Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Ketua Geng Itu Suamiku

Ketua Geng Itu Suamiku

Vya Kim

3.5
Komentar
225
Penayangan
5
Bab

Ayu, siswi berprestasi dan penerima beasiswa di SMA Garuda, terpaksa menikah muda dengan Arbinata, di panggil Bin, ketua geng motor Garuda Steel yang terkenal nakal dan sering bikin onar. AaKetika Ayu tanpa sengaja menyaksikan Bin terlibat dalam konfrontasi berbahaya dengan geng lain, ia terjebak dalam situasi yang tidak terduga. Terpaksa berlayar di antara ketidakpastian dan ketegangan, Ayu harus beradaptasi dengan kehidupan barunya sambil berjuang untuk meraih impian dan kelulusannya. Namun, saat Iky, teman baik sekaligus teman satu geng Bin, mulai menunjukkan perhatian lebih, Ayu terjebak dalam dilema cinta segitiga yang rumit. Di tengah konflik, mereka berjuang melawan musuh bersama dan harapan akan masa depan yang lebih baik. Bisakah mereka menemukan kebahagiaan di antara kekacauan?

Bab 1 Terlambat pulang

"Eh, Yu! Elo gantiin gue piket, ya! Gue lagi banyak urusan!" ujar Jeni ke gue yang nggak sempat menolak.

Jeni segera memakai tas-nya terburu-buru entah memang ada urusan atau memang ingin menghindari tugas piketnya hari ini. Terpaksa gue pun melempar tas yang sempat gue kenakan dengan kesal ke bangku gue lagi, dan mulai menjalankan piket kelas.

Waktu berlalu, gue menghela napas panjang, lelah setelah piket yang seakan nggak ada habisnya. Sapu di tangan kanan gue, gue genggam erat, sementara mata gue ngelirik jam dinding yang tergantung di kelas.

Sudah lewat pukul lima sore, dan sekolah mulai sepi. Hampir semua murid sudah pulang, kecuali beberapa teman gue yang masih sibuk membereskan ruang kelas.

"Kenapa juga sih gue harus nurutin si Jeni cewek manja kayak dia? Seenaknya aja nyuruh-nyuruh gue!" gumam gue sambil menyapu sisa-sisa sobekan kertas yang berserakan di lantai, sambil mendengus kesal.

"Nih, kerjaan bocah laki-laki lempar-lempar kertas! Perang kertas apaan coba. Nyusahin yang piket!" Gue terus menggerutu nggak ikhlas ngerjain piket hari ini. Iya lah nggak ikhlas! Harusnya ini si Jeni Tuan Putri itu yang ngerjain!

Setelah selesai, gue simpan sapu di pojok kelas. "Udah, beres. Gue butuh istirahat, nih," ujar gue ke teman-teman lain sambil melangkah keluar kelas.

Udara sore yang mulai dingin menyapu wajah gue, buat gue sedikit rileks setelah seharian terjebak di ruangan.

Daripada langsung pulang, gue memutuskan untuk istirahat sebentar di belakang sekolah. Tempat ini selalu jadi spot favorit gue kalau mau menjauh dari keramaian. Apalagi sekarang, dengan sekolah yang hampir kosong, suasananya tenang banget.

Gue berjalan melewati lorong-lorong sekolah yang semakin sepi. Sesekali masih terdengar suara obrolan dari beberapa anak yang juga kebagian piket, tapi gue memilih nggak ikut campur. "Gue capek. Nggak mood buat ngobrol."

Begitu sampai di belakang sekolah, gue menyandarkan punggung gue ke dinding, memejamkan mata. "Cuma sebentar aja, sebelum pulang," pikir gue. Rasanya damai di sini, jauh dari hiruk pikuk sekolah, seolah dunia sedang berhenti sejenak.

Gue baru aja mau merem sebentar, nikmatin angin sore yang sejuk, ketika tiba-tiba suara ribut dari arah belakang bikin gue waspada. Awalnya gue nggak terlalu peduli, tapi semakin lama suara itu makin jelas, kayak ada yang berantem.

"Gila, apaan tuh?" gumam gue, penasaran. Rasa capek gue langsung hilang entah ke mana. Gue berdiri dan pelan-pelan ngintip dari balik tembok, nggak jauh dari tempat gue tadi bersandar.

Pandangan gue langsung ketancap ke arah lapangan kecil yang jarang dipake, dan lo tahu siapa yang ada di sana? Bin. Si anak berandal sekolah yang sering banget bikin onar. Dia lagi ribut sama beberapa anak yang gue nggak kenal.

Gue ngelihat mereka saling dorong, dan Bin, ya Tuhan ... dia lagi ngerebut sesuatu dari tangan salah satu cowok di situ. Gue nggak jelas lihatnya dari jauh, tapi yang pasti, itu kayak bungkusan kecil warna putih. Serbuk putih. Apa ... narkoba?

"Gila, beneran nih? Dia jualan narkoba juga apa beli narkoba?" jantung gue tiba-tiba berdetak kencang. Gue panik. Gue harus cabut dari sini, sebelum gue kepergok lihat mereka.

Gue langsung muter balik dan lari secepat mungkin. Gue nggak peduli baju gue kena tanah, nggak peduli seragam gue ketarik ranting-ranting tajam yang bikin robek. Yang ada di pikiran gue cuma satu, gue harus jauhin mereka!

Tapi sialnya, kaki gue keseleo pas gue nginjek akar pohon. Rasanya nyeri, tapi gue nggak berhenti. Gue paksain buat lari, tapi langkah gue makin pelan. Gue ngerasa ada yang ngejar di belakang, dan lo tahu siapa?

"Lo mau ke mana?" suara berat itu terdengar jelas banget di telinga gue.

Gue menoleh, dan gue lihat Bin! Dan ya ..., gue ketangkep!

"Shit!" gue mengumpat dalam hati. Keringet dingin mulai ngalir di pelipis gue.

Gue nggak sempet ngelawan waktu Bin narik tangan gue dan ngebawa gue pergi. Nafas gue masih ngos-ngosan, kaki gue sakit, tapi gue dipaksa buat jalan. "Lo apaan sih! Lepasin gue!" teriak gue sambil ngebet narik tangan, tapi cengkeraman Bin kuat banget.

"Diam," jawabnya dingin, tanpa lihat ke arah gue.

Pikiran gue makin kacau. Gue nggak tahu dia mau ngapain gue, dan makin jauh kita jalan, makin gue sadar kalo arah kita menuju... gudang sekolah? Tempat yang paling sering dipake buat hal-hal yang nggak bener. "Bin, lo mau bawa gue ke mana?!"

Tapi dia nggak jawab apa-apa. Dia terus narik gue masuk ke dalam gudang itu. Pintu besinya berderit pas dibuka, dan gue langsung diseret masuk. Lampu remang-remang bikin suasananya makin nyeremin. Gudang ini kayak tempat yang ditinggalin, banyak barang berdebu, dan bau apek langsung nyerang hidung gue.

"Lo denger ya!" Bin akhirnya ngomong sambil dorong gue ke tembok. "Jangan pernah ikut campur urusan gue!"

Gue mau bales, tapi lidah gue kelu. Jantung gue berdegup kencang, dan otak gue nggak bisa mikir jernih. Gue cuma bisa mundur pelan-pelan, sambil nahan rasa takut yang mulai merambat ke seluruh tubuh gue.

Tapi sebelum gue bisa buka mulut, pintu gudang kebuka keras.

"Eh! Kalian ngapain di sini?"

Suara itu bikin gue dan Bin langsung noleh bersamaan. Security sekolah berdiri di depan pintu dengan mata melotot, lihat gue dan Bin di pojokan gudang, dengan posisi gue yang kelihatan... nggak bener. Baju gue yang robek, nafas gue yang masih tersengal-sengal. Gue langsung panik.

"Pak, ini nggak kaya yang bapak pikirin!" Gue nyoba ngomong, tapi security itu udah keburu narik kesimpulan.

"Ya ampun, kalian mesum di sekolah?! Gila, ini udah keterlaluan!" dia langsung ngeluarin walkie-talkie.

Gue cuma bisa melotot ke arah Bin. Mati gue!

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku