Karena istrinya di vonis memiliki penyakit langka, yakni Alzheimer, Reihan di paksa untuk menikah lagi oleh istrinya dengan sahabatnya sendiri. Tetapi siapa yang mau membagi hati, apalagi perasaan wanita memiliki hati selembut kapas. Merasa tak becus dan terus menyakiti Reihan karena penyakit lupa yang di deritanya, membuat Meysa membuat pilihan seperti itu. Hingga hari pernikahan itupun tiba, Meysa perlahan mulai terluka... namun bahagia. Di saat itulah konflik mulai muncul, Reihan perlahan mulai menyukainya, tetapi Meysa malah menganggap istri kedua suaminya adalah pelakor, di kala ingatannya muncul. Akhirnya, istri kedua memilih pergi dan bertemu lelaki lain. Lalu bagaimanakah kisah cinta mereka? Kepada siapakah hati Reihan akan berlabuh nantinya? Dan bagaimana nasib Meysa, mampukah sembuh dari penyakitnya? Ataukah...
"Tidak Sayang. Sudah berapa kali aku mengatakan hal ini padamu. Aku tak ingin menurutimu. Kau istriku. Aku sudah berjanji pada kedua orang tuamu. Jika aku akan selalu mencintaimu dan menerimamu apapun kondisinya. Aku tak akan pernah menceraikanmu."
"Tapi Mas, aku bukan istri yang tepat untukmu. Kau bisa lihat semakin hari penyakitku semakin parah. Aku tak mungkin membiarkanmu menderita karena aku. Aku tau ini pernikahan yang sudah kita pilih." Meysa diam sejenak.
"Tapi lambat laun penyakitku semakin parah. Aku juga tak ingin sampai aku mengucapkan kata-kata yang tidak aku inginkan ketika penyakitku kambuh. Itu akan sangat melukaimu. Aku tak ingin seperti itu. Aku tak akan bisa melihatmu menderita seperti ini mas," ucap seorang istri yang sudah sesenggukan.
"Sampai kapanpun aku tak akan bercerai denganmu Sayang. Akan seperti apapun dirimu, aku tak akan melakukan hal yang sangat di benci Agama kita. Aku akan pergi kerja dulu. Assalamualaikum," ucap Reihan yang membantu Istrinya menghapus air mata dan mengecup keningnya dengan lembut sebelum akhirnya ia berangkat kerja.
"Waalaikumsalam," jawab Meysa sambil menahan matanya yang terasa begitu perih menahan air mata yang tak ia ijinkan untuk keluar.
Meysa melihat punggung Reihan yang semakin jauh. Dia sangat mencintai Reihan. Tapi penyakitnya yang membuat pikirannya sempit. Mulutnya berkata ingin bercerai. Namun hatinya mengatakan tidak.
Dia Meysa Amalia Pramanta. Dan suaminya adalah Reihan Al-habsyi Mereka sudah menikah selama 3 tahun. Cinta mereka tumbuh ketika Meysa dan Reihan bertemu saat kuliah di luar Negeri. Cinta mereka berkembang dan Reihan memilih Meysa sebagai pendamping hidupnya di janji suci pernikahan.
Meysa adalah anak tunggal pewaris kerajaan Pramanta. Keluarganya memiliki bisnis kosmetik terbesar di indonesia. Kedua orang tuanya begitu menyayangi Meysa. Meysa juga terkenal dengan anak manja. Tapi dia adalah gadis yang baik.
Sedang Reihan, adalah lelaki blasteran asal Arab-Indonesia. Ibunya asli Indonesia, tetapi ibunya sudah lama tinggal di Arab Saudi untuk merintis karirnya sebagai designer. Sedang ayahnya adalah pemilik perusahaan besar di Arab Saudi, di bidang petrokimia. Belum lagi usaha-usahanya di berbagai belahan dunia lain.
Namun setelah menikah dengan Meysa, Reihan memilih tinggal di Negeri ibunya. Dia membeli rumah untuk mereka berdua tinggali. Reihan juga mendirikan sebuah perusahaan real estate di Indonesia untuk menunjang hidupnya bersama istrinya.
Kehidupan mereka begitu bahagia. Tak ada gangguan apapun dari luar. Seolah jalan hidupnya tak menemukan jalan berliku.
Sampai suatu ketika, saat mereka melakukan perjalanan honeymoon kedua, di tahun ke dua pernikahan mereka, ada sedikit kejanggalan pada Meysa. Dia tak mengingat jika sudah menikah dengan Reihan. Bahkan dia tak ingat jika pernah mengenal Reihan.
Hanya sesaat saja. Tak lama Meysa dalam keadaan seperti itu. Tapi itu cukup membuat Reihan memikirkan hal itu berulang-ulang.
Tak berhenti di situ. Karena kejadian serupa kembali terulang dan kali ini lebih lama. Ketika itu mereka sedang menikmat jalan-jalan menuju Manhattan, New York. Meysa menggila karena sudah menghina Reihan di depan umum. Karena saat itu Reihan mencium bibir Meysa di muka umum dekat sungai Hudson.
Lagi dan lagi Meysa mengira jika dia masih belum mengenal Reihan. Dia sampai membuat Reihan di pukul oleh beberapa orang yang di mintai Meysa pertolongan. Dan mengharuskan mereka tinggal terpisah selama dua hari. Meysa mengira dirinya sudah di culik olah Reihan sampai di New York.
Karena perihal itu, Reihan melakukan konsultasi pada dokter. Dokter hanya mendengar rincian keluhan dari Reihan tentang istrinya. Belum memeriksa detail pada Meysa secara langsung. Untuk sementara Dokter hanya bisa memprediksi penyakit apa yang sedang di derita Meysa.
Hanya saja dokter belum bisa memberitahukan perihal ini pada Reihan sebelum dia memastikan kembali dan memeriksa kesehatan Meysa secara menyeluruh dan tatap muka langsung dengan Meysa.
Dan ketiga kalinya, saat Meysa kembali kambuh barulah Reihan berani mengajak Meysa ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh pada tubuh Meysa.
"Sebelumnya kepada tuan dan nyonya Reihan, saya berharap kalian bisa di lapangkan hatinya. Setelah melakukan hasil pemeriksaan berulang kali, nyonya Meysa positif memiliki penyakit... Alzheimer," ucap dokter.
"Penyakit Alzheimer dok?" Reihan dan Meysa yang mendengar saat itu begitu terkejut.
"Ya, nyonya mengidap penyakit alzheimer. Penyakit Alzheimer ini bisa berkembang seiring berjalannya waktu dan memengaruhi beberapa fungsi otak nyonya." Dokter memandang lekat kedua suami istri di depannya.
"Pada tahap awal, nyonya akan mengalami gangguan daya ingat bersifat ringan, seperti tidak mengingat nama benda, percakapan, atau peristiwa yang belum lama terjadi."
"Tapi lambat laun bisa saja ingatan nyonya bertambah parah. Tingkat kecemasan dan delusi akan terjadi saat itu tiba. Kami sebagai dokter, hanya bisa memberikan pengobatan pencegahan pada nyonya melalui obat rivastigmine serta psikoterapi," jelas dokter kala itu.
Betapa hancur hati Meysa saat mendengar dia memiliki penyakit langka itu. Penyakit yang menggerogoti ingatan manusia ini. Tak ada obat untuk penyakitnya.
Menurut prediksi dokter, sebelum ini pasti Meysa juga sudah sering mengalami kejadian serupa. Hanya saja tak ada yang mengetahui akan hal itu. Karena hal itu dia menambahkan cctv di setiap sudut ruang di rumahnya.
Dia menangis saat melihat rekaman di mana dirinya tak mengakui Reihan sebagai suaminya. Bahkan dia juga pernah memukul Reihan. Karena di pikir Reihan melakukan pemerkosaan pada dirinya.
Meysa tak sanggup menghadapi betapa sakit hatinya dan merasakan penderitaan suaminya karena penyakitnya ini. Meysa menganggap dirinya adalah beban untuk suaminya.
Karena itu dia menawarkan perceraian untuk suaminya. Tapi sekali lagi, Reihan bukan hanya sekedar cinta dengan Meysa. Reihan menganggap Meysa adalah belahan hatinya.
Mau Meysa sakit seperti apapun dia akan menerima. Dia akan merawat Meysa sampai Sang Pencipta memisahkan mereka dari dunia ini.
"Apa yang harus aku lakukan mas? Kenapa kau tak mengerti bagaimana perasaanku melihatmu tersakiti seperti itu? Aku tak sanggup mas Rei. Aku sudah sangat melukaimu." Meysa menangis melihat kepergian suaminya dari jendela besar dalam kamarnya.
"Kau berhak mendapatkan kebahagian lain mas. Aku tak ingin menyiksa batinmu."
Meysa hanya bisa menangis, dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Hanya dinding kamarnya yang menjadi saksi bisu kesedihan Meysa beberapa bulan belakang ini.
Semenjak mengetahui penyakitnya satu setengah tahun yang lalu, Meysa sama sekali tak pernah keluar dari kediamannya kecuali pergi bersama Reihan dan kedua orang tuanya.
Pagi ini Meysa kedatangan tamu. Dia sahabat baik Meysa. Namanya Nadhira. Nadhira dan Meysa bersahabat sejak TK.
Sayangnya ketika Meysa melanjutkan kuliahnya di luar negeri, mereka sudah sangat jarang melakukan komunikasi lagi. Sampai akhirnya beberapa hari yang lalu, Meysa menghubungi Nadhira untuk bertemu.
Kehidupan Nadhira yang tak memiliki orang tua, tapi semangatnya untuk belajar yang tinggi dan budi pekertinya yang baik, membuat hati Meysa tergerak. Hingga akhirnya terjalinlah persahabatan itu. Meysa sangat banyak membantu Nadhira semasa sekolah.
Meski biaya sekolah Nadhira dari beasiswa, tapi untuk kehidupan sehari-hari Nadhira harus bekerja dan mencari uang sendiri. Tak jarang Meysa selalu menawari bantuan berupa uang dan barang-barang lain yang di butuhkan Nadhira.
Suara denting telepon ponsel Meysa terdengar. Buru-buru, wanita itu mengangkatnya.
"Assalamualaikum Meysa."
"Waalaikumsalam, kau sudah sampai mana?" tanya Meysa sambil mengusap air matanya.
"Aku sudah di depan rumahmu."
"Oh, langsung masuk aja Nad. Aku akan turun sebentar lagi."
Meysa langsung menuju ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Dia juga sedikit memberikan riasan pada wajahnya, agar tidak kentara jika dirinya baru sajamenangis.
"Ah Nadhira... aku merindukanmu Nad. Kau kemana saja? Kenapa tak pernah memberikanku kabar?" teriak Meysa yang baru saja turun dari lantai dua rumahnya dan langsung memeluk Nadhira. Nadhira pun tersenyum hangat sambil membalas pelukan sahabatnya ini.
"Iya, maafkan aku ya? Aku terlalu sibuk untuk mencari uang. Kau apa kabar? Kau sendiri sepertinya sudah melupakanku. Kau bahkan sudah menikah tapi tak mengundangku," ucap Nadhira sambil menunjuk foto besar yang di pajang di ruang tamu Meysa. Meysa hanya tersenyum kecut mendengarnya.
"Iya maafkan aku. Saat itu memang aku tak merayakan pernikahanku dengan besar-besaran. Hanya keluarga dan beberapa kerabat dari suamiku saja."
"Selamat ya Mey, aku doakan pernikahanmu menjadi pernikahan yang sakinah, mawadah dan warohmah," jawab Nadhira lembut yang mendoakan sahabatnya untuk bahagia dunia akhirat bersama suaminya.
"Nad, apa kau bisa membantuku?"
Buku lain oleh Samira
Selebihnya