/0/17384/coverorgin.jpg?v=824555dd66945fa97551dd6fb5bd7e30&imageMogr2/format/webp)
“Saya nikahkan, Aisyah binti Ahmad dengan mas kawin cincin lima gram, dibayar tunai.”
“Saya nikahkan, Aisyah binti Ahmad…”
Air mata menetes tanpa henti di wajah wanita berhijab biru dengan gaun putih yang begitu indah. Hati yang penuh dengan amarah menghasilkan tangan yang bergetar hebat, seakan siap merusak semua yang ada di hadapannya.
Gemuruh doa yang dipanjatkan pasca pengucapan akad, membuat matanya mengeluarkan air mata kepedihan yang terus mengalir.
“Aisyah?” ketukan pintu yang tak menuntut, mengisi keheningan di dalam kamar. “Nak, apa ibu boleh masuk?”
Tidak ada jawaban. Hanya isakan yang semakin kencang saat suara pintu terbuka, terdengar jelas di telinga.
Tanpa mengatakan apapun, sang ibu hanya duduk di samping wanita tersebut.
“Ibu tidak bisa melakukan apapun. Sebelum semua ini terjadi, ibu sudah bertanya, apa kau bersedia atau tidak melakukan semua ini, tapi kau bilang..” sang ibu menggenggam tangan anak perempuannya. “Sekarang, keputusan di tangan mu. Sebelum semua terlalu jauh, putuskan keinginan mu. Ibu tidak akan melarang, ibu tidak akan mengatakan apapun. Kebahagiaan mu adalah prioritas ibu saat ini.”
Sementara sang ibu menunggu jawaban anak perempuannya, di lantai satu mulai terdengar kekhawatiran dari keluarga mempelai pria.
“Zain,” seorang pria paruh baya menghampiri mempelai pria yang masih duduk di hadapan penghulu.
“Bagaimana jika ia tidak turun?” bisik pria paruh baya tersebut.
“Abi, pernikahan ini bukan sesuatu yang ia inginkan. Biarkan dia memutuskan apa yang ia mau. Aku akan menerimanya dengan lapang dada.”
Sang ayah hanya menepuk lembut pundak anak lelakinya. Entah apa yang terjadi di beberapa menit ke depan, tapi sang ayah tau bahwa anaknya telah siap menghadapi itu semua.
Hampir sejam berlalu, beberapa orang mulai bergunjing tentang mempelai wanita yang tidak kunjung datang meski akad telah selesai.
Merasa resah, Zain terus menatap jam di tangannya. Sesekali ia memeriksa ponsel yang tak lepas dari genggaman, seakan menanti panggilan dari seseorang.
“Abi,” belum sempat Zain menyelesaikan kalimatnya, wanita yang ia nikahi, melangkah turun dari lantai dua bersama ibu mertua.
Wanita itu tersenyum, adalah kalimat yang terlintas pertama kali di benak Zain. Tidak ada tanda-tanda perlawanan, ataupun sisa tangisan atas pernikahan ini.
Dengan di damping sang ibu, wanita bernama Aisyah itu duduk di samping Zain untuk menandatangani buku pernikahan di atas meja.
“Maaf, lama.” Bisik Aisyah yang di jawab gelengan dan senyuman lembut dari Zain.
Goresan tinta hitam telah terbentuk jelas di buku pernikahan mereka. Foto dengan latar belakang biru sudah terpasang, dan para tamu yang hadir mulai mengucapkan selamat kepada pengantin.
“Selamat Aisyah,” segerombol pria dan wanita menghampiri mereka dengan senyuman lebar.
“Kami buru-buru kemari saat mendengar pria jutek ini menikah.”
“Belum pernah aku membayangkan, ada wanita yang mau dengan pria jutek, pelit senyum, gila kerja dan galak ini. Bahkan sikapnya lebih dingin dari kulkas empat pintu.” Ejekan salah satu rekan kerja Zain mengundang tawa semua teman-temannya.
“Mba Aisyah, kalau mba mau curhat tentang sikap pak Zain, mampirlah ke kantor. Kami semua siap mendengarkan keluh kesahnya mba Aisyah.” Ujar salah satu wanita yang masih mengenakan kemeja dan celana bahan. Seperti baru pulang kerja.
“Jika kalian semua disini, siapa yang berjaga di kantor? Bagaimana kalau ada klien yang datang?” tegur Zain.
