Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Tokoh Pengganti

Tokoh Pengganti

Vania Widy

5.0
Komentar
633
Penayangan
5
Bab

Hani tak pernah sedikit pun terbesit pikiran untuk mengambil peran dalam permainan Hana. Kembaran yang sangat dibencinya itu telah membuatnya terperangkap dalam sebuah lubang kehancuran. Menikah dengan Kenan, pria tak dikenalnya merupakan mimpi buruk di tengah karirnya yang sedang melejit. Prinsipnya untuk tak menikah karena apa yang sudah dimilikinya terpatahkan sesaat hanya karena kembarannya. Melangsungkan pernikahan hanya untuk menggantikan peran? Hani telah membuat daftar hitam hanya untuk Hana. Kebencaiannya kian mendalam. Memanfaatkan semua harta suaminya merupakan jalan satu-satunya yang bisa Hani nikmati. Tetap menjalankan profesinya menjadi model terkenal, Hani tak mempedulikan jika statusnya telah menjadi istri. Hingga munculnya Hana, kembarannya membuat Hani kembali muak. Permainan balas dendamnya pun mulai di luncurkan. Tak peduli jika mereka adalah saudara, apa yang membuatnya tersiksa memang patut dimusnahkan. Bagaimana kelanjutannya? Apa saja yang bisa Hani lakukan untuk menyingkirkan Hana? Baca kelanjutannya hanya di sini.

Bab 1 Pernikahan Terkutuk

"Maharmu terlalu kecil untuk pengorbananku. Itu sama saja dengan merendahkanku."

Gadis itu sedang berdiri di sudut kamar. Bernegosiasi dengan orang yang memang bersangkutan dengan masalah ini. Kamar yang sudah didekorasi sebaik mungkin, memang sekarang menjadi pemandangan masam dari Hani sendiri.

Mengalihkan pandangannya ke segala arah. Menatap malas pria itu bersama dengan ayahnya. Rasa penyesalan memasuki kamar ini sedari tadi memang muncul.

"Dua kali lipat akan kuberi untuk maharmu melebihi saudara kembarmu. Asal kamu mau menjadi mempelai wanitaku menggantikan Hana."

"Semudah itu? Apakah itu pantas?" sahut Hani sambil berdecih.

"Hani, nama baik keluarga kita akan tercemar jika pernikahan ini tak jadi dilangsungkan!"

"Apa peduliku?" Hana hanya menaikkan salah satu alisnya. Bersendekap dada menatap melah ayah dan pria itu. Tak ada yang istimewa memang, Hana bahkan sangat menyesal.

Biarkan saja orang mengira dirinya sebagai wanita bayaran yang hanya menginginkan harta, tapi mengingat kembaran sialannya itu yang lari dari tanggung jawab, Hani sungguh sudah sangat geram.

Dia pikir karena mereka kembar, saudaranyanitu bisa seenaknya berbuat sesuatu dan melemparkan masalahnya kepada dirinya? Dia pikir dirinya tempat sampah? Mengambil keuntungan saja?

"Tiga kali lipat mahar yang akan kuberikan untukmu. Apakah ini masih kurang?" sahut pria itu memutuskan.

"Apa maharnya?" Masih dengan nada dinginnya, bahkan belum ada kata 'tertarik' dalam benaknya. Hani masih sangat tenang sedari tadi.

"Tiga ribu gram Emas antam sebagai maharmu. Masih kurang?" Pria itu sudah mulai kualahan dengan permintaan Hani. Terlalu tinggi memang menurutnya, tapi memang sebanding dengan nama baik dirinya juga.

Mau tak-mau Hani mulai menimang kembali tawaran pria itu. Tiga ribu gram Emas antam sebagai mahar pernikahannya, memang lumayan juga menurut Hani. Bisa untuk jalan-jalan dirinya beberapa bulan kedepan. Tapi, sebenarnya masih cukup kurang menurut Hani itu semua.

Menarik senyumnya merasa masih ada yang bisa dirinya dapatkan. Kembali membangkitkan diri mendekati pria tua itu yang akan menjadi calon suaminya. Mungkin hal ini masih bisa disetujui.

"Oke ... Tiga kali lipat aku terima.

Tapi Ayah ... Ayah juga harus ikut andil dalam perjuangan ini."

"Di saat genting seperti ini, kamu masih saja berpikir tentang materi, Hani?"

Hani tertawa kecil. Mendengarkan ayahnya yang mengira dirinya matre? Atau ayahnya yang merasa miskin sekarang?

Hah? Hani pikir ayahnya sangat menyayanginya, hingga harta sebesar apa pun tak akan berarti jika menyangkut kebahagiannya. Tapi ternyata, dugaannya salah. Salah besar, harta memang selau lebih dari segalanya.

Tersenyum kecut dirinya sambil membuang muka. Cukup menarik!

"Ayah bilang Hani matre? Hani mempertahankan nama baik Ayah, lho!

Dibandingkan dengan hidup Hani sendiri yang Ayah korbankan, sebegitunya Ayah perhitungan?

Kalo enggak mau ... ya sudah. Hani enggak ingin juga menikah dengan Kenan!" jelas Hani penuh penekanan di setiap katanya. Merasa muak dengan ayahnya yang memang selalu seperti ini.

