/0/6296/coverorgin.jpg?v=db7c483d2eb2df399a13523725384cb6&imageMogr2/format/webp)
Jam dinding tua di kamar mayat RS. Sarjito berdentang dengan keras sebanyak 12 kali, sudah tepat pukul 24.00. Dokter Jacob baru saja menyelesaikan otopsi jenasah korban pembunuhan kiriman dari Kantor Kepolisian Daerah Depok. Dia sudah terbiasa dengan segala bentuk kekejaman manusia terhadap sesamanya.
Pekerjaannya ini mungkin adalah pilihan yang sangat anti mainstream, rekan-rekan seprofesinya paling alergi dengan istilah 'kamar mayat' yang menyeramkan. Tapi pikir Jacob, bila dia ingin menjadi dokter anak atau dokter bedah atau dokter obsgyn atau semacamnya, stok dokter di profesi itu sudah sangat melimpah. Dia ingin menjadi sosok yang lebih bermanfaat di posisi yang tidak diminati rekan-rekan sejawatnya.
Kedua orang tuanya bekerja sebagai dosen di FKH UGM, sama-sama bergelar profesor, Profesor James Peter Indrajaya dan Profesor Gwendolyn Laura Carson. Saudara kembar non identiknya, Joshua Carson Siregar pun seorang profesor dan dia bekerja sebagai dosen patologist di FKH UGM. Jacob ingin sesuatu yang berbeda dari profesi keluarganya.
Malam ini benar-benar melelahkan, dia ingin cepat pulang setelah membereskan alat-alat pembelah tubuh manusia yang tergeletak di meja otopsi.
"Tuan ... EHMM ...TUAN!" seru suara wanita di ruang mayat itu memanggil Jacob.
Bulu kuduk Jacob meremang, mana ada wanita berkeliaran tengah malam di kamar mayat. Apa dia berhalusinasi karena terlalu lelah bekerja dengan mayat? pikir Jacob seraya menggosok-gosok lehernya dengan telapak tangannya.
Wanita itu pun turun dari tempat tidurnya lalu berjalan ke tempat Jacob yang sedang memunggunginya dan sepertinya sibuk membereskan peralatan di meja. Dia menepuk bahu Jacob dan membuat pria itu melonjak di tempatnya berdiri.
"HUUUAAAAA!" teriak Jacob sambil melotot ketika melihat seorang wanita yang dia tahu sudah meninggal sekitar 48 jam yang lalu berdiri di hadapannya dan sedang tersenyum padanya. Dia sendiri yang menerima jenasah wanita cantik tanpa identitas itu kemarin.
"Kok kaget sih?!" tanya wanita tanpa identitas itu dengan bingung pada Jacob.
Jacob menyentuh wajah wanita di hadapannya yang ternyata hangat, dia memeriksa detak jantung wanita itu dengan stetoskop yang biasa dia bawa di dalam jas labnya. Ada detak jantung yang kuat dan ritmis di dada wanita itu.
Dia menggaruk-garuk kepalanya bingung. Apa wanita ini mati suri? Dia yakin saat menerima jenasah wanita ini, kondisinya sudah tanpa ada tanda vital sama sekali, wajahnya pun pucat membiru seperti mayat biasanya.
"Ehh .... Nona, siapa namamu?" tanya Jacob memberanikan diri berbicara dengan wanita itu.
Wanita itu bersedekap sambil menggigiti kukunya yang termanikur rapi seperti sedang berpikir keras. "Sejujurnya ... aku ... tidak ingat siapa namaku ...."
Jacob menepuk jidatnya sendiri dan menghela napas dengan berat. "Baiklah. Aku akan memanggilmu 'JANE' sama seperti nama mayat wanita tanpa identitas. Nona Jane, selamat datang kembali ke dalam dunia orang hidup."
"Apa aku sebelumnya ... mati?" tanya wanita itu lagi dengan tidak percaya.
"Ya, kamu mati akibat pukulan benda tumpul keras yang meremukkan tulang tengkorakmu dan mungkin juga menyebabkan perdarahan hebat di dalam otakmu. Kau beruntung, aku belum menguliti kepalamu hari ini," ujar Jacob dengan santai tanpa mempedulikan perasaan lawan bicaranya.
