Blurb Yura Azalia Hazmi tak pernah bermimpi menikah dengan duda kaya dan ternyata mantan kekasih jaman kuliahnya. Sebagai wanita yang dianggap perawan tua, kerap membuatnya terus menerus dijodohkan, banyak laki-laki sudah dia tolak. Sampai akhirnya tidak ada kalimat yang harus dia bantah. "Apa? Duda? Papa mau jodohkan Yura dengan duda? Yura nggak mau!" penolakan Yura tidak berbuah manis, adanya sarkastis untuk kehidupan dia. Hinaan, sindiran demi sindiran sudah dia dapat dari kedua saudara perempuan yang sudah jauh menikah darinya. Bahkan adik Yura sudah menikah. "Umur kamu tahun ini 30 tahun, nggak malu sama teman sebaya kamu, adik kamu dan tetangga kita yang selalu bilang kamu itu nggak laku." Lagi-lagi itu menjadi masalahnya 'MALU' "Yura tetap nggak mau!" "Enggak ada penolakan! Besok calon suami kamu datang." Hidup ini tidak ada adil! Apa ada yang bertanya kemauan Yura? Apa yang Yura suka? Atau sebaliknya? Apakah Yura bisa menerima pernikahannya? Lalu siapakah laki-laki yang akan menjadi suami Yura kelak?
Menikah dengan pria yang dicintai adalah impian semua wanita, sayang sekali tidak dengan Yura yang sudah berusia tiga puluh tahun.
Disaat teman sebayanya sudah menggendong anak, dia justru masih belum juga menikah. Bahkan adiknya sendiri sudah punya dua orang anak.
"Kamu!" Yura terjenggit melihat sosok pria yang dia benci. Geram sekali rasanya dia ingin mencakar wajah tampan di hadapannya. Jadi, dia harus menikah dengan duda, ternyata laki-laki pernah dia cintai dulu. Apalagi pria merenggut aset penting dalam hidupnya.
Siapa bilang dia tidak laku? Dia hanya tak mau calon suaminya rugi-rugi amat menikahinya.
"Yura! Dia calon suami kamu, jaga bicara kamu," bentak Hendra Hazmi, ayah dari Yura. Laki-laki paruh baya ini, menangkap sosok Yura siap menerkam Raga.
Bagaimana tak mau menerkam? Muka Raga selalu tergiang-giang selama ini, bahkan dengan semua kesalahan sih brensek ini.
Raga Purwatja Darwasa, seorang duda kaya yang perusahaannya ada di mana-mana, mau dari kecil atau besar. Dia datang baik-baik untuk menikahi Yura, masalah ditolak atau enggak, itu akan jadi urusan nanti. Paling tidak, usaha dulu.
"Enggak papa, Om. Aku nggak suka basa-basi. Aku mau pernikahan aku dan Yura diadakan minggu depan," pinta Raga tak mau tahu. Padahal Yura sendiri belum menjawab iya atau tidak. Dia yakin Yura tak mungkin menolaknya. Wah, kepedean sekali laki-laki ini.
What?
Memangnya siapa dia?
Menentukan hari pernikahan seenak jidatnya, harusnya bertanya dulu dengan Yura. Jawab iya juga belum. Manusia seperti apa dia, enggak punya akhlaknya! Bunuh orang dosa sih, kalau enggak sudah dia cincang-cincang seperti daging kambing akikahan.
"Kamu cari masalah sama aku? Pernikahan itu dijalankan berdua, bukan sendiri. Kalau kamu yang menentukan, nikah sendiri sana!" decak Yura ketika sudah duduk di sofa samping adik dan kakaknya.
"Aku enggak butuh persetujuan kamu! Aku udah berikan semua mas kawin dan maharnya." Gercep! Daripada Yura dapat lamaran dari laki-laki lain lagi, lebih baik langsung nikah. Enggak perlu pendekatan lagi, mereka kan saling kenal. Apalagi masa lalu mereka penuh kenangan dramatis, beh.
Yealah, kayak Yura mau terima aja. Yakin tuh jadi nikah?
Yura terperangah, emosinya ingin meledak. Mentang-mentang orang kaya, dia bisa melakukan semua dengan uang. Di dunia ini enggak semua pakai uang. Dasar duda sombong!
"Jadi kamu ngerasa ada hak atas aku. Hello Tuan Raga terhormat, aku bukan--- hmmppt."
Belum sempat melanjutkan kalimatnya, mulutnya malah didekap oleh Aira, adiknya. Tak mau Raga kabur, Aira membungkam mulut Yura. Umur sudah semakin tua, bukannya bersyukur ada yang melamar. "Maaf ya, Mas Raga. Kak Yura tadi cuma bercanda. Pokoknya Mas Raga dan Kak Yura pasti jadi nikah," sambar Aira.
Aira kesal sih, habis Yura udah tua gini hanya bisa menyusahkan, kerja cuma jadi guru, gaji pas-pasan enggak bisa bantu apapun, syukur bisa cukup untuk hidupnya sendiri.
"Sudah berani kurang ajar lo! Gue ini kakak lo, ngapain lo ngurus hidup gue, hah?" Yura merutuki adiknya, tak terima dia harus nikah dengan duda kaya satu ini. Terserah deh dudanya siapa, asalkan bukan sih sombong ini. Masa ujung-ujung nikah sama mantan juga, Ogah ah.p
Raga memicingkan bola matanya, dia tak pernah menyangka Yura sebenci itu dengannya. Hal yang wajar, jika wanita ini membencinya, dia yang sudah buat api di hati Yura. "Yura, bisa kita bicara berdua saja." Dia menarik pergelangan tangan Yura pergi menjauh dari keluarga Yura.
Sial sungguh sial, harus berurusan dengan laki-laki ini. Dia menepis tangannya dari Raga, haram bagi laki-laki seperti Raga menyentuhnya, walau ujung kuku sekali pun.
"Menjauh! Jangan coba mendekat! Kamu itu seperti kuman dalam hidupku," cerca Yura. Dia tak peduli mau Raga ganteng atau kaya seperti apapun, dia tidak sudi menjadikan suaminya. Apa tidak ada laki-laki lain, selain Raga yang harus dia nikahi. Raga sih enak, dapat yang segelan, eits apa iya masih segelan. Nah, dia dapat yang bekas, ada buntutnya pula. Rugi banyak banget, melebihi dosis.
"Kamu boleh benci sama aku, tapi ingat aku udah buat kesepakatan dengan ayah kamu. Aku bisa buat ayah kamu masuk penjara." Enak ya jadi orang kaya, bisa mengancam orang sesuka hati, apalagi dengan mereka yang lemah. Boro-boro mau bebasin ayahnya dari penjara, untuk makan sehari-hari kadang juga masih nebeng Aira.
Untung Raga cerdik, sebelum melamar Yura, dia memberikan sejumlah uang dan villa sebagai hadiah untuk Hendra. Dia tahu ayah dari Yura sangat mencintai uang daripada putrinya sendiri.
Yura menghempaskan napas panjang. Memang ya kalau sudah berurusan dengan orang kaya, Yura pasti kalah. Semua bisa dibeli dengan uang, uang dan uang. Apa sekarang dia punya pilihan lain? Ah tidak, kan!
"Yura, sekarang tergantung kamu. Mau ayah kamu di penjara atau nikah sama aku," ucap pria ini lagi. Dia menyematkan senyum liciknya.
Yura mengepalkan kedua tangannya, menyimpan semua amarahnya. Dia terdiam sesaat, lalu netranya membidik sinis Raga. "Kamu akan menyesal nikah sama aku," ucap Yura. Kemudian dia berlalu pergi begitu saja.
Puas!
Ah tentu saja Raga puas. Dia berpikir, nanti juga Yura akan luluh dengannya. Logisnya, kebanyakan perempuan lebih suka duit, tapi beda dengan Yura yang tulus, itu salah satu alasan dia menjadikan Yura istrinya.
"Tidak ada kata penyesalan dalam kehidupan aku." Tentu saja yang baru dia katakan kebohongan, salah satu penyesalan dalam hidupnya melepaskan Yura.
Yura tersenyum jijik. Dia tak heran lagi, karena baginya Raga memang bajingan. Bahkan setelah yang pernah pria ini lakukan, bukannya minta maaf, tetapi dia justru bangga dengan kemenangannya saat ini. Dia bersumpah tidak akan memaaf Raga, meski mengemis cinta sekali pun.
"Ck, kamu memang duda laknat. Setelah bercerai dari Alfira, kamu malah datang ke aku. Kenapa? Jatah yang Alfira berikan nggak bisa buat kamu bergairah? Kurang ya gesekan Alfira?" Yura tidak pernah bisa melupakan bagaimana cara sih biadap ini merenggut aset paling berharga dalam hidupnya.
Apa kebanyakan laki-laki seperti itu? Setelah puas main tinggalkan aja, laki-laki sih enak bisa cari lagi. Lah, perempuan, ih ibarat permen enggak ada bungkus, enggak ada yang lirik.
Kata demi kata yang keluar dari mulut Yura, meloloskan rasa sakit di relung dada Raga. Dia tak menyangka Yura bisa berkata demikian. Wanita yang dia kenal polos, berubah menjadi sosok yang angkuh. Apa mungkin semua ini karena kesalahannya dulu?
"Kamu sekarang suka terang-terangan ya, ternyata setelah aku tinggal menikah kamu sehancur ini, sampai-sampai kamu harus menunggu duda aku." Dia pun tak mau kalah. Harga diri lebih tinggi dari segalanya, jika Yura bisa merendahkannya, dia juga bisa. Yura mungkin lupa sejauh mana mereka pacaran, sehingga wanita yang akan dia nikahi ini sulit melupakannya.
"Brensek! Sekali brensek, kamu tetap brensek. Kamu pikir laki-laki di dunia ini cuma kamu, aku belum menikah, karena harus cari suami yang selektif, tetapi kamu membuta aku tidak punya pilihan," cecar Yura. Dia bak binatang buas yang sedang kelaparan, dan siap mencakar-cakar muka Raga.
Raga membelai wajah cantik Yura, seketika tangan aktifnya merengkuh pinggang wanita yang sudah lama menjadi jomblo ini. "Wajah kamu masih mulus seperti dulu, aku harap kamu tidak pernah disentuh laki-laki lain."
Plak!
Tangan Yura secepat kilat mendarat di rahang tegas Raga, dia menampar laki-laki itu setelah mendengar kalimat yang telah membuatnya tersinggung. Benar, dia pernah menyerahkan semuanya kepada Raga, dia bodoh tergoda dengan playboy cap kapak ini. Bodohnya lagi dia membiarkan Raga main sana-sini dengan wanita lain, tak ada puas dengan dirinya, Raga malah menghamili Alfira sahabatnya sendiri. Dia tidak akan pernah lupa luka ini.
Buku lain oleh Tazanie
Selebihnya