pertemuan kru, matanya seketika tertuju pada sesuatu yang tak terduga. Ada sebuah paket kecil yang tergeletak di meja. Pemberian Amara? Rudi tak bisa menahan diri untuk mendekat.
"Ini dari istrimu, Kapten," kata seorang kru, sambil memberinya sebuah paket kecil yang dibungkus dengan rapi.
Rudi terdiam, lalu mengangkat paket itu dengan hati-hati. Meskipun sudah terbiasa dengan hadiah-hadiah kecil dari Amara, setiap kejutan darinya selalu terasa begitu istimewa. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Rudi membuka bungkusnya.