Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
You Are My Destiny

You Are My Destiny

NUKHANA

5.0
Komentar
190.1K
Penayangan
168
Bab

Mengandung adegan dewasa 21+ Harap bijak memilih bacaan! “Saat ini … aku sedang mengandung anak dari suamimu...” Pernyataan sahabatnya itu, mampu membuat dunia Olivia Fredella Efendi, runtuh dalam sekejap! Sebuah pengkhianatan telah membuat Olivia hilang kepercayaan terhadap Alvaro, sang suami, yang telah menghamili Prisa, sahabatnya. Sehingga semua penjelasan sudah tak lagi didengarnya, dan Olivia memantapkan hatinya untuk berpisah dengan Alvaro meskipun Alvaro menolak. Namun sialnya, setelah mereka bercerai dan Alvaro menikah dengan Prisa, Dokter mengatakan, Olivia tengah mengandung. Tak ingin Alvaro mengetahuinya, Olivia pun pergi dan tinggal di luar kota untuk sementara waktu sampai ia siap untuk kembali pulang. Dan tanpa disangka-sangka, di tempat baru, Olivia bertemu dengan seorang Pria yang mampu membuatnya jatuh cinta untuk yang kedua kalinya. Sementara Alvaro terpuruk dengan perginya Olivia.

Bab 1 Dikhianati suami dan sahabat

“Saat ini … aku sedang mengandung anak dari suamimu...” Pernyataan sahabatnya itu, mampu membuat dunia Olivia Fredella Efendi, runtuh dalam sekejap!

Dua orang wanita tampak sedang berbincang di sebuah café di tengah kota, namun perbincangan itu berubah menegangkan, tatkala sebuah kalimat yang tak pernah terbayangkan oleh Olivia, keluar dari mulut sahabat dekatnya. Wanita itu menunduk, raut wajahnya berubah sendu. Olivia hanya diam memperhatikan perubahan raut wajah Prisa yang secara tiba-tiba dan tidak tahu harus memberikan reaksi apa.

“Kau masih ingat kan, waktu Al sedang ada perjalanan bisnis ke Bali? Waktu itu kebetulan aku juga sedang di sana, aku bertemu dengan Al yang sedang mabuk berat di bar, karena tidak tega, aku membantunya, membawa dia ke hotel. Dan tanpa terduga … Alvaro memaksaku melakukan hubungan terlarang itu.” Prisa menjelaskan.

Bulir bening langsung meluncur begitu saja membuat garis di pipinya, meskipun ekspresi wajahnya terlihat datar, namun hatinya begitu terbakar.

Oliv bergegas pergi dari tempat itu membawa luka yang teramat dalam. Dua orang yang ia percaya, begitu tega mengkhianatinya.

Wanita itu terdiam sejenak, sebelum ia melajukan kendaraannya. Menetralkan gemuruh di dadanya yang benar-benar menyesakkan.

Cinta suci yang ia jaga, harus tumbang oleh kerasnya hantaman luka yang begitu hebat. Oliv berharap, semua ini hanyalah mimpi. Namun rasa sakit yang terlalu nyata, membuatnya tak bisa mengelak lagi, bahwa cintanya memang telah pergi.

Isak tangis sudah tak mampu ia tahan lagi, wajahnya menunduk dengan tubuh yang bergetar. Derasnya air mata, menggambarkan betapa hatinya hancur saat ini.

Bagaimana bisa, mereka bersikap biasa saja setelah melakukan dosa besar itu? atau mungkin, dirinyalah yang terlalu bodoh karena begitu percaya kepada mereka? sehingga ia tak mampu melihat kebenaran itu? lalu, haruskah dia marah kepada dirinya sendiri?

Tidak! itu tidak adil! Dirinya adalah korban! korban pengkhianatan dari dua pendosa yang telah lancang membuat luka menganga di hatinya.

Suara ketukan di kaca mobilnya, membuat Oliv menghentikan isak tangisnya. Namun suara Prisa yang memanggil namanya, membuat dadanya semakin bergemuruh hebat. “Oliv! Olivia! Kau baik-baik saja?”

Tak ingin terlihat bodoh, Oliv buru-buru menghapus air matanya, dan bergegas melajukan kendaraannya, meninggalkan tempat itu.

Prisa hanya diam mematung menatap mobil Oliv yang sudah menjauh. Samar-samar kedua sudut bibirnya terangkat, hingga membuat sedikit lengkungan di wajahnya. Wanita itu segera masuk ke dalam mobilnya, dan pulang membawa kemenangan.

Prisa Bella, wanita yang berprofesi sebagai model sekaligus sahabat Olivia, menyimpan cinta terhadap Alvaro Omair Pasha, suami Olivia. Cintanya yang bertepuk sebelah tangan membuat Prisa tak menyerah, meskipun Alvaro telah menjadi suami dari sahabatnya. Cinta telah membuatnya buta, sehingga dengan mudah ia meruntuhkan persahabatannya dengan Olivia yang sudah terjalin lama. Cinta membuatnya tega menghancurkan hati dan kebahagiaan Olivia dengan sebuah luka. Dengan terang-terangan, Prisa menabuh genderang perang, menusuk dan merobek kepercayaan Olivia terhadapnya.

Kehilangan sahabat, tidak masalah baginya, yang penting, dia bisa mendapatkan apa yang dia inginkan, yaitu Alvaro, hanya Alvaro.

Dengan kaki telanjang, Olivia membawa langkahnya masuk ke ruangan yang menjadi saksi bisu petualan cinta mereka. Di atas ranjang itu, Olivia dan Alvaro mencurahkan rasa cinta dan kasih sayang. Di atas ranjang itu pula, Olivia merasakan pelukan hangat dari Alvaro, pelukan hangat yang penuh cinta. Namun hari ini, semuanya harus sirna, seiring derai air mata.

Kakinya lemas, tak mampu lagi menopang berat tubuhnya. Olivia ambruk, terduduk di atas permadani. Hatinya hancur mengingat semua kenangan indah yang telah ia lalui bersama sang suami yang telah mengkhianati. “Kenapa kau tega melakukan ini padaku, Al? kenapa?!” Olivia menangis histeris, meluapkan luka dan kesedihannya.

Tak pernah sedikit pun terlintas di hatinya, bahwa Alvaro akan melukainya sehebat ini. Ia begitu percaya, Alvaro akan selalu mencintainya dan tidak akan pernah mengkhianatinya. Pria itu begitu sempurna di matanya, apapun yang ada pada Alvaro, bagaikan harta berharga yang harus ia jaga dengan sepenuh cinta. Namun perjuangannya telah sia-sia, ternodai oleh setitik tinta hitam yang merusak segalanya. Cinta itu harus berakhir tanpa ia tau apa kesalahannya, sehingga Alvaro begitu tega mengkhianatinya. Muak! Ia ungguh muak dengan takdir yang seolah mempermainkannya. Cinta yang selama ini ia lihat, tak lebih dari sekedar dusta belaka!

Olivia bangkit dan membawa langkahnya yang tergesa-gesa itu ke walk in closet. Dengan segera, Olivia mengemasi semua barang-barangnya, ia tak ingin berlama-lama berada di tempat yang membuatnya sesak dan terbakar. Tempat itu bukan lagi surga untuknya, tempat itu sudah berubah menjadi neraka yang membuatnya tak tahan ingin segera meninggalkannya.

Olivia memacu kendaraannya menuju ke rumah orang tuanya, hanya merekalah tempat sandarannya saat ini. Ingin sesegera mungkin Olivia menangis dan mencurahkan segala kesedihannya dipelukan sang ibunda, menenangkan hatinya yang kini tengah bergemuruh memberontak kesakitan.

Sepanjang perjalanan, air matanya tak henti mengalir, membuat wanita itu berulang kali mengusap wajahnya, supaya ia tetap bisa fokus berkendara. Oliv tak ingin mati konyol, meregang nyawa di jalan raya karena pandangannya terhalang oleh air mata. Jikapun takdir itu di depan mata, Oliv ingin bernegosiasi kepada Tuhan, untuk memberikan dia kesempatan mengobati luka di hatinya yang sudah menganga akibat ulah mereka.

Hingga sampailah ia di rumah yang ia tuju. Rumah yang selalu menjadi surga baginya.

Suara roda koper yang bergesekan dengan lantai, membuat perhatian Adelia yang sedang asik merangkai bunga, langsung teralihkan, “Oliv?” Kening wanita paruh baya itu sedikit berkerut, melihat putrinya masuk dengan menyeret koper di tangannya.

Oliv tersenyum tipis pada Adelia.

Kilatan air mata yang terpancar di netra coklat Olivia, membuat Adelia langsung beranjak dari tempat duduknya, menghampiri putri kesayangannya dengan tergesa-gesa. Adelia menangkup wajah Olivia yang sudah penuh dengan air mata, “Sayang, ada apa? Apa yang terjadi? Kenapa kamu menangis? Dan ini ….” Adelia melirik koper yang masih digenggam Olivia, “Kamu pergi dari rumah?”

Olivia tak menjawab, ia langsung menunduk dan terisak.

“Ratih!” Adelia memanggil seorang Pelayan. Wanita muda datang menghampirinya dengan tergesa-gesa, “Iya Nyonya?”

“Tolong bawa koper Oliv ke kamarnya,” titahnya.

“Baik Nyonya.” Ratih mengangguk, dan langsung menyeret koper berukuran besar itu.

“Ayo kita duduk.” Adelia merangkul lembut, punggung Olivia, mengajaknya duduk di sofa.

“Sekarang, katakan pada Mama, apa yang terjadi?” Adelia masih mengunci pandanganya pada wajah putrinya.

Olivia tak langsung menjawab, lidahnya kelu. Hatinya seolah belum siap untuk mengutarakan kesedihannya, meskipun sebelumnya ia begitu tak sabar untuk mengadu pada sang ibunda. Namun setelah berhadapan, mulutnya tiba-tiba membisu.

“Ya sudah, kalau kamu belum ingin bercerita, tidak apa-apa,” tuturnya, “Ayo, Mama antar ke kamar, kamu istirahat dan tenangkan diri dulu.”

“Alvaro berselingkuh, Ma ….” Pada akhirnya, kalimat itu berhasil lolos dari mulutnya yang sejak tadi tertutup rapat. Gemuruh di dadanya, telah berhasil medorongnya untuk bersuara.

Terkejut? Tentu Adelia sangat terkejut mendengar pernyataan putrinya, “Alvaro, berselingkuh?” Sama halnya dengan Olivia, Adelia begitu percaya kepada Alvaro, rasanya tidak mungkin, jika Alvaro berselingkuh dari putrinya. “Kamu yakin, Alvaro berselingkuh?”

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh NUKHANA

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku