Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Keira memindai jam di pergelangan tangannya. Pukul delapan lewat empat puluh lima menit. Berarti lima belas menit lagi baru jam kerjanya akan berakhir. Hari ini ia memang kebagian shift sore di ruang IGD. Yang artinya ia akan bertugas mulai dari pukul dua sore sampai dengan pukul sembilan malam. Sebagai seorang perawat, jam kerjanya memang diatur sesuai dengan shift yang ditentukan oleh pihak rumah sakit.
Kamu ingin cepet-cepet pulang untuk apa, Ra? Untuk Panji? Tapi suamimu itu toh tidak pernah menanti kepulanganmu? Sudahlah. Jangan terus membohongi hatimu, Ra. Kasihan. Karena kamu telah menipunya sekian lama.
Keira mengeleng-gelengkan kepala. Mencoba mengibaskan bayang-bayang gelap hidupnya selama kurang lebih satu setengah tahun ini. Ya, satu setengah tahun lalu, ia terpaksa menggantikan adik kembarnya, Keisha, untuk menikah dengan Panji Wicaksana. Adik kembarnya itu kabur seminggu menjelang hari pernikahannya. Keluarga besarnya kalang kabut. Selama seminggu penuh keluarga besarnya tidak henti-hentinya mencari keberadaan adik kembarnya tersebut.
Ketika tiba di hari H dan Keisha belum juga ditemukan, ibunya dengan berurai air mata memintanya untuk menggantikan posisi Keisha. Ibunya beralasan kalau ia harus menyelamatkan muka keluarga besarnya. Dan seperti biasa, ia tidak kuasa menolak keinginan ibunya. Ia mengiyakan walaupun pengantin prianya terlihat begitu enggan untuk melanjutkan pernikahan. Dari cerita yang ia dengar, sebenarnya Panji sempat menolak keras untuk dinikahkan dengannya. Namun karena kedua orang tuanya terus saja memaksa, mau tidak mau ia menurut juga. Tetapi sangat jelas terlihat kalau ia setengah hati menjalaninya.
Begitulah akhirnya. Mereka berdua memang menikah juga. Hanya saja mereka berdua tidak pernah menjadi suami istri yang sesungguhnya. Ada beberapa kesepakatan yang telah mereka setujui bersama. Salah satu poinnya adalah mereka tidak akan berhubungan suami istri selama mereka belum memiliki rasa cinta. Makanya selama satu setengah tahun pernikahannya, ia masih tetap seorang perawan. Mereka memang tidur seranjang. Tetapi selalu ada guling yang memisahkan di tengah-tengah ranjang. Mereka juga tidak saling mencampuri urusan pribadi masing-masing. Ia tidak pernah tahu apa kesibukan suaminya, ataupun kegiatan-kegiatannya. Begitu juga suaminya. Mereka benar-benar asing satu sama lain.
Sekitar pukul 20.30 WIB, seorang ibu hamil diantar oleh keluarganya masuk ke ruangan Instalasi Gawat Darurat. Di atas kursi rodanya, sang ibu yang ditaksir berusia sekitar 30 tahunan itu terus merintih kesakitan. Tangan kanannya tidak berhenti mengelus-elus perut besarnya. Sepertinya si ibu akan segera melahirkan.
Keira segera menghampiri si ibu dan membaringkannya di examination table atau meja periksa pasien. Sembari menunggu dokter IGD yang sedang ke kamar kecil, Keira menanyakan keluhan si ibu. Menurut si ibu, pinggangnya terasa nyeri dan perutnya mulas sekali. Air bening telah keluar melalui kemaluannya sejak satu jam yang lalu. Berdasarkan keterangan si ibu, Keira menyimpulkan kalau si ibu mengalami kontraksi dan telah pecah air ketuban.
Keira segera meminta perawat jaga untuk melakukan anamnesis dan mencatat data-data pasien untuk keperluan registrasi rawat inap di ruang administrasi. Sementara ia sendiri melakukan pemeriksaan fisik serta tanda-tanda vital pada tubuh si ibu. Keira mengecek tekanan darah, nadi dan pernafasan si ibu. Setelah memastikan kalau keadaan si ibu baik-baik saja, Keira mengajari si ibu teknik relaksasi. Gunanya adalah untuk menghilangkan nyeri dengan pola nafas efektif.
Dokter IGD tiba tepat pada pukul sembilan malam. Itu artinya jam kerjanya telah usai. Setelah si ibu ditangani oleh dokter IGD, barulah ia melakukan serah terima pekerjaan dengan perawat yang akan bertugas berikutnya. Ia melaporkan jumlah pelaksanaan operasi, alat-alat medis dan keperawatan serta jumlah obat-obatan yang telah terpakai. Setelah semua tugasnya selesai, Keira bergegas menuju loker. Ia menukar seragam perawatnya dengan pakaian biasa. Setelah itu barulah ia memesan taksi online dan bersiap pulang ke rumah.
Selama menunggu datangnya taksi online, Keira kembali tercenung. Setiap kali memikirkan tentang nasib rumah tangganya, ia putus asa. Sungguh, menjadi seorang istri yang tidak dianggap itu sangat menyakitkan. Suara klakson mobil membuyarkan lamunannya. Taksi online yang ia pesan telah tiba. Dan ia kembali melanjutkan lamunan sepanjang perjalanan. Empat puluh lima menit kemudian ia telah tiba di rumah. Pandangannya tertuju pada mobil Panji terparkir di garasi. Itu artinya Panji tidak keluar rumah malam ini. Tumben sekali. Biasanya jika dirinya tugas sore atau tugas malam, Panji akan hang out hingga tengah malam atau pagi buta sekalian. Kepada kedua orang tuanya, Panji selalu beralasan kalau ia kesepian di rumah karena istrinya sedang bertugas. Keira sampai ingin menganugerahi Panji piala Oscar saking piawainya suaminya itu dalam berakting. Peran sebagai suami yang sangat mencintai istrinya, watak sekali dilakoni oleh Panji.
Saat tiba di depan pintu utama, Keira menarik napas panjang dua kali dan menghembuskannya perlahan melalui mulut. Ia harus merelaksasikan dirinya terlebih dahulu, sebelum berakting.
Inhale... exhale... Oke Keira, sekarang waktunya bermain telenovela. Tegakkan bahu dan pasang senyum terlebar lo. Satu, dua, tiga, action!
"Assalamualaikum Bu, Ayah, Mas Panji," Keira mengucapkan salam sembari melangkahkan kaki ke ruang tamu. Tiga kepala menoleh serempak ke arahnya seraya membalas salamnya.
"Kamu ini bagaimana tho Nji? Bukannya menjemput Keira, eh kamu malah ongkang-ongkang kaki saja di rumah. Kasihan istrimu pulang sendirian malam-malam seperti ini?" omel ibu mertuanya sambil memelototi Panji.
"Mas Panji tadinya memang ingin menjemput Keira, Bu. Hanya saja Keira tolak. Keira pikir Mas Panji 'kan sudah capek seharian kerja di kantor. Jadi biar saja Mas Panji beristirahat di rumah, Bu," ucap Keira. Ia tidak ingin memojokkan Panji. Ia 'kan sedang berakting sebagai seorang istri yang baik.
"Lain kali kalau kamu tugas sore atau malam, telepon saja, Mas, Ra. Mas pasti akan menjemput kamu pulang," sela Panji penuh perhatian. "Ayo, sekarang bersihkan dirimu dan segera istirahat," lanjut Panji seraya beringsut dari sofa. Dengan beriringan mereka berdua masuk ke dalam kamar. Setelah pintu kamar tertutup, akting pun di cut.
"Mulai besok saya akan mencarikan seorang supir untuk kamu. Jadi kamu tidak perlu lagi berakting sebagai seorang istri yang teraniaya. Saya mau keluar. Jangan mengunci pintu kamar," ancam Panji dingin. Keira hanya mengangguk kecil. Beginilah keadaan mereka yang sesungguhnya apabila sudah berada jauh dari telinga orang lain.
"Kalau nanti ayah atau ibu menanyakan keberadaan, Mas. Saya harus jawab apa?"
"Terserah," jawab Panji singkat. Panji kemudian membuka pintu kamar dan berlalu begitu saja dari hadapannya.