Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Ini Untukmu, Sasha

Ini Untukmu, Sasha

elangpratama

5.0
Komentar
239
Penayangan
2
Bab

Hidup memang pilihan. Tetapi, satu-satunya pilihan yang tersisa untukku hanyalah itu. Menerjunkan diri ke dalam lembah hitam penuh lumpur, lalu pura-pura bahagia menikmatinya, demi rasa puas dan lengkingan suara tertahan para lelaki saat mereka mencapai puncak klimaksnya. Sepertinya, semesta benar-benar membenciku. Ini untukmu, Sasha. Permata kecilku, cahaya dalam gelap perjalananku."

Bab 1 Duniaku Hanya Satu, Sasha

Prolog :

Hidup

memang pilihan. Tetapi, satu-satunya pilihan yang tersisa untukku hanyalah itu.

Menerjunkan diri ke dalam lembah hitam penuh lumpur, lalu pura-pura bahagia

menikmatinya, demi rasa puas dan lengkingan suara tertahan para lelaki saat

mereka mencapai puncak klimaksnya. Sepertinya, semesta benar-benar membenciku.

"Ini

untukmu, Sasha. Permata kecilku, cahaya dalam gelap perjalananku."

***

Namaku

Cindy, umur 22 tahun. Aku ingin menceritakan kisah tentang hidupku yang sudah

terlanjur hancur. Lebih tepatnya, menghancurkan diri dengan sengaja masuk ke

dalam perangkap yang di tabur oleh Pak Wels, -pemilik perusahaan tempatku dulu

pernah bekerja.

Saat

itu, aku benar-benar tidak memiliki pilihan lain. Semuanya aku lakukan demi

Sasha, anak dari hasil pernikahanku yang menemui jalan buntu dan harus berakhir

di tengah jalan.

Pak

Wels benar-benar ingin menguasiku secara penuh. Aku rasa, mungkin Pak Wels masih

penasaran. Karena, waktu aku masih bekerja di perusahaannya, tidak pernah sekalipun

ia berhasil mendapatkanku. Tubuhku lebih tepatnya.

Saat

itu, aku masih kuat menggenggam prinsip. Tidak sekali pun, akal sehatku menyerah

apalagi pasrah menyambut semua godaan dan rayuan busukknya. Bukannya aku tidak

menyadari hal itu, aku hanya mengabaikannya, pura-pura semuanya baik-baik saja,

demi menjaga posisiku agar tetap aman bekerja di perusahaannya kala itu, hingga

akhirnya aku memutuskan untuk berhenti bekerja karena kondisi Sasha yang

semakin bertambah parah.

Sekarang,

keadaan berhasil memaksaku untuk mulai menenggelamkan diri ke dalam lembah hitam

penuh noda menjijikan. Semuanya demi Sasha yang kini terbaring sakit, lemah dan

tampak tidak kuasa melawan penyakitnya.

Aku

rela melakukan apapun, bila saja nyawaku dapat ditukar untuknya, aku rela. Asal

aku dapat melihat Sasha hidup dengan sehat. Aku benar-benar tidak menemukan satupun

alasan untuk menolak itu. Tetapi, cara kerja semesta tidaklah begitu. Tidak

perduli betapa besar keinginanku hanya untuk melihat Sasha tertawa riang dan bergerak

lincah bersama teman-teman sebayanya walau hanya sekejap mata.

Sasha

adalah satu-satunya duniaku, aku hidup berdua bersama Sasha di rumah kontrakan.

Setelah proses perceraian dengan mantan suamiku selesai secara hukum, jadilah sekarang

aku single parent untuk Sasha yang

masih berusia 3 tahun. Sedangkan mantan suamiku kabur entah ke planet mana, aku

tidak perduli. Aku hanya mendedikasikan hidupku untuk Sasha. Tidak ada yang

lebih berharga di dunia ini melebihi senyum kebahagiaannya.

Sudah

satu tahun aku hidup menjanda akibat konflik rumah tangga yang berlarut-larut. Saat

rumah tangga kami masih berjalan, sulit rasanya menyelesaikan pertengkaran demi

pertengkaran yang terjadi diantara kami dengan cara baik-baik. Bagaimana tidak?

Siapa yang akan mampu bertahan hidup dengan suami yang pengangguran, hobi main

judi dan mabuk-mabukan? Aku sudah tidak kuat lagi mendampinginya. Hampir setiap

hari suamiku pulang dalam keadaan setengah sadar, bahkan tidak jarang berani berlaku

kasar kepadaku.

Sampai

pernah suatu ketika, ia benar-benar memuntahkan semua amarahnya, karena ia kalah

di mjea judi, aku yang dijadikan sebagai sasaran pelampiasannya, hingga aku harus

merasakan luka yang tidak hanya perih dalam hati, tapi fisik yang tega ia

lebamkan, terutama di wajahku.

Kekacauan

dalam hidupku seolah tidak ingin segera pergi dan berlalu.

Setelah sah

menyandang gelar janda muda, janda kembang dan istilah-istilah lainnya yang

menggambarkan seorang janda yang masih muda dan cantik, aku merasa depresi dan

tertekan.

Faktor

himpitan ekonomi benar-benar membebaniku pundakku, semua terasa lebih berat,

terlebih ketika informasi dari laboratorium rumah sakit mendatangiku. Sasha ternyata

mengalami gagal fungsi ginjal, ia harus secepatnya mendapatkan penanganan

lanjutan. Detik itu juga dunia seakan bertambah gelap, kondisi itu seolah menghantamku

dengan sangat keras hingga terjungkal ke dalam got lalu digerogoti tikus-tikus

kelaparan.

Secarik kertas hasil tes labotarium, benar-benar menghancurkan semua

pondasi pertahanan dan harga diri yang selama ini aku jaga.

Saat itulah, Winda, -sekertaris Pak Wels- menghubungiku. Ia mengetahui perceraianku

dengan Mas Ben, -mantan suamiku. Winda menghubungiku hanya untuk menyampaikan

kekhawatirannya, ia memintaku untuk tetap bersabar. Winda memang sahabatku

sejak dari dulu saat aku masih bekerja di PT. Wijaya, perusahaan property milik

Pak Wels.

Dengan

getir, aku menceritakan semua masalah hidupku kepadanya, Winda hanya bisa

menolongku dengan mengirimkan uang tiga ratus ribu rupiah ke rekeningku.

Kemudian, Winda menyarankan agar aku mencoba untuk menghubungi Pak Wels, minta

kepada atasannya itu agar mau kembali memperkerjakanku di perusahaannya, "Siapa

tahu bisa mengajukan pinjaman lunak," ujarnya. Walaupun aku dan Winda sama-sama

tahu, hal itu sangat mustahil terjadi tanpa ada embel-embel lain yang

menguntungkan Pak Wels.

"Maaf,

ya Cin, sekarang tanggal tua. kalaupun bonusku sudah cair, gak akan nyampe

sebesar itu. Mudah-mudahan ada jalan lain untuk kesembuhan Sashsa, ya Cin."

Ucapnya prihatin.

Aku

mengerti, dan memang tidak terlalu berharap banyak kepada Winda. Saat itu aku

butuh biaya yang tidak sedikit. Setidaknya aku harus menyiapkan 50 sampai 100

juta-an untuk keperluan pengobatan Sasha. Tetapi, bagaimanapun juga aku sangat

berterima kasih kepada Winda, karena dengan menghubungiku saja pada hari itu, aku

merasa sedikit lega. Setidaknya aku masih mempunyai seseorang untuk menumpahkan

segala keluh kesah.

Dari

perbincangan itu semuanya bermula. Aku akhirnya memberanikan diri menghubungi

Pak Wels. Dengan suara yang terbata-bata aku menyampaikan semua permasalahanku

sembari melemahkan nada suaraku dan menahan desakan isak tangis pilu yang

mendesak dalam dada.

"Hmm,

Cindy, 100 juta itu bukan uang sedikit, apalagi sekarang kantor lagi dalam keadaan

yang cukup lemah, dan untuk saat ini pun kantor belum memerlukan karyawan baru

...." ucap Pak Wels, lalu terdiam sejenak sebelum ia kembali berkata, "Begini

saja, kamu besok datang ke kantor, kita bicarakan semuanya di kantor, ya? Kalau

kamu bersedia, sepertinya ada satu jalan ...."

"Ba-baik

Pak, sebelumnya aku ucapkan terima kasih, Pak ... maaf mengganggu waktunya," sahutku pelan dan penuh hormat. Untuk satu detik kemudian, aku merasa menemukan

sedikit cahaya terang, walau belum mengetahui "jalan" seperti apa yang akan ditawarkan oleh Pak Wels, aku tidak

punya banyak waktu untuk memikirkannya.

Sebelum

menutup sambungan telepon, aku menganggukan kepalaku beberapa kali walaupun aku

tahu Pak Wels yang berada di sebrang telepon tidak akan melihat gerakan

anggukan kepalaku sebagai tanda menghormati lawan bicara.

"Ma

... sesak ...."

Tiba-tiba

suara Sasha terdengar samar merintih di belakangku, dengan segera aku

menghampiri Sasha yang tampak terkulai lemah dan kesakitan di atas pembaringannya.

Andai saja aku dapat dengan mudah mengambil posisinya untukku, aku rela mengalami segala sakit dalam tubuhnya untukku,

agar Sasha tidak perlu merasakan penderitaan itu lebih lama lagi.

"Sabar

ya nak, Mama akan berusaha agar kamu mendapatkan pengobatan dan penanganan yang

layak secepatnya ...." sembari mengembuskan napas berulang kali, aku berusaha

menenangkan Sasha. Ujung telapak tanganku bergerak pelan membelai rambut di

ujung kepalanya yang terkulai lemah di atas pembaringan. Aku tidak kuasa lagi menahan

derai airmata yang mulai berkumpul di ujung pelupuk mata.

Aku

memang belum mampu membawanya kembali ke rumah sakit. Bantuan dari teman,

saudara dan pemerintah masih belum mencukupi untuk mendapatkan perawatan yang

serius. Menurut dokter yang menangani Sasha, penyakitnya sudah semakin menjalar

kemana-mana, Sasha benar-benar membutuhkan penanganan yang beberapa hal tidak

dapat di tanggung oleh asuransi kesehatan dari pemerintah.

Informasi

yang datang dari rumah sakit seolah tiada henti membawa kabar yang menjepit

hingga menghimpit ruang gerakku yang sempit. Birokrasi rumit berhasil melemparkanku

dari wilayah sini sampai ke wilayah sana, membuatku selalu terpental tanpa

hasil.

Aku

benar-benar tidak mempunyai daya, segala upaya yang aku lakukan seakan sia-sia.

Malam itu, aku hanya mampu memeluk tubuh mungil Sasha sembari menahan

kristal-kristal bening yang berkumpul di sudut pelupuk mata, kepalaku lelah

berputar.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh elangpratama

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku