Suamiku Memilih Maduku

Suamiku Memilih Maduku

suyono

5.0
Komentar
Penayangan
36
Bab

Arlisa meminta suaminya, Radwan, untuk menikah lagi-sebuah keputusan yang ia ambil hanya demi mendapatkan perhatian yang sudah lama hilang dari pria itu. Ia berharap dengan adanya orang ketiga, Radwan akan kembali menyadari keberadaannya, kembali menoleh dan menyentuh dirinya seperti dulu. Namun kenyataan berbalik menyakitkan. Radwan justru larut dalam kemesraan bersama istrinya yang baru. Senyum, tatapan lembut, hingga sentuhan penuh gairah yang dulu Arlisa rindukan, kini hanya ia saksikan berpindah kepada madunya. Arlisa hanya bisa menelan pahit, menahan sesak di dada setiap kali melihat kebahagiaan yang tak lagi menjadi miliknya. Mampukah Arlisa bertahan dalam badai gairah yang semakin tak tertahankan? Ataukah ia akan memilih jalan yang berbeda-mencari pelukan hangat di luar rumah yang seharusnya menjadi tempat ternyaman?

Bab 1 menikah lagi

Arlisa duduk di tepi ranjang besar berlapis sprei putih itu dengan tatapan kosong. Jam di dinding menunjukkan pukul sebelas malam, tapi ia masih terjaga. Tangannya meremas ujung selimut, sementara pikirannya melayang jauh, memutar ulang percakapan yang beberapa minggu lalu ia lontarkan pada suaminya.

"Bang... mungkin abang sebaiknya menikah lagi saja."

Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibirnya waktu itu, dalam keadaan hati yang penuh keraguan dan putus asa. Ia masih bisa mengingat jelas wajah Radwan, suaminya, yang tampak terkejut, lalu terdiam lama sebelum akhirnya menatapnya dengan sorot yang sulit ditebak.

Arlisa tidak sedang bergurau. Ia sungguh-sungguh merasa bahwa rumah tangga mereka mulai kehilangan kehangatan. Radwan jarang menyentuhnya, jarang berbicara panjang, bahkan sekadar duduk berdua sambil minum teh di teras pun semakin langka. Dingin. Semua terasa dingin.

Awalnya Arlisa berpikir itu hanya fase. Radwan mungkin lelah bekerja, mungkin stres dengan beban kantor. Tapi setelah berbulan-bulan, keadaan tak kunjung berubah. Sentuhan yang dulu membuatnya merasa hidup kini nyaris hilang. Pelukan sebelum tidur hanya tinggal kenangan.

Arlisa bukan tipe istri yang menuntut banyak. Ia bisa mengurus rumah, melayani dengan sabar, dan berusaha memahami keadaan suaminya. Tapi ia juga perempuan, dengan hati yang butuh kasih sayang, dan tubuh yang merindukan belaian. Dan ketika semua itu tidak ia dapatkan, Arlisa mencari cara lain-cara yang menurutnya bodoh, tapi saat itu ia merasa itu satu-satunya jalan.

Ia berharap, jika Radwan punya madu, ia akan tersulut rasa cemburu, lalu justru kembali mencari Arlisa. Bukankah sering kali manusia baru menghargai sesuatu ketika hampir kehilangan?

Namun, malam-malam seperti ini membuat Arlisa sadar bahwa dirinya mungkin telah mengambil keputusan paling gila dalam hidup.

"Lis, kamu yakin?" suara lembut tapi mantap itu menggema di telinganya. Radwan menanyakan ulang kala Arlisa menyarankan pernikahan kedua.

Arlisa menunduk, menahan getar di dadanya. "Aku... aku cuma ingin abang bahagia. Kalau memang aku tidak bisa memenuhi semuanya, mungkin ada perempuan lain yang bisa. Mungkin setelah itu abang bisa kembali... menoleh padaku."

Radwan memandangnya dengan tatapan sulit diartikan. Ada ketegasan, ada kebingungan, tapi juga seolah ada secercah lega. Dan saat Radwan akhirnya menyetujui gagasan gila itu, hati Arlisa justru hancur, meski bibirnya tersenyum samar.

Kini, beberapa minggu setelah akad itu berlangsung, kenyataan mulai benar-benar menamparnya. Radwan menikah lagi dengan seorang perempuan muda bernama Raline. Cantik, segar, penuh semangat-persis lawan dari dirinya yang mulai kusam oleh rutinitas.

Arlisa sering mendengar tawa mereka dari kamar sebelah. Tawa yang dulu sering menghiasi ruang keluarga, kini hanya menjadi tamu asing di telinganya. Kadang ia mendengar suara lembut Radwan memanggil nama istrinya yang baru, dengan nada manja yang sudah lama tidak pernah ia dengar lagi.

Dan malam ini, ketika tembok kamar tipis itu seolah tidak mampu menahan kenyataan, Arlisa menggigit bibirnya erat-erat. Ada suara langkah, ada bisikan, lalu ada tawa renyah Raline yang membuat hatinya seperti disayat.

Air mata Arlisa jatuh tanpa bisa ia cegah. Ia menutup wajah dengan kedua tangannya, mencoba meredam suara yang menembus dinding.

"Ya Allah... ini bukan yang aku harapkan," lirihnya. "Aku cuma ingin dia kembali padaku, bukan pergi semakin jauh..."

Hari-hari Arlisa berjalan dalam bayang-bayang luka. Saat pagi tiba, ia tetap menyajikan sarapan seperti biasa. Nasi goreng kesukaan Radwan, teh hangat, dan potongan buah. Tapi Radwan jarang menyentuhnya. Ia sudah terlalu terbiasa dengan sarapan buatan Raline yang katanya lebih variatif, lebih segar, lebih 'anak muda'.

Pernah suatu kali, Arlisa melihat Radwan mencicipi sup buatan Raline di meja makan sambil memuji, "Ini enak sekali, Lin. Kamu belajar dari mana?" Dan saat itu, hati Arlisa remuk menjadi serpihan kecil.

Ia ingin berteriak bahwa dirinya juga bisa memasak enak, bahwa selama bertahun-tahun ia sudah mencoba menyenangkan hati Radwan dengan makanan kesukaan. Tapi lidahnya kelu. Ia hanya bisa tersenyum hambar, lalu beranjak ke dapur dengan alasan membereskan piring.

Di ruang tamu, Arlisa duduk seorang diri sambil menatap foto pernikahannya dengan Radwan. Foto itu penuh senyum bahagia. Waktu itu, ia percaya cinta mereka cukup untuk menghadapi apapun. Radwan pernah berjanji akan selalu ada untuknya.

Tapi janji, ternyata, bisa pudar oleh waktu.

"Kenapa aku yang harus meminta semua ini terjadi?" bisiknya getir. "Kenapa aku begitu bodoh, mengizinkan madu hadir di rumahku sendiri?"

Suara hatinya terus bertarung. Di satu sisi, ia masih sangat mencintai Radwan. Ia masih ingin dipeluk, masih ingin disentuh, masih ingin diperhatikan. Tapi di sisi lain, ia lelah menjadi penonton dalam panggung rumah tangga sendiri.

Malam demi malam, gairah yang ia pendam semakin menyesakkan. Arlisa masih perempuan normal, dengan darah dan daging yang merindukan keintiman. Tapi Radwan tak lagi menyentuhnya. Bahkan, sekadar menoleh pun jarang.

Arlisa pernah mencoba mendekat. Suatu malam, ia masuk ke kamar Radwan dengan harapan bisa berbaring di sampingnya, seperti dulu. Namun, Radwan dengan halus berkata, "Lis, aku capek. Tidurlah di kamarmu, ya."

Dan sejak malam itu, Arlisa tak berani lagi mencoba. Ia merasa seperti orang asing di rumah sendiri.

