Clara Abigail, seorang desainer muda yang tengah naik daun. Dia menjalani kehidupan yang tenang dan menyelesaikan studi nya di Paris dengan baik. Saat kembali ke tanah air, dia bertemu dengan seorang pria yang pernah menjadi masa lalu. Kilasan kisah kasih mereka di masa lalu, hinggap di ingatan Clara. Kotak ingatan yang semula tertutup itu, kini mulai kembali terbuka. Namun sayang nya, belum sempat Clara kembali menyapa, seorang anak perempuan berlari dan menghampiri pria itu, membuat dirinya terdiam. Belum lagi dengan seorang perempuan dewasa yang juga berjalan ke arah yang sama, membuat dirinya tertegun. "Apa hanya aku yang sampai saat ini... masih terjebak dalam masa lalu, Jay?"
Clara Abigail terkekeh saat mendengar suara bernada protes yang dilayangkan oleh orang di seberang telfonnya.
"BISA BISANYA KAU PULANG DAN TIDAK MENGABARIKU?!"
"Maaf. Aku tahu kau sibuk. Lagipula, aku dengar Hanna juga ada jadwal di luar negeri, kan? Aku tidak mau mengganggu orang sibuk." Sahut perempuan yang lebih akrab disapa 'Abby' itu
"Tunggu. Apa katamu? Semua orang? JANGAN BILANG, KELUARGA MU SENDIRI BELUM TAHU?!"
Abby menjauhkan ponselnya dari telinga saat mendengar suara Sarah memekik hebat.
"Uh, ya. Aku belum mengabari semua orang. Semua orang, termasuk keluargaku, Sarah. Jadi jangan marah. Berkunjunglah nanti saat grand opening butik ku." Jelas Abby menenangkan
Sementara itu, terdengar helaan nafas dari Sarah, "Baiklah. Aku akan berkunjung nanti. Dengan Hanna. Kabari aku dimana tempatnya, okay? Aku juga ingin melihat sahabatku yang lainnya sukses."
"Jangan bilang begitu, aku malu sendiri mendengarnya." Sangkal Abby saat mendengar pujian yang dilayangkan Sarah padanya
"Kenapa? Itu fakta."
"Oh ya, Abby, aku tutup dulu telfonnya ya. Hanma sedang pemotretan dan sebentar lagi, dia pasti akan memanggilku jika aku menghilang dari sisi nya. Kau tahu betapa Hanna tidak boleh ditinggalkan sendirian, kan?"
"Iya. Titipkan salamku, ya. Aku juga... harus kembali berkeliling." Balas Abby sambil tersenyum. Terdengar suara riang Sarah yang mengatakan semoga sukses sebelum akhirnya panggilan itu berhenti.
Perempuan itu menghela nafasnya, dia kembali mengedarkan tatapannya sebelum akhirnya kedua netra nya menangkap sesuatu.
Beberapa meter dari tempatnya duduk, ada seorang anak yang tengah menangis. Dress biru yang dipakai anak itu terlihat kotor karena tumpahan es krim.
Dahi Abby berkerut samar saat menyadari jika orang orang yang ada di sekitar anak perempuan itu hanya melirik kecil tanpa berniat untuk menghampiri atau menenangkan anak tersebut.
Iba dengan tangisan anak perempuan yang semakin nyaring, Abby bangkit dari duduknya. Sambil menoleh ke kanan dan ke kiri, dia memastikan jika anak perempuan itu adalah anak yang tersesat atau terlepas dari pengawasan orang tua nya.
'Jika ada yang melihatku seperti ini, aku yakin mereka akan mengira jika aku adalah penculik anak.' Batin Abby dalam hatinya
Saat telah sampai di hadapan sang anak, Abby segera merendahkan tubuhnya. Dia berjongkok dan tersenyum tipis untuk menyapa anak perempuan tersebut.
"Hai." Sapa Abby
"Siapa nama mu? Apa kau tersesat? Mana kedua orang tua mu?" tanya nya
"Ellena... Ellena tidak tahu ini dimana. Tolong antar Ellena pulang..." jawab anak perempuan itu dengan suara seraknya
"Uhm..." gumam Abby. Dia meneliti anak perempuan yang ada di hadapannya. Usia nya mungkin baru sekitar 5 atau 6 tahun.
"Ellen, apa Ellen ingat alamat rumah? Aku bisa mengantarmu. Tapi sebelumnya, aku butuh nomor telfon yang bisa dihubungi dan juga alamat rumah Ellen." Ujar Abby dengan perlahan, mencoba memastikan agar ucapannya bisa dicerna oleh anak kecil tersebut
"Rumah Ellena besar, ada pohon juga kolam renang nya." Sahut anak perempuan itu
Abby tersenyum kecil, 'Yah... sudah aku pastikan jawabannya akan seperti itu sih.'
Abby bangkit dari posisi nya dan duduk di samping anak perempuan itu. Dia mengeluarkan tissue basah dan mengusap tangan serta dress biru milik anak itu.
"Ellen, aku antar ke pusat informasi ya? Kita tunggu orang tua Ellen disana. Mau, kan?" ajak Abby sambil menyodorkan tangannya pada Ellena
Anak perempuan itu mengangguk dan meraih tangan Ellen, keduanya bergandengan tangan dan berjalan menuju lantai empat, dimana ruang pusat informasi berada.
Sambil menaiki lift, Abby mengusap wajah Ellena yang basah dengan hati hati.
"Siapa nama lengkap mu? Biar nanti, setelah mendengar pengumuman dari pusat informasi, kedua orang tua mu akan segera datang menjemput." Tanya Abby
"Ellena Yordan Anderson." Jawab Ellena
Abby tersenyum riang, "Nama mu bagus ya. Aku Abby. Clara Abigail. Kau boleh memanggilku dengan nama Abby."
Pintu lift berdenting, membuat Abby segera menegakkan tubuhnya dan kembali menggenggam tangan Ellena untuk berjalan keluar dari lift dan mengunjungi sebuah ruangan yang terisi penuh oleh beberapa pegawai wanita.
"Ada yang bisa kami bantu, Nona?" sapa salah satu dari mereka
"Aku menemukan anak yang tersesat. Sepertinya terpisah dari kedua orang tua nya. Namanya Ellena Yordan Anderson. Mohon bantuannya." Jelas Abby
Orang yang tadi bertanya itu mengangguk mengerti, "Kalau begitu, Ellena, bisa duduk di belakang sana ya? Biar kami umumkan hal ini terlebih dahulu." Sahutnya ramah
"Nona bisa kembali melanjutkan aktivitas atau ikut menunggu di sini. Ellena bisa Nona percayakan pada kami." Lanjutnya
Abby menggelengkan kepalanya, "Aku akan menunggu sampai orang tua nya datang." Putusnya
Abby melangkah memasuki ruangan tersebut dan duduk di sebuah kursi yang ada disana. Sesekali dia akan mengusap air mata Ellena dan merapikan rambut panjang anak itu.
"Ellen, jika nanti kedua orang tua mu sudah tiba, kau harus memegang tangan mereka dengan baik agar tidak terpisah lagi seperti tadi." Ujar Abby yang langsung diangguki oleh anak itu. Tubuh Ellena masih bergetar pelan, terlihat jelas jika anak itu baru saja menangis dan tengah ketakutan.
"Tunggu disini ya. Aku akan membeli minum di depan. Jangan kemana mana. Okay?"
Saat melihat Ellena mengangguk, Abby segera bangkit dari duduknya. Dia tersenyum tipis pada perempuan yang tengah mengumumkan keberadaan Ellena di ruang informasi sebelum kembali melanjutkan langkahnya menuju sebuah mesin minuman yang ada di depan ruangan pusat informasi.
Saat dirinya tengah menunduk, dan meraih minuman, Abby merasakan seseorang lewat dibelakang tubuhnya. Dia refleks memejamkan matanya saat merasakan sekelebat angin berhembus yang diciptakan oleh orang tadi.
Saat dia menegakkan tubuhnya, baru lah dia menyadari jika yang baru saja lewat dibelakang nya adalah orang tua dari Ellena.
Dia bisa melihat tubuh kecil Ellena dipeluk dengan erat oleh seorang pria yang berpakaian rapi.
"Kenapa Ellena ditinggal?" tanya Ellena sambil menangis
"Maaf, Ellena. Maaf. Tadi ada telfon penting yang masuk. Aku kira, kau sedang bersama dengan Seira." Sahut pria yang memeluk Ellena itu
Abby tersenyum tipis. Tugasnya selesai. Dia menunduk, menatap minuman yang ada di tangannya dan menyerahkan benda itu pada seorang petugas yang berdiri tepat di dekatnya.
"Bisa tolong berikan itu pada Ellena?" ringis Abby
"Tentu, Nona. Anda akan pergi sekarang?" balas petugas itu
"Iya. Ellena sudah dijemput oleh kedua orang tua nya, kan? Aku juga harus kembali melanjutkan kegiatanku." Sahut Abby. Saat dirinya berbalik dan hendak pergi dari ruangan itu, tubuhnya terdorong dan terhempas begitu saja karena dorongan seseorang.
Abby memejamkan matanya, menahan sakit sekaligus malu karena dirinya terhempas ke lantai dengan mudahnya.
Namun melihat kejadian itu, seolah tidak merasa bersalah, perempuan yang menabrak nya terus melangkah masuk ke dalam ruangan dan memanggil nama Ellena dengan panik.
"Astaga, Nona!" pekik petugas tadi sambil membantu Abby untuk berdiri
"Terkadang mereka seperti itu. Meninggalkan anak mereka karena asik dengan dunia sendiri, kemudian bersikap seperti merasa bersalah saat anak mereka di temukan. Bahkan sampai menabrak orang yang menolong anak mereka seperti ini." Decak si petugas
Mendengar itu, Abby tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya pelan, "Tak apa. Mungkin mereka memang terlalu sibuk dan aku menghalangi jalan."
Abby kembali mengalihkan perhatiannya pada Ellena dan kedua orang dewasa yang ada di dekat anak itu. Tadinya, dia tidak terlalu memperhatikan. Apalagi karena pria yang tadi memeluk Ellena itu membelakanginya.
Namun dari posisi nya saat ini, Abby dibuat tertegun.
Fitur wajah itu... dia mengingatnya.
Pria yang tadi memeluk Ellena, adalah pria yang sama dengan yang dulu pernah mengisi hati dan kehidupannya.
Hubungan mereka menggantung begitu saja karena dirinya yang harus menjalani studi di Paris.
Melihat pria itu, dengan seorang perempuan dewasa dan anak kecil yang ada diantara mereka... Abby menyimpulkan jika pria itu sudah menikah.
Anak yang tadi ditolong nya, adalah anak dari pria itu.
Hal itu membuat Abby tersenyum sendu dan segera mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Kalau begitu, aku pergi dulu. Titip minumannya ya. Terima kasih atas bantuannya." Ucap nya pada petugas yang membantunya tadi sambil menunduk kecil. Abby segera memutar tubuhnya dan beranjak pergi dari sana.
Entah kenapa, ada rasa sesak yang bersarang di dada nya.
Dan Abby tidak yakin dirinya bisa menghilangkan sesak tersebut dalam waktu singkat jika dirinya masih berada di tempat itu.
"Tunggu!"
Langkahnya terhenti. Abby terdiam tanpa menoleh. Jantung nya berdegup kencang saat mendengar suara pria itu.
Suara yang sama sekali tidak pernah berubah.
Hanya saja, kali ini, Abby merasa asing.
'Abby, kau gila?! Dia sudah bukan lagi milikmu. Dia sudah memiliki keluarga sendiri. Anaknya bahkan sudah cukup besar. Pertanda jika kehidupan nya bahagia, kan?' rutuk Abby pada dirinya sendiri saat debaran di jantung nya semakin menggila
"Aku belum berterima kasih." Ujar suara itu
Abby menelan ludahnya gugup saat terdengar suara langkah kaki yang berjalan semakin mendekat ke arahnya. Langkahnya perlahan terhuyung, dia menoleh begitu saja saat lengannya disentuh oleh pria itu.
Abby merasakan waktu seolah melambat. Dia bersumpah dengan kedua matanya sendiri, jika dirinya... melihat pria itu tertegun.
Saat melihat wajah pria itu, semua ingatan yang selama ini disimpan nya dengan rapi di dalam sebuah ruang khusus di dalam hatinya, perlahan terbuka. Cahaya yang ada di dalam ruangan itu bersinar terang, mengeluarkan kilasan demi kilasan keberasamaan mereka berdua selama bertahun tahun.
Garis wajah pria itu, alis tegas, dan bibir sedikit berisi yang terlihat sama sekali tidak berubah walau sekian tahun sudah berlalu. Dengan mata kepalanya sendiri, Abby menyaksikan bagaimana kedua mata yang terlihat tegas itu perlahan melembut.
"...Abby?"
Hingga pria itu memanggil namanya, Abigail tahu... sebagaimana pun dirinya mencoba menyingkirkan perasaan itu, rasa cinta yang sudah terpendam selama beberapa tahun itu kembali bermekaran.
Sudut bibir perempuan itu perlahan terangkat, mengulas sebuah senyuman tipis yang membuat pria itu kembali merasakan hatinya menghangat.
"Long time no see, Jay." Ucap Abby dengan suara lembutnya
Jay Anderson, sosok pria yang mengisi kehidupan Clara Abigail sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Pria yang tak hanya mengisi masa sekolahnya, tapi juga memenuhi dan menemani sembilan puluh persen kehidupannya.
Jay Anderson, pria yang membuat Abby menggantungkan hidup padanya.
Tidak hanya memegang kepercayaan Abby, tapi pria itu juga menjadi cinta pertama dirinya.
Bab 1 1. Seseorang dari masa lalu
18/09/2022
Buku lain oleh Selene Huang
Selebihnya