Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Marry Me, Uncle!

Marry Me, Uncle!

Writer Gaje

5.0
Komentar
877
Penayangan
10
Bab

Sejak kematian sang Ayah, Aletta tinggal bersama Paman Sam. Pria dewasa itu menjaganya dengan baik. Membuat Aletta diam-diam tertarik. Merawat gadis menawan seperti Aletta terasa berat bagi Samudera. Bukan karena keponakannya nakal atau merepotkan, hanya saja ... kadang-kadang, dia mulai goyah dan tergoda. Meski sama-sama memiliki pasangan dan berstatus paman-keponakan ... perasaan terlarang itu jelas ada. ___ -NNA27- Pict by Freepik. Edit by AddText. Free for commercial use.

Bab 1 Terciduk di Tempat Terlarang

"Sudah kubilang aku tidak ingin diganggu!" Samudera membentak begitu seseorang membuka pintu ruangannya.

Dia sudah memperingatkan pada Kayla untuk tidak membiarkan siapapun masuk ke ruangannya hari ini. Tapi, bagaimana bisa ada orang yang lancang membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dahulu?

"Paman Sam!" Suara nyaring perempuan remaja itu membuat Samudera mengalihkan pandangan.

Begitu menemukan Aletta, keponakannya berdiri di ambang pintu, pria itu sedikit menganga. Beberapa saat kemudian mencoba kembali fokus pada komputer di hadapan.

Dia Aletta Prasaja. Keponakan atau yang orang bahkan anggap putrinya sendiri. Sebab sejak kematian Ayahnya, perempuan cantik itu tinggal bersamanya.

"O-oh ... kau." Pria berambut sedikit pirang itu menyahut singkat.

"Kenapa tidak pernah pulang? Aku menunggumu dari dua hari yang lalu," tanya perempuan cantik dengan dress putih tulang selutut itu dengan nada merajuk.

"Aku sedang sibuk. Memangnya kenapa kau mencariku? Uang jajanmu habis?" tanya Samudera tanpa mau menatap wajah perempuan itu yang kini mulai duduk di atas meja kerja.

"Memangnya aku hanya boleh menemuimu saat uang jajanku habis?!" tanya perempuan itu balik sambil mendengkus sebal.

"Perhatikan rokmu, Aletta!" tegur Samudera sambil melotot galak.

Aletta menyengir tanpa dosa sambil segera memperbaiki dress bagian bawahnya yang tersingkap saat naik ke atas meja tadi. Berikutnya, perempuan itu menggeser tubuh hingga tepat berada di meja depan pamannya.

"Let's go home, Uncle!" pinta Aletta sambil meraih kedua bagian pipi sang paman kemudian mencubitnya gemas.

Samudera mendengkus, tapi tak ayal segera berdiri kemudian mengangkat tubuh mungil perempuan itu.

"Baiklah, ayo kita pulang!" jawab Samudera sambil menurunkan Aletta ke lantai.

"Oh iya, aku juga ingin mengenalkan seseorang. Dia sedang menunggu di rumah," sahut perempuan itu begitu teringat sesuatu.

"Siapa?"

"Kekasihku. Aku ingin Paman melihatnya. Apakah dia cocok denganku atau tidak," jawab perempuan itu sambil tersenyum gembira.

Sejenak, pria dengan setelan jas abu itu mematung. Beberapa saat kemudian, memberikan seulas senyum singkat.

"Baiklah. Mari kita lihat dia," timpal Samudera lirih.

'Pria seperti apa yang berani mengambil hati gadisku,' sambung Samudera dalam hati.

***

"Perkenalkan, Om. Saya Revano, pacarnya Letta." Samudera bersedekap dada sambil memandangi pemuda di depannya yang tampak gugup.

Mungkin merasa terintimidasi oleh tatapan penuh selidiknya. Berbanding terbalik dengan Aletta yang malah sibuk memakan es krim pemberian Pamannya di jalan pulang tadi.

"Punya apa kamu sampai berani memacari keponakan saya?" tanya Samudera cepat.

Aletta mengerjap. Apa pertanyaan pamannya tidak terlalu berlebihan? Setahu Aletta, pertanyaan semacam itu lebih banyak diajukan oleh seorang Ayah kepada calon suami putrinya.

"Ayah saya punya perusahaan penerbitan buku dan percetakan, Om. Ibu saya juga sedang merintis usaha kuliner di Bali," jelas pria sipit itu percaya diri.

"Saya tidak menyuruh kamu untuk memamerkan kekayaan orangtuamu. Saya tanya apa yang kamu punya," sanggah Samudera sinis.

Revano mendadak gelagapan. "R-rumah dan mobil mewah?" sahut pria itu ragu sambil menggaruk tengkuk bingung.

"Dibelikan orangtuamu juga?" tebak Samudera tepat sasaran.

Revano mengangguk semakin kikuk. Mendadak, atmosfer di ruangan itu terasa dingin dan menegangkan.

"Jangan dekati Aletta jika kamu hanya bisa memberikannya harta, yang itu pun milik orangtuamu. Saya juga bisa memberikannya, bahkan lebih dari yang kamu dan orangtuamu mampu." Samudera menegur tegas.

Mata tajamnya menatap dingin pria sipit itu sekali lagi.

"Jangan harap bisa membeli keponakan saya dengan uang," pungkasnya sambil tersenyum smirk.

Aletta sudah akan protes begitu melihat wajah keruh sang kekasih. Tapi, Samudera lebih dulu berdiri kemudian berlalu pergi.

"Bagaimana bisa aku lepas darinya jika dia terus begini?" gumam Aletta murung.

Pria itu mungkin memang tidak sadar, tetapi seharusnya dia sedikit memudahkan Aletta. Sangat sulit menghindari perasaannya pada Samudera jika pria itu terus menghalanginya memiliki kekasih.

***

"Ck ... gadis nakal itu!" Samudera memaki sekali lagi begitu menenggak minuman di tangannya.

Suara musik kelewat keras juga perempuan yang menari di lantai dansa tidak mengusik perhatiannya. Tapi, pikirannya jelas sedang kacau begitu pria itu berakhir di sini.

"Kenapa? Keponakan cantikmu itu berulah lagi?" tanya Genta---sahabat, rekan kerja sekaligus satu-satunya orang yang mengetahui perasaannya pada Aletta.

"Iya," jawab Samudera sambil terkekeh getir.

Pria itu memandangi gelas kosong di tangannya dengan mata sayu. Kesadarannya sudah hampir habis ditelan minuman tadi.

"Dia melakukan apa lagi, huh?" tanya Genta yang merasa lucu karena pria dewasa yang masih gemar patah hati di sampingnya.

"Tadi dia menjemputku ke kantor. Kukira karena rindu, rupanya dia ingin mengenalkan kekasih barunya padaku." Samudera mulai bercerita terang-terangan.

Bukannya berusaha menyemangati, Genta malah tertawa geli. "Lalu?" tanya pria berkacamata itu tampak bersemangat.

"Tentu saja aku mengatainya dengan kalimat kejam. Dan Aletta marah padaku," sambung pria bertubuh kekar itu sambil menghela napas berat.

Seharusnya, sejak awal, Samudera memang tidak membiarkan perasaannya tumbuh sebesar dan sejauh ini. Dia harus ingat bahwa perempuan yang diam-diam digilainya itu adalah keponakannya sendiri. Usia mereka pun terpaut jauh.

Aletta juga pasti hanya menganggap Samudera tidak lebih sebagai paman yang merangkap Ayahnya. Tapi, sekeras apa pun menyangkal, semakin Samudera merawat dan menyaksikan pertumbuhan perempuan manis itu, semakin besar pula perasaan yang dimilikinya.

Perasaan terlarang yang perlahan mulai membuatnya frustasi setengah mati.

"Apa sekarang aku sudah terlihat seperti pedofil?" gumam Samudera sambil memandang kosong perempuan berpakaian terbuka di lantai dansa.

Bahkan, matanya mulai buta pada perempuan mana pun. Seluruh atensinya hanya tertuju pada Aletta. Perempuan yang bahkan baru lulus SMA tahun lalu.

"Eh, bukannya itu Aletta?!" Genta berucap heboh sambil menepuk lengan Samudera.

"Kau jangan mengada-ada! Tidak mungkin makhluk polos itu bermain ke tempat seperti ini," sahut Samudera jengkel sambil menepis tangan sahabatnya.

"Aku tidak mungkin salah lihat, sialan! Lihat! Lihatlah ke arah sana!" bantah Genta emosi sambil menunjuk pada seorang perempuan dengan gaun merah menyala seksi.

Perempuan itu tampak bermake up tebal. Matanya memandang sekitar linglung sambil menutupi dadanya yang sedikit terbuka karena baju terlarang itu.

Meski kesadaran Samudera sudah hampir habis, tentu saja dia mampu mengenali bahwa perempuan itu memang benar Aletta. Tanpa pikir panjang, pria itu berdiri dan melangkah cepat menghampiri sang keponakan.

"Aletta!" panggil Samudera dengan nada menakutkan di tengah suara musik yang kencang.

Tentu saja perempuan itu tidak mendengarnya. Hanya saja, dari cara pria itu memanggil saja, Genta sudah tahu akan ada hal yang terjadi setelah ini.

"Sedang apa kau di tempat ini, sialan?!" Aletta mengerjap terkejut begitu seorang pria berdiri di depannya dengan suara menyeramkan.

Begitu mendongak, mata memerah dengan wajah penuh amarah Samudera terpampang di depannya.

"P-paman ...."

"Pulang sekarang atau kau tidak usah pulang lagi ke rumahku." Nada dingin dan sarat ancaman itu membuatnya memejamkan mata takut.

Matilah Aletta setelah ini!

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Writer Gaje

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku