/0/20257/coverorgin.jpg?v=d895fe5a67d001708f299466b8794622&imageMogr2/format/webp)
Setelah acara pengambilan hasil kelulusan. Marwah melajukan mobilnya dengan kencang. Sayyidah yang duduk di samping kemudi mendengkus kesal dengan sikap buru-buru mamahnya. Ia bahkan belum sempat foto-foto dengan temannya. Acara merayakan kelulusan di puncak 'pun gagal total. Lantaran Marwah tidak memberinya izin.
"Sayang! Di rumah sudah ada yang menunggu mamah. Maafkan mamah ya, kalau jalannya agak kencang. Yang penting pakai sabuk pengaman biar aman," ucap Marwah tanpa menoleh, ia fokus dengan jalanan di depan.
"Hmmm iya, Mah," jawab Sayyidah pelan, tetapi ucapannya masih bisa di dengar oleh Marwah.
Setelah mobil memasuki pekarangan rumah. keduanya turun dan mendapati seorang laki-laki duduk di sebuah kursi yang terletak di samping pintu masuk.
Dengan memakai sarung, atasannya kemeja koko putih panjang, di bagian kepala ada peci putih yang menutupinya.
"Padahal masih terlihat muda, tetapi gaya berpakaiannya nggak keren. Ketinggalan zaman. Sangat jauh beda dari cowo-cowo di sekolah," ucap Sayyidah, yang tentunya hanya di dalam hati.
"Assalamuallaikum Abbas, maaf menunggu lama. Mari silahkan masuk!" ajak Marwah.
"Wa'allaikumussalam Tante, tidak begitu lama kok Tante!" Tersenyum sopan, memasuki pintu mengikuti pemilik rumah, lalu duduk di kursi setelah di persilahkan oleh pemiliknya.
"Kamu sudah besar ya, Bas. Tante sampe pangling. Kamu apa kabarnya?"
"Alhamdulillah sehat Tante, berkah do'a dari Tante juga."
"Sofa pasti bahagia di alam sana, melihat anaknya sesholeh kamu," puji Marwah. Abbas hanya tertunduk malu.
"Sayang! Ini Abbas putra dari Tante Sofa! Abbas, ini Sayyidah putri Tante," ucap Marwah memperkenalkan Sayyidah dengan Abbas.
"Sayyidah." Gadis itu mengulurkan tangan kepadanya.
"Abbas."
Mengatupkan kedua tangan di depan dada. "Maaf, ya!" ucapnya sopan dengan mengabaikan uluran tangan Sayyidah.
Sekilas ada pandangan yang sedikit melirik ke arah Sayyidah. Dia tidak seperti Sayyidah, yang terang-terangan menatapnya tajam dari ujung kepala sampai ujung kaki, seperti penyidik.
"Apakah dia malu?" "Jelas-jelas aku cukup cantik dan banyak yang mendekatiku, hanya saja aku tak mau menghabiskan waktuku mengisi hati untuk seorang lelaki, fokus dengan pelajaran itu lebih baik. Terkecuali Sofyan, yang membuatku sedikit tertarik," batin Sayyidah.
***
Setelah pertemuan singkat itu, Marwah berusaha mati-matian membujuk Sayyidah agar mau menikah dengan Abbas. Ia memasuki kamar Sayyidah yang sudah beberapa hari tidak mau keluar. Sayyidah duduk bertumpuan bantal di kepalanya. Pikirannya melayang membayangkan masa depannya.
Marwah duduk di tepi ranjang dan membelai rambut Sayyidah yang terurai panjang.
"Sayyidah putriku yang sholehah. Insyaallah ini jalan yang terbaik untuk kamu, Nak! Kamu harus menuruti keinginan mama untuk menikah dengan Abbas, ya!"
"Dia laki-laki yang baik! Dia pasti akan menjaga dan membimbing kamu menjadi wanita yang sholehah," bujuk Marwah kepada Sayyidah.
"Tapi Mah, Sayyidah masih mau kuliah dan mengejar cita-cita Sayyidah," tawar Sayyidah.
