Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
"Pa, hari ini kan hari libur, bagaimana kalau kita mengajak anak-anak untuk berwisata. Tempatnya terserah sama Papa, mau kemana. yang penting kita mengisi hari libur anak-anak dengan kegiatan yang menyenangkan."
Aku mencoba menawarkan kepada Arza. Kan kasihan juga melihat anak-anak selalu mengisi hari libur tanpa Papa mereka. Memang sih biasanya juga cuma saya yang menemani hari-hari libur mereka.
Ting......!
Sebuah bunyi notifikasi di layar ponselnya. Dengan cepat Arza membuka pesan itu. Sejenak dia tersenyum, lalu dengan cekatan dia mengambil jaket dan mamakai sepatunya.
"Mau kemana, Pa. Bagaimana tadi, bisa atau tidak kita menemani anak-anak liburan hari ini."
"Aduuh maaf, Ma. Ini ada yang minta pertolongan Papa."
Aku mengernyitkan dahi, siapa yang meminta pertolongannya hingga membuat pria ini melakukan gerak cepat.
"Siapa memangnya, Pa?"
"Debbie Ma. Katanya minta di anterin ke kampus, soalnya ada tugas mendadak dari dosennya."
"Tapi bisa kan Pa nanti pulang cepet. Soalnya kasihan anak-anak menunggu."
Sejenak Arza seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Begini saja, kalian berangkat saja duluan. Nanti kalau sempet Papa bakalan nyusul."
"Tapi kan, Pa. Debbie bisa saja naik taksi atau ojol."
"Mama ini bagaimana. Itukan keponakan Mama sendiri. Kok tega nyuruh dia pake taksi. Lagian siapa lagi yang akan peduli padanya Selain kita. Ya udah Papa berangkat dulu."
Memang Debbie adalah keponakanku. Ayahnya yang merupakan kakak kandungku, sudah meninggal setahun yang lalu, akibat kecelakaan. Oleh karena itu kamilah yang harus pembantu menjaganya.
Dari biaya kuliahnya, kami tidak segan-segan untuk menolong dan juga untuk biaya hidup sehari-hari Debby bersama Mbak Zorah, kami tidak segan-segan untuk membantu.
Tapi meskipun begitu tidak seharusnya Arza mengabaikan anak-anak. Walau bagaimanapun anak-anak membutuhkan sosok seorang Ayah.
"Ma, lihat si Hafis, dia liburan sama Papanya, si Ega juga. Kok kami berdua sama Mama terus ya?"
Davin, putra sulungku mengadu pagi tadi. Mukanya cemberut. Sedangkan Divan, cuma manggut-Manggut saja sambil mengunyah ayam bakar. Memang dia hobi makan. Makanya tubuhnya lebih gede bila di banding sama si kakak.
Mereka adalah putra kembarku. Memang sang Papa jarang punya waktu buat mereka.
"Nak, Papa sibuk mengurus pekerjaan. Supaya dapat uang untuk belanja Davin dan Divan."
Sebisa mungkin aku mencoba memberi mereka pengertian.
"Lhaa Mama juga kerja, tapi masih ada waktu kan buat nemenin kami. Kok Papa enggak sih, Ma?"
Davin yang baru memasuki kelas 3 SD itu sudah pintar mematahkan argumen.
"Kerjaan Mama sama Papa itu beda. Pekerjaan Papa lebih banyak di banding Mama."
"Eh Mama lihat tuh, Barca, Papanya juga bekerja di tempat yang sama dengan Papa. Tapi dia sering kok jalan sama Papanya. Pergi sekolah juga sering di anterin sama Papanya. Kok aku tidak ya"
Memang susah menghadapi anak yang kritis seperti Davin. Ada ada saja yang menjadi jawabannya.
"Iya iya nanti pasti Papa punya waktu untuk kalian oke?"