/0/24661/coverorgin.jpg?v=629f8f88baba399a125ab8ef389ce989&imageMogr2/format/webp)
🏵️🏵️🏵️
“Dasar nyebelin!” gerutuku sambil mengusap dada.
Aku sangat kesal kepada laki-laki di samping ruangan kerjaku. Aku sedih karena harus berstatus sebagai istrinya. Hati pria itu keras seperti baja, dingin bak batu es. Terus terang, awalnya aku sama sekali tidak pernah berharap menjadi pendamping hidupnya.
Hampir setiap hari sikapnya selalu membuatku ingin mengacak-acak rambutnya. Seenaknya dia memberikan perintah kepadaku seperti karyawati lainnya. Tidak ingatkah sedikit pun di benaknya kalau aku ini istrinya?
Istri? Kenapa tiba-tiba aku merasa geli membayangkan kata itu? Sejak kapan aku setuju dan ikhlas menerima dirinya sebagai suamiku? Tidak sama sekali! Menikah dengannya hanya semata-mata karena ingin bebas dari perjodohan yang direncanakan Papa dan Mama.
“Kamu harus menikah dengan Rama. Dia pasti akan memberikan segalanya untukmu.” Papa memaksaku untuk menikah dengan tuan tanah di desa tempat tinggalnya beberapa bulan yang lalu.
“Key nggak mau, Pah. Laki-laki itu lebih pantas jadi ayah untuk Key.” Aku dengan yakin menolak permintaan Papa.
“Jika kamu tidak bersedia menikah dengan Rama, Papa kasih kamu waktu dua bulan agar segera menikah. Ingat, umur kamu tidak muda lagi. Kasihan adik kamu harus menunggu kakaknya duduk di pelaminan. Kamu tahu sendiri kalau dia sudah berencana menikah dengan pasangannya.” Papa panjang lebar memberikan penjelasan yang membuatku bingung.
“Tapi, Pah … Key nikah sama siapa?” Aku tidak terima dengan keputusan Papa.
“Kok, nanya Papa? Atau kamu mau tetap menikah dengan Rama saja?” Papa kembali menyebut nama laki-laki yang usianya terpaut dua puluh tahun dariku.
Siapa juga yang bersedia menjadi istri duda yang bernama Rama? Aku benar-benar tidak dapat membayangkan harus hidup dengan laki-laki yang pantas menjadi ayahku. Papa sangat tega terhadap putri sulungnya ini.
Aku pun bingung harus menikah dengan siapa. Bagaimana mungkin dalam waktu dua bulan, aku mampu menemukan laki-laki yang bersedia mengajakku bersanding di pelaminan? Sudah bertahun-tahun lamanya, aku tidak memikirkan yang namanya kekasih.
Kriiing! Kriiing!
Suara telepon di meja kerja selalu berhasil mengagetkan diriku. Entah kenapa benda itu sering mengeluarkan suara saat hati ini sedang gundah gulana. Ingin rasanya menempatkannya di tempat yang jauh dariku supaya terbebas dari bunyi yang dikeluarkan.
Aku pun meraih gagang telepon lalu mengangkatnya. “Halo.”
“Ke ruangan saya sekarang!” Ternyata makhluk menyebalkan itu kembali memerintah diriku. Siapa lagi kalau bukan Farid—laki-laki yang berstatus sebagai suamiku.
“Baik, Pak.” Aku pun menutup telepon lalu melangkah menuju ruangannya.
“Ini maksudnya apa?” Farid melemparkan berkas yang tadi aku serahkan kepadanya dengan kasar.
“Ada apa, Pak?” tanyaku penasaran.
“Lihat kerjaan kamu, nggak ada yang benar! Kamu bisa kerja, nggak?” Pertanyaannya membuatku ingin berbuat kasar kepadanya.
Aku sudah mengerjakan apa yang Farid minta tadi pagi, tetapi tidak tahu kenapa laki-laki itu justru menganggap pekerjaanku tidak benar. Dia selalu saja membuatku kesal dan tidak mengerti apa yang dia pikirkan. Dia sungguh menyebalkan.
“Tapi saya sudah menyiapkan semua yang Bapak minta.” Aku tetap berusaha membela diri.
“Siap apa seperti ini? Siap untuk dibuang?” Kalimatnya membuat dadaku terasa sesak. Apa yang kulakukan tidak dihargai sama sekali.
/0/15407/coverorgin.jpg?v=eb52c08fedf92d47e98ef432bf8299d3&imageMogr2/format/webp)
/0/9030/coverorgin.jpg?v=883fe3c7ef3c952d8025ab444c7ba36a&imageMogr2/format/webp)
/0/8464/coverorgin.jpg?v=bb2fa6976040b74967606847f472435d&imageMogr2/format/webp)
/0/8667/coverorgin.jpg?v=935dd95c4efc2172a56d213d05525c5d&imageMogr2/format/webp)
/0/20438/coverorgin.jpg?v=f4ce88162c20b83c898310594ebee030&imageMogr2/format/webp)
/0/6823/coverorgin.jpg?v=a670310dd59e1b4660b57f03be77035a&imageMogr2/format/webp)
/0/23685/coverorgin.jpg?v=67f525831c2cc86f2a390a0c8e8938db&imageMogr2/format/webp)
/0/17784/coverorgin.jpg?v=20240401115211&imageMogr2/format/webp)
/0/16584/coverorgin.jpg?v=a7ed768fd6ad0b80d99f53e2a1f2b3a4&imageMogr2/format/webp)
/0/5769/coverorgin.jpg?v=c24d6abac899f24c556b691ebac6fa3b&imageMogr2/format/webp)
/0/30663/coverorgin.jpg?v=4310cfd126e3116cc82ceb7a4a629540&imageMogr2/format/webp)
/0/10293/coverorgin.jpg?v=6a63dece1ad6b19c0d080cf6328ccd66&imageMogr2/format/webp)
/0/18495/coverorgin.jpg?v=fa722c6e46304d6306090e55dc99494a&imageMogr2/format/webp)
/0/16559/coverorgin.jpg?v=e2071e6c7a02478e542e0f7ba23df599&imageMogr2/format/webp)
/0/16861/coverorgin.jpg?v=1d79d5c8d1067177e47366859cdb07d3&imageMogr2/format/webp)
/0/16204/coverorgin.jpg?v=fd817143ccf5117c121c4285e7c3d270&imageMogr2/format/webp)
/0/9450/coverorgin.jpg?v=d11f7d23467c368108f94bae2251abd9&imageMogr2/format/webp)
/0/12198/coverorgin.jpg?v=dc31d836caecd446dac10b44a8789176&imageMogr2/format/webp)