Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Cempaka Akshita Atmaja namaku, usiaku baru sepuluh tahun saat mengenal dirinya. Aku tahu benar jarak usia kami jauh, saat itu saja usianya sudah delapan belas tahun.
Kata tante Bunga cinta tak memandang usia, ya mungkin memang begitu. Namun seiring berjalannya waktu ia mulai menjauh dariku. Menjaga jarak dan selalu ketus terhadapku. Nama pria pujaanku adalah Abimanyu Ernesto, Ernesto adalah nama tengahnya. Neneknya 'Mbah Sri' begitu aku memanggilnya, beliau mengatakan nama belakangnya pantang disebut karena hanya akan mengingatkan kesedihannya ditinggalkan oleh kedua orangtuanya yang pergi ke negeri lain dan meninggalkannya bersama sang nenek.
Seiring berjalannya waktu semakin banyak luka yang ia torehkan. Selama ini aku berusaha mentoleransi segala tingkah lakunya yang dingin dan menjadi seorang playboy.
Walaupun dia tidak banyak bicara terhadapku, dulunya kupikir dirinya memang pendiam tetapi ternyata berbeda jika berhadapan dengan wanita lain. Ia selalu ramah dan murah senyum.
Sampai pada akhirnya hatiku mulai meragu dan aku merasa kalah. Perjuanganku agar terlihat pantas di hadapannya selama ini tampak sia-sia saja.
Inilah kisah perjuangan cintaku. Seperti kata mami, "Hidup penuh perjuangan Nak."
Saat ini aku sudah menyelesaikan pendidikan strata dua di usia ke 24 tahun sekarang ini. Papi memintaku untuk kembali, hatiku meragu akankah aku sanggup kembali bertemu dengannya?
*****
"Mami, siapa jemput Cempaka?" tanya Jovan kepada istrinya.
Alma yang sedang menata makan siang suaminya di showroom mereka menghentikan kegiatannya dan menatap suaminya itu.
"Mau balik sendiri katanya dia nggak mau dijemput," jawab Alma.
Jovan mendengus kemudian berjalan ke arah wastafel dan mencuci tangannya.
"Tadi juga waktu dia telepon, Papi juga udah tawarkan mau jemput dia nggak mau," ujar Jovan lagi.
"Dia katanya mau singgah ke suatu tempat untuk mengurus sesuatu," ujar Alma.
"Aku khawatir dia nggak akan mau di Indonesia lagi lho, perasaanku begitu. Terlalu lama tinggal di luar negeri membuat anak itu keasYikan dan lupa tanah air," keluh Jovan seraya duduk di depan istrinya dengan cemberut.
"Iish Papi ih ... jangan bilang begitu, anak kita nggak mungkin begitu ah!"
Abimanyu yang sedari tadi ada di ruangan yang sama dengan mereka, dan sedang menyelesaikan laporan bulanan menyimak setiap perkataan pasangan paruh baya tersebut. Ia jelas tahu siapa yang mereka bicarakan. Gadis manja usil yang selalu merecoki dirinya dan tak tahu malu sering kali menyatakan suka padanya, akhirnya kembali lagi.
Abimanyu sebenarnya juga penasaran bagaimana penampakan Cempaka sekarang sudah lama sekali rasanya ia tak melihat gadis itu. Terakhir kali pertemuan mereka jelas sekali jika gadis itu selalu berusaha menghindarinya, tentu saja ia tahu sebabnya. Mungkin gadis itu, saat ini sudah sadar sekarang bahwa mereka tidak sederajat. Apalagi Cempaka sudah sukses, pastinya di negeri Paman Sam sehingga ia jarang sekali pulang jika tidak ibunya yang memaksa.
Ponsel Alma berdering wanita itu segera beranjak mengangkatnya.
"Halo Nak."
"Mami, Cempaka masih sibuk nanti malam saja ya ke rumah?" ujar Cempaka yang tampaknya sedang sibuk, di belakangnya tampak terdengar bising suara kendaraan sepertinya anak itu sedang berada di pinggir jalan.
"Kamu menginap di rumah kan?" tanya Alma.
Terasa ada jeda sebelum Cempaka menjawab, "Nggak Mami, Cempaka nanti di apartemen saja. Cempaka masih harus meeting dengan Om Marco Wijaya." Suara Cempaka dengan rasa bersalah, ia tahu orang tuanya pasti sudah rindu berat padanya. Namun ia memang harus bertemu dengan Marco sekarang sebelum pria itu ke Bandung.
Alma menghela napas, ia kecewa tetapi apa daya demi masa depan putrinya juga. Anak itu tidak mau membebani orang tuanya ia ingin mandiri tanpa memanfaatkan nama besar keluarganya.
"Harus ya ketemu Marco sekarang?" tanya Alma lagi.
"Iya Mami, maaf ya cantik. Emmuuach," rayu Cempaka.
"Ya sudah kalau begitu, tapi kamu tetap harus singgah di rumah ya Nak. Semalam apapun kamu datang kami akan tunggu," pinta Alma, kemudian menutup telepon setelah mendapatkan jawaban dari Cempaka.