Ketua Geng Itu Suamiku
Gue lagi banyak urusan!" ujar Jeni
in menghindari tugas piketnya hari ini. Terpaksa gue pun melempar tas yang sempa
seakan nggak ada habisnya. Sapu di tangan kanan gue, gue genggam era
. Hampir semua murid sudah pulang, kecuali beberapa
Seenaknya aja nyuruh-nyuruh gue!" gumam gue sambil menyapu sisa-si
Nyusahin yang piket!" Gue terus menggerutu nggak ikhlas ngerjain piket hari
"Udah, beres. Gue butuh istirahat, nih," ujar gue
wajah gue, buat gue sedikit rileks
ekolah. Tempat ini selalu jadi spot favorit gue kalau mau menjauh dari keramaia
asih terdengar suara obrolan dari beberapa anak yang juga kebagian piket,
memejamkan mata. "Cuma sebentar aja, sebelum pulang," pikir gue. Rasanya dama
tiba suara ribut dari arah belakang bikin gue waspada. Awalnya gue nggak terl
ung hilang entah ke mana. Gue berdiri dan pelan-pelan ngintip
dan lo tahu siapa yang ada di sana? Bin. Si anak berandal sekolah yang seri
u dari tangan salah satu cowok di situ. Gue nggak jelas lihatnya dari jauh, tapi
ba?" jantung gue tiba-tiba berdetak kencang. Gue panik. Gu
gue kena tanah, nggak peduli seragam gue ketarik ranting-ranting tajam ya
ri, tapi gue nggak berhenti. Gue paksain buat lari, tapi langkah gue m
berat itu terdengar jela
e lihat Bin! Dan ya
m hati. Keringet dingin mu
ue masih ngos-ngosan, kaki gue sakit, tapi gue dipaksa buat jalan. "Lo apaan sih! L
dingin, tanpa l
jalan, makin gue sadar kalo arah kita menuju... gudang sekolah? Tempat yang pal
as dibuka, dan gue langsung diseret masuk. Lampu remang-remang bikin suasananya makin nyeremin. Gudan
g sambil dorong gue ke tembok. "Jan
an otak gue nggak bisa mikir jernih. Gue cuma bisa mundur pelan-pel
a buka mulut, pintu
an ngapai
dengan mata melotot, lihat gue dan Bin di pojokan gudang, dengan posisi gue yang kelihatan..
rin!" Gue nyoba ngomong, tapi securi
?! Gila, ini udah keterlaluan!" di
melotot ke ara