Tak peduli jika keluarganya hancur dipermalukan setelah ini. Tak peduli jika ayahnya akan menanggung malu yang amat terdalam. Toh, ini juga akibat dari ulah si kembaran sialan itu juga.

Anak yang bahkan lebih manja menurutnya dan kebanyakan gaya. Merasa paling nurut? Padahal inilah kenyataannya. Hana malah kabur entah ke mana.

Menjalankan kembali langkahnya hendak menuju pintu yang sudah terpampang jelas di ujung sana. Biarkan saja mereka berdua merasakan akibatnya, dan Hani meninggalkan mereka berdua mematung di tempat.

Ini juga bukan kewajibannya dan Hani dari dulu memang tak pernah mau berperan untuk kembarannya. Menyusahkan!

"Tunggu!"

"Hal ini masih bisa dibicarakan."

Yanto, ayah Hani melangkahkan kakinya kembali mendekati sang putri. Mungkin saat ini ayahnya memang masih banyak dilanda keraguan dan kecemasan. Bukan karena putrinya yang hendak menikah, tapi mungkin kegilaan ayahnya tentang harta.

Hani kembali menghentikan langkahnya. Suara bariton sang ayah memang jelas terdengar pada telinganya. Biarkan kali ini dirinya memberi kesempatan ayah untuk berpikir dan memberi keputusan.

Senyum kecut mulai terbit dari wajah cantik Hani, dan lihat saja permainan seperti apa yang akan dirinya dapatkan.

"Okey, Hani bisa menerima," sahut Hani santai. Membalikkan tubuhnya menghadap tubuh kekar sang ayah. Menatapnya dengan keberanian, Hani memang tak punya takut.

"Maumu apa?" sambung Yanto. Merasa jengah dengan tingak putrinya yang paling semena-mena.

"Hal yang berharga untuk kumiliki dan tak merendahkanku. Sama seperti Kenan." Tatapan Hani sudah mulai terlihat penuh taktik. Penuh perencanaan agar dirinya pun tak terlalu berkorban di sini.

Biarkan kehidupannya harus bersama pria tua ini selamanya, tapi memastikan harta apa aja yang akan menjamin kebahagiaannya. Itu memang prinsip Hani.

"Oke!" Yanto mengambil keputusan akhirnya. "Kantor cabang pertama perusahaan kita akan menjadi milikmu. Dengan satu syarat, kamu bersedia menikah dengan Kenan."

"Oke, DEAL!" setuju Bella mantap.

Dengan sigap, Hani langsung menyetujuan perjanjian ayahnya. Perusahaan cabang pertama, itu termasuk cabang terbesar yang telah dirintis ayahnya selama ini. Dan sebentar lagi, semua akan menjadi miliknya.

Hani sangat senang. Tak ada keraguan lagi jika mereka berdua sama-sama mendukung kelanjutan pernikahan konyolnya. Itu artinya, sekarang Hani lah yang menjadi tokoh utamanya.

Bahkan orang suruhan Yanto yang bertugas menjadi MUA saja ikut tercengang mendengarkan negosiasi yang tercipta. Sungguh sangat menakjubkan Hani meminta semua itu dalam hitungan kurang dari satu jam. Hani seperti sudah merampok saja.

"Tiga kali lipat maharku lebih besar dari kembaranku aku terima.

Dan cabang pertama perusahaan ayah ... juga aku terima."

Hani melangkahkan kakinya dengan penuh percaya diri. Tersenyum kecut yang sengaja dirinya berikan kepada Kenan. Salah satu ide yang memang sedikit memberi harga sedang Hani pikirkan.

Bibirnya mulai mendekati pendengaran Kenan. Membisikkan sesuatu hal yang tak mereka kira-kira sebelumnya. Hanya Kenan lah yang mendengar.

"Genapkan 4000 gram untukku, jika kamu masih sayang namamu."

Langsung melenggang pergi saat dirinya telah menyelesaikan surat terakhir untuk Kenan. Entahlah, Hani tak peduli apa pandangan Kenan kedepannya.

Mungkin akan di cap sebagai wanita murahan atau yang lainnya. Hani tak peduli. Yang terpenting, jaminannya sudah cukup menjanjikan.

Rok mini dengan sweter overzsize yang menutupi tubuhnya sekarang, memang harus segar diganti. Membiarkan pria tua dengan jaz silver yang sudah mengangkat ketampanannya ini menunggu, Hani juga tak kalah cantik setelah ini.

Membiarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Melakukan peran yang memang sebenarnya sangat memuakkan. Ingatannya seketika teringat dengan kembarannya.

Hah! Enak sekali dia sekarang sedang bersenang-senang menikmati perayaannya yang terbebas dari belenggu pernikahan. Tak ingat bahwa orang yang memiliki paras yang sama sedang mengambil peran. Kedua tangan Hani bahkan tak sadar sedari tadi mengepal dengan kuat.

'Apakah ini permainanmu, Hana? Apakah ini balas dendammu yang dari dulu tak bisa hidup bebas sepertiku? Apakah ini caramu buat membuatku lebih merasakan ketidak adilan?'

'Aku memang adikmu di sini ... aku memang kembaranmu yang banyak mendapatkan gunjingan di keluarga kita. Tapi ingat ... kehidupanmu juga tak akan dibiarkan semudah itu Hana.'

"Akan kubuat kau, menyesali perbuatanmu! MY TWIN!"

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku