Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Bab 1
PENGHIANATAN HISYAM
Tin tiiin ....
Terdengar suara klakson dibunyikan panjang. Sekar bergegas menuruni tangga.
"Bun, Sekar berangkat dulu, ya! Sudah dijemput!" pamit Sekar.
"Iya, Nduk. Hati-hati!" sahut Ibunya.
"Bunda istirahat saja. Gak usah ngerjakan apa-apa. Biar Mbok Nah saja."
"Bunda bosen, Nduk, kalo gak boleh ngapa-ngapain," sahut Ibunya.
"Bunda kan, baru sembuh. Jadi, gak boleh terlalu capek."
"Iya, Nduk. Udah sana berangkat. Kasihan bosmu nunggu lama."
"Iya, Bun. Assalamualaikum," ujar Sekar sembari mencium tangan Ibunya.
"Waalaikumsalam," sahut Ibunya.
Sekar segera meninggalkan rumahnya. Rumah minimalis yang dibeli dari hasil catering Bundanya.
"Halo, sayang! Maaf, ya, nunggunya lama!" ujar Sekar setelah masuk ke dalam mobil.
"Gak papa. Disuruh nunggu berapa lamapun aku siap, kok! Apapun buat kamu, sayang!"
"Ish ... pagi-pagi sudah gombal. Udah ah, ayo, berangkat!"
"Oke, sayang!"
Aldi, atasan sekaligus kekasih Sekar segera melajukan kendaraannya. Aldi merupakan direktur utama di perusahaan tempat Sekar bekerja. Sedangkan Sekar adalah sekretarisnya.
Sekar mengawali karir di perusahaan tersebut sebagai staf administrasi. Berkat kelihaiannya, dalam waktu tiga tahun dia sudah naik jabatan menjadi sekretaris pribadi sekaligus kekasih gelap sang bos. Ya, hanya kekasih gelap karena sang bos telah memiliki seorang istri.
"Istri kamu gak curiga kamu sering pulang telat dan berangkat pagi-pagi gini?" tanya Sekar.
"Gaklah! Dia itu percaya sekali sama aku," sahut Aldi.
"Masak sih?"
"Beneran. Lagian, aku beralasan sama dia kalau kantor lagi ada masalah serius."
"Ha ... pinter banget kamu!" sahut Sekar.
"Iya, dong! Harus itu!" sahut Aldi.
*************************
Di rumah, Bunda Sekar menangis sedih. Jujur, dia tidak rela dengan jalan yang ditempuh Sekar. Namun, segala kesakitan yang pernah Sekar alami selama ini, mengobarkan api dendam di dalam dadanya.
Semua itu bermula pada kejadian dua puluh tahun yang lalu. Saat itu, Sekar berusia tujuh tahun.
*******
Dua puluh tahun yang lalu
"Bun, Ayah mana?" tanya Arum. Sekar kecil biasa dipanggil Arum. Sekar Arum Wardani, nama yang diberikan oleh sang ayah kepadanya.
"Maaf, Rum. Hari ini, Ayah ada pekerjaan yang gak bisa ditinggalkan," sahut Bundanya.
"Tapi, Bun, kan Ayah sudah janji. Pas hari ulang tahunku yang ketujuh, Ayah mau ngajak Arum jalan-jalan," rengek Arum.
"Iya, Sayang! Maafkan Ayah, ya! Begini saja, bagaimana kalau jalan-jalannya sama Bunda saja? Arum mau kemana?"
"Gak asik, Bun! Arum maunya sama Ayah juga!" rengek Arum lagi.