Ketua Geng Itu Suamiku
a pesta pernikahan. Nggak ada resepsi. Cuma akad sederhana di ruang tamu rumah gue, disaksikan sa
ah kamu, Ayu Renjana, bersedia m
un-tahun cuma manggil dia "Bin," yang gue kira nama panggilan berandalan sekolah biasa. Ternyata dia punya nama seaneh i
pa-apa. Kayak dia nggak peduli sama apa yang terjadi di sekitarnya. Gue nggak tau apa yang ada
ada pilihan lain. Gue nggak bisa ngelawan keputusan orang tua, dan
urat pernikahan ditandatangani, dan sebelum gue s
katanya buat kami tinggal berdua setelah menikah. Rumahnya gede banget, jauh dari apa yang gue bayangin buat seor
ruh di kota ini. Rasanya makin aneh aja. Gimana bisa anak pejabat yang punya segalanya m
tatapan cuek dan langsung naik ke lantai atas setelah kami tib
pelan, meski gue tahu Bin udah nggak di seki
Seorang murid berprestasi, penerima beasiswa, yang sekarang malah terjebak dal
gue dan Bin. Tapi ternyata gue salah besar. Hidup sama Bin itu kayak neraka. Kami berdua nggak per
hin dapur, kamar, bahkan kamar mandi. Tapi lo malah nambahin berantakan lagi!" G
andphone, cuma ngelirik sekilas dengan muka
berkali-kali, tapi 'besok' versi
orok gini!" Gue mulai frustrasi, nggak tahan sama kebiasaan
ggak tahan, lo yang buang aja. Gue capek abis
k peduli sama apa yang gue lakukan buat bikin rumah ini nyaman. Gue udah bersihin hampir semua
?" Gue melotot ke arahnya, tapi Bin cuma menghela
ini emang gede, nggak usah lo beresin tia
n hubungan ini berjalan, sementara Bin nggak peduli sama sekali. Rasanya capek,
Bin masih tidur terpisah. Itu pun untungnya buat gue, karena kalau kami harus tidur sekamar,
aja yang bikin gue kesel. Dan satu hal yang paling nyebeli
mbil nonton TV. Padahal dia tinggal bangun, ke dapur, dan mas
ka sebel. "Lo kan bisa masak sendiri,
-anak," jawabnya dengan nada santai, seakan-aka
ahan emosi. Bener-bener nggak adil, dia cuma duduk leha-leh
apan tajam. "Kalau lo nggak mau bikinin
kabur aja dari rumah ini, balik ke rumah orang tua gue. Tapi terus gue kepikiran, kalau gue pulang, pasti mereka bakal khawatir banget
, walaupun hati gue rasanya kayak diperas. Bukan karena gue nggak bisa masak, tapi karena gue ngerasa n
ituasi ini. Gue tahu kalau gue pulang, masalah bakal tambah rumit. Jadi, lebih baik gue t