Hari berganti minggu, dan luka Arlisa kian dalam. Ia mulai sering menyendiri di kamar, membaca buku, atau menulis curahan hati di buku catatan lusuhnya.

Di halaman terakhir catatan itu, ia menulis:

"Aku ingin bahagia, tapi kebahagiaan itu seperti menjauh. Aku ingin cinta, tapi cinta itu kini terbagi. Sampai kapan aku bisa bertahan?"

Sore itu, saat hujan turun deras, Arlisa berdiri di depan jendela, menatap tetesan air yang berlari di kaca. Radwan belum pulang, katanya menemani Raline belanja ke mall. Dan ia? Sendirian lagi, dengan segelas teh yang sudah dingin di tangan.

Tiba-tiba, hatinya bertanya lirih, "Haruskah aku mencari kehangatan di luar? Haruskah aku mencari seseorang yang bisa membuatku merasa hidup lagi?"

Pertanyaan itu membuat Arlisa merinding sendiri. Ia tahu itu berbahaya. Tapi semakin ia menahannya, semakin sesak rasanya.

Malam itu, ketika Radwan pulang dengan wajah sumringah membawa kantong belanjaan bersama Raline, Arlisa tersenyum tipis. Senyum yang dipaksakan, yang tak pernah sampai ke matanya.

Dalam hati, ia sadar satu hal: jalan yang ia pilih telah menjadi bumerang. Dan kini, ia berdiri di persimpangan paling sulit dalam hidupnya-bertahan dalam rumah tangga yang dingin, atau pergi mencari pelukan hangat di luar sana.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh suyono

Selebihnya
Suami Yang Menolak, Hati Yang Hancur

Suami Yang Menolak, Hati Yang Hancur

Romantis

5.0

Almira terpaksa menikahi ayah dari murid les privatnya, Adrian Elvano, setelah sebuah insiden tak terduga membuat mereka kedapatan tidur bersama dalam satu kamar hotel. Kejadian itu murni salah paham, namun Mami dan nenek Adrian bersikeras bahwa satu-satunya cara untuk menjaga nama baik keluarga adalah dengan menikahkan mereka. Adrian awalnya menolak mentah-mentah. Ia menegaskan bahwa peristiwa itu hanyalah kesalahpahaman belaka. Namun, di bawah tekanan keluarga, pernikahan tetap dilangsungkan, dan Adrian terpaksa mengucap janji yang tidak pernah ia inginkan. Sejak awal, penolakan Adrian tak pernah berhenti. Setiap sikap dingin dan tatapan acuhnya membuat Almira harus menahan pedih yang perlahan menggerogoti hati. Ia sendiri tak pernah menginginkan pernikahan ini, namun keadaan memaksanya. Tinggal di rumah besar milik Adrian terasa seperti menapaki lorong sunyi-penghuninya bahkan tak pernah menganggapnya ada. Bagi Adrian, Almira hanyalah guru les anaknya yang secara kebetulan tinggal di rumah tersebut, bukan seorang istri. Trauma masa lalu bersama istri pertamanya membuat Adrian menutup rapat pintu hatinya. Ia sama sekali tak berniat menikah lagi, apalagi mencintai seseorang. Kehadiran Almira dianggapnya sebagai beban yang harus segera ia lepaskan. Di tengah rasa terasing dan tidak diakui, muncul tawaran pertukaran pelajar ke luar negeri. Almira mulai mempertanyakan: apakah ia harus menerima kesempatan itu demi keluar dari rumah yang tak pernah menerimanya, atau bertahan meski hatinya terus terluka?

Buku serupa

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Gavin
5.0

Suamiku, Banyu, dan aku adalah pasangan emas Jakarta. Tapi pernikahan sempurna kami adalah kebohongan, tanpa anak karena kondisi genetik langka yang katanya akan membunuh wanita mana pun yang mengandung bayinya. Ketika ayahnya yang sekarat menuntut seorang ahli waris, Banyu mengusulkan sebuah solusi: seorang ibu pengganti. Wanita yang dipilihnya, Arini, adalah versi diriku yang lebih muda dan lebih bersemangat. Tiba-tiba, Banyu selalu sibuk, menemaninya melalui "siklus bayi tabung yang sulit." Dia melewatkan hari ulang tahunku. Dia melupakan hari jadi pernikahan kami. Aku mencoba memercayainya, sampai aku mendengarnya di sebuah pesta. Dia mengaku kepada teman-temannya bahwa cintanya padaku adalah "koneksi yang dalam," tetapi dengan Arini, itu adalah "gairah" dan "bara api." Dia merencanakan pernikahan rahasia dengannya di Labuan Bajo, di vila yang sama yang dia janjikan padaku untuk hari jadi kami. Dia memberinya pernikahan, keluarga, kehidupan—semua hal yang tidak dia berikan padaku, menggunakan kebohongan tentang kondisi genetik yang mematikan sebagai alasannya. Pengkhianatan itu begitu total hingga terasa seperti sengatan fisik. Ketika dia pulang malam itu, berbohong tentang perjalanan bisnis, aku tersenyum dan memainkan peran sebagai istri yang penuh kasih. Dia tidak tahu aku telah mendengar semuanya. Dia tidak tahu bahwa saat dia merencanakan kehidupan barunya, aku sudah merencanakan pelarianku. Dan dia tentu tidak tahu aku baru saja menelepon sebuah layanan yang berspesialisasi dalam satu hal: membuat orang menghilang.

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Cris Pollalis
5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku
Suamiku Memilih Maduku
1

Bab 1 menikah lagi

17/08/2025

2

Bab 2 Arlisa hanya diam

17/08/2025

3

Bab 3 aku tahu ini mungkin salah waktu

17/08/2025

4

Bab 4 rumah begitu ramai

17/08/2025

5

Bab 5 sinetron malam

17/08/2025

6

Bab 6 penuh kebahagiaan

17/08/2025

7

Bab 7 menertawakan kesedihan

17/08/2025

8

Bab 8 perempuan itu adalah dirinya sendiri

17/08/2025

9

Bab 9 menyelesaikan pekerjaannya

17/08/2025

10

Bab 10 membantunya mendapatkan uang sendiri

17/08/2025

11

Bab 11 benar-benar melakukan ini

17/08/2025

12

Bab 12 pendingin ruangan semalam

17/08/2025

13

Bab 13 mimpi buruk

17/08/2025

14

Bab 14 antara Radwan dan Raline

17/08/2025

15

Bab 15 mustahil

17/08/2025

16

Bab 16 semakin aman ia akan berada

17/08/2025

17

Bab 17 rasa lega

17/08/2025

18

Bab 18 membutuhkan lebih

17/08/2025

19

Bab 19 sarapan lengkap

17/08/2025

20

Bab 20 kekhawatiran

17/08/2025

21

Bab 21 sekarang yang penting adalah kau aman

17/08/2025

22

Bab 22 tumpangan pulang

17/08/2025

23

Bab 23 mata yang menyala amarah

17/08/2025

24

Bab 24 ruang keluarga

17/08/2025

25

Bab 25 Hatinya berdebar

17/08/2025

26

Bab 26 serius dan hangat

17/08/2025

27

Bab 27 tidak ada ruang untuk kesalahan

17/08/2025

28

Bab 28 harus diperhitungkan

17/08/2025

29

Bab 29 menentukan keselamatannya

17/08/2025

30

Bab 30 Hatinya dipenuhi rasa takut

17/08/2025

31

Bab 31 berpura-pura membaca buku

17/08/2025

32

Bab 32 memanfaatkan

17/08/2025

33

Bab 33 hanyalah kedok

17/08/2025

34

Bab 34 membutuhkan perlindungan

17/08/2025

35

Bab 35 tekad yang membara

17/08/2025

36

Bab 36 menyimpan rasa sakit

17/08/2025