/0/27410/coverbig.jpg?v=f046391d4877ea0789b06f1cbdbfb8ac&imageMogr2/format/webp)
Nayla, seorang gadis yatim piatu yang bekerja sebagai asisten rumah tangga di sebuah keluarga kaya raya, mendadak terjebak dalam tragedi berdarah yang merenggut nyawa majikannya. Di tengah kekacauan itu, Nayla berhasil menyelamatkan seorang bayi mungil yang tak berdosa. Takdir kemudian mempertemukannya dengan seorang pria misterius bernama Arkan, yang menolong Nayla keluar dari situasi mencekam tersebut. Namun, Arkan bukanlah penolong biasa-ia memiliki rencana besar dan membutuhkan bantuan Nayla. Arkan lalu menawarkan kesepakatan mengejutkan: Nayla harus menyamar menjadi istrinya dengan imbalan sebesar satu miliar rupiah. Bukan hanya itu, Nayla juga harus bersedia menjadi ibu bagi bayi yang baru saja ia selamatkan. Meski sempat ragu, Nayla akhirnya menerima tawaran tersebut. Bukan karena uang, melainkan karena tekadnya untuk melindungi sang bayi dan memberikan masa depan yang layak. Kini, Nayla dan Arkan terjerat dalam ikatan semu yang penuh rahasia, kebohongan, dan bahaya. Namun, semakin lama, kebersamaan mereka justru menumbuhkan rasa yang tak terduga. Bagaimana kisah Nayla yang mendadak menjadi seorang istri kontrak sekaligus ibu dalam semalam? Akankah kebohongan yang mereka bangun justru menghancurkan, atau malah membuka jalan menuju cinta dan keluarga yang sesungguhnya?
Malam itu hujan turun dengan deras, menimpa atap rumah besar bergaya kolonial di pinggiran kota. Petir sesekali menyambar, menyalakan cahaya kilat yang membuat bayangan pepohonan di halaman rumah terlihat seperti raksasa menari. Di dalam rumah, suasana tidak kalah mencekam.
Nayla berlari menyusuri koridor panjang dengan napas terengah, dadanya naik-turun seiring rasa panik yang tak terkendali. Ia baru saja mendengar suara letusan senjata dari arah ruang tamu. Jeritan majikannya, nyonya Ratih, masih terngiang jelas di telinganya.
"Ya Tuhan... jangan sampai..." bisik Nayla dengan suara bergetar.
Tangannya gemetar saat meraih gagang pintu kamar bayi. Dengan cepat ia mendorong pintu dan melihat seorang bayi mungil di dalam boks kayu, menangis keras ketakutan mendengar suara ribut di luar. Tanpa pikir panjang, Nayla menggendongnya.
"Shhh... tenang, Nak... tenang, aku di sini..." ucap Nayla pelan, mencoba meredam tangis sang bayi.
Namun, langkah-langkah berat terdengar mendekat. Suara pintu ditendang keras bergema dari arah ruang tengah. Nayla tahu, ia tak punya banyak waktu.
Dengan sigap, ia meraih tas bayi di sudut kamar, memasukkan beberapa popok dan botol susu, lalu menutupinya dengan kain. Ia menempelkan bayi itu ke dadanya, menahan napas, lalu berjalan cepat menuju pintu belakang rumah.
Baru saja ia melewati dapur, suara laki-laki kasar terdengar.
"Cari! Jangan biarkan ada saksi hidup!"
Tubuh Nayla langsung kaku. Ia merapat ke dinding, memeluk bayi itu erat-erat. Keringat dingin membasahi keningnya meski udara malam sangat dingin.
Langkah-langkah semakin mendekat. Ia menoleh kanan-kiri, mencari celah untuk melarikan diri. Lalu matanya tertumbuk pada pintu kecil menuju gudang penyimpanan. Tanpa pikir panjang, ia masuk ke dalam, menutup pintunya pelan, dan menahan napas.
Di dalam gelap, ia hanya bisa berdoa. "Tolong, Tuhan... lindungi bayi ini... jangan biarkan mereka menemukannya..."
Detik-detik terasa seperti jam. Suara langkah-langkah itu semakin dekat, lalu menjauh. Nayla menunggu lebih lama, baru berani bergerak. Dengan hati-hati ia keluar, berjalan menuju halaman belakang.