“Nah, apa ku bilang? Di momen seperti ini saja, dia masih memikirkan pekerjaan. Ibu Aisyah, jika ibu sudah tidak tahan dengannya, datanglah ke kantor, biar kami yang memberikan pelajaran kepadanya.”
Aisyah hanya tertawa kecil mendengar guyonan para karyawan yang bekerja di kantor Zain.
“Tapi, ngomong-ngomong, mba Aisyah terlihat cukup muda dibandingkan Zain. Berapa umurnya mba?”
“Dua puluh delapan tahun.” Jawab Aisyah malu-malu.
“Astaga,” semua serempak menatap Zain. “Apa kau menggodanya, pria tua? Umur kalian beda tujuh tahun. Dimana kalian bertemu?”
“Hei, jangan lupa aku boss kalian.” Tegur Zain.
“Ya, kalau di kantor kau memang boss. Kalau diluar, kau adalah teman kami. Itukan prinsip bekerja mu? Dasar pelupa.”
Semua orang terlihat begitu bahagia, dan menikmati momen penting ini. Akan tetapi, dimana ada kebahagiaan, disana ada kesedihan.
Di hari yang sama dengan pernikahan Aisyah, sang ayah harus dipanggil yang maha kuasa.
Tawa yang sejak tadi terdengar, tak lama berubah menjadi kesedihan saat abi berbisik kepada Zain mengenai kondisi ayah Aisyah di dalam kamarnya.
Pernikahan dengan pakaian yang penuh warna, harus berubah menjadi warna putih. Pemakaman digelar dalam kondisi hujan, seakan langit mengerti kesedihan yang dirasakan Aisyah.
Zain duduk -di atas bangku- di samping Aisyah yang termenung di taman belakang rumah.
“Aku mengizinkan mu tinggal disini selama yang kau mau.”
Aisyah menggeleng. “Aku akan ikut pulang dengan, mas.”
/0/15253/coverorgin.jpg?v=c790210f59dd4348ce7d1581af7affd7&imageMogr2/format/webp)
/0/3162/coverorgin.jpg?v=f8eaf9aefdfac947cf8917763edefae1&imageMogr2/format/webp)
/0/6578/coverorgin.jpg?v=bf3a9a7e30cc3e7316a860916e948885&imageMogr2/format/webp)
/0/4690/coverorgin.jpg?v=2fae2cc3e37acb4056733c88185c4d51&imageMogr2/format/webp)
/0/15614/coverorgin.jpg?v=c418b1aaaf998551827b3d1ad249b85a&imageMogr2/format/webp)
/0/10328/coverorgin.jpg?v=285cb73fd438350480124be261fee44d&imageMogr2/format/webp)
/0/17534/coverorgin.jpg?v=ff762a950265149ff15a814d69b94bcd&imageMogr2/format/webp)
/0/2986/coverorgin.jpg?v=4bc49dfdf044bc6f097562ec8e1b88c2&imageMogr2/format/webp)
/0/17498/coverorgin.jpg?v=5fb9d6d830e6c50bd50b88398b43e9c0&imageMogr2/format/webp)
/0/2677/coverorgin.jpg?v=96eab8094af9a183be1858b2b7d893d7&imageMogr2/format/webp)
/0/5515/coverorgin.jpg?v=abc521c7997aa08a8262cce09416c227&imageMogr2/format/webp)
/0/11057/coverorgin.jpg?v=d9f50008695c1c4c251953922950c295&imageMogr2/format/webp)
/0/20601/coverorgin.jpg?v=c767a518547a1a5362b5171616e93730&imageMogr2/format/webp)
/0/6219/coverorgin.jpg?v=25d7b7bc72f275a510b245e01d1a69b1&imageMogr2/format/webp)
/0/16123/coverorgin.jpg?v=4abbb308ba639b6406e94227c23c7679&imageMogr2/format/webp)
/0/13005/coverorgin.jpg?v=9cd78141f83941c03784c9a5bde701b1&imageMogr2/format/webp)
/0/28798/coverorgin.jpg?v=67d3ad0ef3557e114b53624e6ea3af9e&imageMogr2/format/webp)
/0/16250/coverorgin.jpg?v=34e1afcf814ea8de2e0f1c1b80358a29&imageMogr2/format/webp)