"Pernikahan itu bukan penghalang untuk meraih cita-cita, Nak! Justru menjadi penyemangat." "Sebab ada orang yang akan menemani kamu nanti!"
Kali ini ucapan Marwah tidak bisa ia tolak lagi.
Mau tidak mau, suka, maupun tidak suka. Sayyidah sangat tak berdaya menolak perintah mamanya. Orang tua satu-satunya. Disaat ia kehilangan sosok ayah, maka Marwahlah yang sigap berperan ganda menjadi ibu sekaligus ayah baginya.
***
Dalam suasana sakral yang hanya di hadiri oleh beberapa keluarga dan saudara, terdengar suara laki-laki mengucapkan ijab qobul dengan menggunakan lafadz Arabiyah di dalam sebuah masjid yang bernuansa cat putih khasnya, " Qobiltu nikaha wa tazwijaha ...."
Kemudian terucap kata, "Sah!"
Kata yang sangat singkat dan sederhana. Namun, merubah segalanya. Mimpi yang Sayyidah idamkan, cita-cita yang selalu ia gaungkan dalam semangatnya belajar dan ambisinya untuk meraih segala keinginan, kini menciut seketika.
Memang pernikahan bukan belenggu. Namun, kebebasan masa remajanya telah terenggut. Sayyidah belum kuat mental. Baginya semua butuh persiapan dan waktu yang matang.
***
Setelah acara selesai, semua sibuk dengan dunianya masing-masing. Sanak-saudara sudah meninggalkan tempat acara. Karena bukan pesta yang besar. Hanya sebuah acara akad yang sederhana.
/0/5837/coverorgin.jpg?v=3cbde385afc2a23d8278dcfe8f2380bf&imageMogr2/format/webp)
/0/2446/coverorgin.jpg?v=f6d9bcad1b57dd615f2d32909f9e4759&imageMogr2/format/webp)
/0/15165/coverorgin.jpg?v=7b67ac5a6b079e1ea8e63e17a56dbda1&imageMogr2/format/webp)
/0/20579/coverorgin.jpg?v=2a9ead463aa57c9d48544b5acfa2bce0&imageMogr2/format/webp)
/0/13410/coverorgin.jpg?v=38a6ed5b9e7e5aedcfa336729d76a053&imageMogr2/format/webp)
/0/15549/coverorgin.jpg?v=17cd2a0a9df65496435903e62825ec4a&imageMogr2/format/webp)
/0/2805/coverorgin.jpg?v=37f6e83df4951e57735d0304685055e3&imageMogr2/format/webp)
/0/7751/coverorgin.jpg?v=65b95a5604354eb100f8681a7eec7a1d&imageMogr2/format/webp)
/0/13912/coverorgin.jpg?v=3b819261db03a8b006ce76a11dfdd825&imageMogr2/format/webp)
/0/2435/coverorgin.jpg?v=94f65dd9903103c9f78c3e97a173d0d6&imageMogr2/format/webp)
/0/3467/coverorgin.jpg?v=526864a4342f26f6a9b70352d999bf13&imageMogr2/format/webp)
/0/29976/coverorgin.jpg?v=d1d4433cdd5df3d4b63172c66fabef97&imageMogr2/format/webp)
/0/14354/coverorgin.jpg?v=bff2bf96cc9c08daa5e17bcd72d5043e&imageMogr2/format/webp)
/0/20082/coverorgin.jpg?v=5d2809df48ebf1920c3bf5ca6292bba0&imageMogr2/format/webp)
/0/30687/coverorgin.jpg?v=69d4d5c278172d245857a441467bbdff&imageMogr2/format/webp)
/0/2414/coverorgin.jpg?v=5344f268fdb2c83b9d105d9a760ddd04&imageMogr2/format/webp)
/0/8089/coverorgin.jpg?v=1ed0ae668d47ff7759ab081b82c2145d&imageMogr2/format/webp)
/0/17681/coverorgin.jpg?v=b7d7dd86a7113252102ebbcaf165f947&imageMogr2/format/webp)