Namun, sebelum ia mencapai gerbang kecil, sorotan lampu senter mengenai wajahnya.
"HEI!"
Nayla terkejut. Jantungnya hampir copot. Ia berlari sekuat tenaga sambil menggendong bayi. Dari belakang, terdengar suara teriakan dan langkah kaki mengejarnya.
Di tengah hujan deras, ia terus berlari. Lumpur mengotori kakinya, napasnya semakin berat, tapi ia tak berhenti. Bayi di pelukannya kembali menangis keras.
"Ssttt... jangan, Nak... sebentar lagi kita aman..." Nayla berusaha menenangkan, meski dirinya sendiri ketakutan setengah mati.
Saat itulah, sebuah mobil hitam berhenti mendadak di ujung jalan. Lampu depan menyilaukan pandangannya. Pintu terbuka, dan seorang pria keluar. Wajahnya tegas, sorot matanya tajam meski samar diterangi hujan.
"Cepat masuk!" serunya lantang.
Nayla terdiam sejenak, ragu apakah ia harus percaya pada orang asing ini. Tapi suara teriakan para pengejar semakin dekat. Tanpa pilihan lain, ia melompat masuk ke mobil itu.
Begitu pintu ditutup, mobil melaju kencang menembus hujan. Nayla menoleh ke pria yang duduk di belakang kemudi.
"Siapa kau?" tanyanya, suaranya penuh waspada.
Pria itu hanya menoleh sebentar. "Arkan. Kau?"
"Nayla..." jawabnya singkat, masih terengah.
Arkan menatap bayi yang digendong Nayla. "Itu... anak mereka?"
Nayla mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Aku harus melindunginya... mereka semua mati... hanya dia yang tersisa..."
Arkan terdiam cukup lama. Sorot matanya berubah, seolah ada sesuatu yang tengah dipikirkannya dalam-dalam. Mobil terus melaju meninggalkan rumah besar yang kini hanya terlihat samar dalam gelap hujan.
Malam itu menjadi awal dari sesuatu yang Nayla tak pernah bayangkan.
Keesokan paginya, Nayla terbangun di sebuah apartemen mewah di pusat kota. Ia terkejut mendapati dirinya tidur di sofa dengan bayi masih di pelukan. Di meja ada termos berisi air hangat, susu formula, dan beberapa perlengkapan bayi yang sudah disiapkan.
Saat ia masih bingung, Arkan keluar dari kamar, mengenakan kemeja rapi.
"Kau sudah bangun?" tanyanya tenang.
Nayla bangkit, berdiri kikuk. "Kenapa kau membawaku ke sini? Aku... aku tidak mengenalmu..."
Arkan duduk di kursi, menatap Nayla lekat-lekat. "Kalau semalam aku tidak menolongmu, kau mungkin sudah mati sekarang."
Nayla terdiam. Ia sadar, Arkan benar.
"Aku tidak butuh ucapan terima kasih," lanjut Arkan. "Tapi aku butuh bantuanmu."
"Hah? Bantuan?" Nayla mengerutkan kening.
Arkan bersandar ke kursinya. "Aku butuh seorang istri... setidaknya untuk sementara."
Nayla hampir menjatuhkan bayi dari gendongannya. "Apa maksudmu?! Kau orang gila, ya?"
Arkan tidak tersenyum. Tatapannya tetap serius. "Dengarkan dulu sebelum kau menolak. Aku akan membayarmu satu miliar rupiah. Kau hanya perlu berpura-pura menjadi istriku."
Nayla membeku. Kata-kata itu terasa seperti lelucon yang terlalu jauh.
"Kenapa aku?" tanyanya penuh curiga.
"Karena semalam, tanpa kau sadari, kau sudah masuk ke dalam hidupku," jawab Arkan datar. "Aku sedang berada dalam masalah besar, Nayla. Aku butuh seseorang yang bisa kupercaya untuk menjalani peran ini. Dan kau... kau terlihat tidak punya siapa-siapa. Itu artinya, kau tidak punya alasan untuk mengkhianatiku."
Nayla tercekat. Kata-kata itu menusuk hatinya. Benar, ia tidak punya siapa-siapa. Yatim piatu sejak kecil, hidupnya hanya diwarnai kerja keras sebagai pembantu rumah tangga.
Tapi menyamar jadi istri orang asing? Itu gila.
"Aku... aku tidak bisa," ucapnya pelan.
Arkan menatapnya lagi, kali ini matanya melirik bayi di pelukan Nayla. "Kau ingin melindungi anak itu, bukan? Kalau kau menolak, mereka yang memburu kalian akan menemukannya. Tapi kalau kau bersamaku, dia akan aman. Aku punya kekuatan untuk itu."
Nayla terdiam. Ia menatap bayi mungil yang masih terlelap. Hatinya remuk. Ia tidak ingin anak itu berakhir seperti nasib majikannya semalam.
"Bayi itu... dia butuh status. Butuh keluarga. Kalau tidak, siapa pun bisa mengklaimnya, merebutnya darimu."
Ucapan Arkan membuat Nayla menunduk. Benar. Seorang pembantu sepertinya, mana mungkin bisa mempertahankan hak asuh bayi seorang miliarder?
Nayla menggigit bibir. "Kalau aku setuju... apa jaminannya kau tidak akan mencelakai kami?"
Arkan berdiri, lalu berjalan pelan mendekat. Ia menatap Nayla lurus-lurus. "Aku tidak pernah menyakiti orang yang kuanggap milikku."
Entah kenapa, ada sesuatu dalam tatapan mata pria itu yang membuat Nayla percaya. Meski samar, ia merasa Arkan menyembunyikan luka besar di balik wajah dinginnya.
Akhirnya, dengan napas berat, Nayla mengangguk. "Baiklah... aku akan melakukannya. Demi bayi ini."
Senyum tipis muncul di bibir Arkan, pertama kalinya sejak mereka bertemu. "Kau membuat keputusan yang tepat."
Nayla menatapnya penuh waspada, tapi juga pasrah. Ia tahu, sejak malam berdarah itu, hidupnya tidak akan pernah sama lagi.
Dan benar, dalam waktu semalam, ia telah berubah dari seorang pembantu tak berarti menjadi seorang istri kontrak... sekaligus ibu bagi bayi yang baru saja ia selamatkan.
Bab 1 waktu semalam
23/08/2025
Bab 2 disiapkan oleh Arkan
23/08/2025
Bab 3 malam pertama
23/08/2025
Bab 4 sejak sore meninggalkan
23/08/2025
Bab 5 ketika ia mengusap pipi si kecil
23/08/2025
Bab 6 musuh
23/08/2025
Bab 7 Hangat tubuh mungil
23/08/2025
Bab 8 Bayi mungil di dalam gendongannya
23/08/2025
Bab 9 nyaris tak terlihat
23/08/2025
Bab 10 menekan luka di perut
23/08/2025
Bab 11 Nayla dan bayi itu
23/08/2025
Bab 12 hutan malam
23/08/2025
Bab 13 terbangun karena lapar
23/08/2025
Bab 14 Ada sesuatu yang mengganjal
23/08/2025
Bab 15 lebih kelam dari yang bisa dibayangkan Nayla
23/08/2025
Bab 16 benih rasa penasaran
23/08/2025
Bab 17 Sepanjang perjalanan
23/08/2025
Bab 18 membuatnya semakin waspada
23/08/2025
Bab 19 menyerupai
23/08/2025
Bab 20 penyimpanan tua kini berubah
23/08/2025
Bab 21 konsekuensinya
23/08/2025
Bab 22 Suasana di dalam gudang tua
23/08/2025
Bab 23 menahan rasa sakit dari luka
23/08/2025
Bab 24 Bertahanlah
23/08/2025
Bab 25 dinding kayu rapuh
23/08/2025
Bab 26 melawan
23/08/2025
Bab 27 tak sadarkan diri
23/08/2025
Bab 28 Aku harus berhenti
23/08/2025
Bab 29 perlindungan sementara
23/08/2025
Bab 30 jangan paksa dirimu
23/08/2025
Bab 31 keputusasaan
23/08/2025
Bab 32 ketakutan
23/08/2025
Bab 33 sebagai seorang ibu
23/08/2025
Bab 34 sisa luka perkelahian
23/08/2025
Bab 35 Di seberang ruangan
23/08/2025
Bab 36 membalut luka
23/08/2025
Bab 37 tanda menyerah
23/08/2025
Bab 38 entah di mana
23/08/2025
Bab 39 bayinya ditahan
23/08/2025
Bab 40 merasakan ancaman
23/08/2025
Buku lain oleh Ayu Ningsih
Selebihnya