Wanita itu melongo mendengar ucapan Jacob yang begitu menyeramkan, pria itu apakah psikopat? pikirnya.
"Tuan apa Anda tidak bercanda?" tanya Jane lagi.
"Ehhh .... Nona, maaf dengan berat hati, saya ingin mengatakan bahwa Anda ... telanjang sekarang," ujar Jacob dengan geli seraya menatap dari ujung kaki ke ujung kepala wanita di hadapannya itu.
"AAAARRRRGGHHHH!" teriak Jane histeris seraya menutupi dada dan organ intimnya.
Hal itu membuat Jacob tertawa berderai, sungguh mayat hidup yang aneh! Dia sudah tidak takut lagi karena nampaknya wanita cantik itu bukan hantu. Jacob sudah terbiasa melihat tubuh telanjang karena pekerjaannya.
Jacob pun berjalan ke arah tempat tidur yang tadi dipakai wanita itu. Dia mengambil selembar kain kafan putih itu lalu membelitkan di tubuh wanita itu menyerupai kepompong untuk menutupi ketelanjangannya.
"Oke, kamu tunggu sebentar di sini, Jane. Aku masih harus membereskan peralatan otopsi sebentar saja. Kurasa sebaiknya kau menginap di tempatku malam ini, daripada harus tidur dengan teman-temanmu yang masih tertidur lelap di sini," ujar Jacob dengan geli sambil meletakkan peralatan otopsi sesuai dengan tempat yang seharusnya di troli peralatan.
"Siapa namamu, Tuan?" tanya Jane pada Jacob sambil mencoba duduk di kursi.
/0/5006/coverorgin.jpg?v=cbd43d6bd1c5acf0ab82d896b3f5446d&imageMogr2/format/webp)
/0/3576/coverorgin.jpg?v=79bd0c4fd1e86ba1bc67090a59109612&imageMogr2/format/webp)
/0/21440/coverorgin.jpg?v=d2f267995d0ff6f8d8a6ebde7279917d&imageMogr2/format/webp)
/0/10321/coverorgin.jpg?v=cbc8a3d5aa056db64e7b38b214dbd3c9&imageMogr2/format/webp)
/0/18744/coverorgin.jpg?v=80fadf347cc81c364fa3ac91215c8e85&imageMogr2/format/webp)
/0/7597/coverorgin.jpg?v=cefc29f6d11655747ae502fe3d49070f&imageMogr2/format/webp)
/0/8077/coverorgin.jpg?v=8297417fcfcc55e675e7a5898da132f4&imageMogr2/format/webp)
/0/10754/coverorgin.jpg?v=5ba6a8d9ce5d7531b517696fd75cfe8e&imageMogr2/format/webp)
/0/21133/coverorgin.jpg?v=2b3e2c16ec5b819069c407f4a87beb9d&imageMogr2/format/webp)
/0/30646/coverorgin.jpg?v=deee65eda82bb2e0361df839c61d8ca9&imageMogr2/format/webp)
/0/23122/coverorgin.jpg?v=e07f203525618a6f8d7e40b58e3f2b5b&imageMogr2/format/webp)
/0/5071/coverorgin.jpg?v=fe3ae61d2fc36680cacc0c57a8e23083&imageMogr2/format/webp)
/0/10832/coverorgin.jpg?v=9b9f2c3b7a6e12f9a112bb5eaac99684&imageMogr2/format/webp)
/0/13723/coverorgin.jpg?v=04ed4c67faa8214b17a1b990dc5397e5&imageMogr2/format/webp)
/0/16545/coverorgin.jpg?v=4f70e22dd60d7dd78ffb06b4e475bd0c&imageMogr2/format/webp)
/0/18902/coverorgin.jpg?v=65d19d6cc8fd19ff0990ac7a6a74b941&imageMogr2/format/webp)
/0/6054/coverorgin.jpg?v=cd2cbe497d2e4b6dd12ac5c53834a548&imageMogr2/format/webp)
/0/29378/coverorgin.jpg?v=31a7338747329bae08f0246735a67950&imageMogr2/format/webp)