Nadia-seorang gadis berusia dua puluh tahun yang sudah dilahirkan dari keluarga kaya raya tiba-tiba saja harus merasakan derita hidup pas-pasan dikarenakan meninggalnya sang ayah serta semua aset yang seharusnya diturunkan pada Nadia si anak tunggal. Sang ayah terkena serangan jantung dadakan, padahal Nadia hanya memiliki pria itu serta sang nenek di dunia ini. Sebelum nyawa ayahnya kembali pada Tuhan, Abraham berpesan supaya Nadia menikahi pemilik perusahaan kondang di kotanya karena ayah pemuda itu memiliki hutang budi padanya. Maka, pria ini sudah meminta putra rekannya itu sebagai balas budinya. Nadia menolak, tapi karena keadaan ekonomi menekannya disertai permintaan trakhir sang ayah, akhirnya gadis ini nekad mencari tahu siapa pemuda tersebut.
Tepatnya hari senin, Nadia melangkahkan kakinya keluar rumah sederhana sang nenek. Rumah ini didapat wanita tua itu dari peninggalan trakhir putranya. "Nek, apa Nadia harus pergi?" ragu dalam hati gadis ini sangat berkecamuk.
"Pergi saja nak, demi masa depanmu." Asupan semangat dari wanita berusia enam puluh tahun bernama Saraswati.
"Tapi masa Nadia harus menikah sama om-om!" Wajah gadis ini melukiskan kengerian.
"Papa kamu tidak bilang harus menikahi rekannya, tapi putranya. Awas kamu salah!" peringatan tegas Saraswati.
"Ish, nenek. Jadi andai Nadia salah atau benar memilih calon suami, nenek tetap menyuruh Nadia menikah?" rengeknya.
"Tentu saja ..., Nadia mendengar sendiri pesan trakhir papanya Nadia yang tidak lain putranya nenek." Kerutan di wajah wanita ini sudah tidak terhitung jumlahnya, tapi rasa sendu tetap terlihat sangat mulus kerana disebabkan akan kehilangan sang cucu.
"Tapi kan ...." Nadia masih tampak sangat keberatan.
Telapak tangan Saraswati membelai bahu Nadia. "Nak, ingat pesan trakhir papa kamu, jangan kecewakan papa kamu." Tatapannya sangat melukiskan serjuta sayang pada cucu satu-satunya, "dan ingat pesan nenek, jangan salah masuk ke gedung perusahaan, pokoknya kamu harus mencari seorang pria bernama Wira dan jangan lupa tunjukan foto kebersamaan papa kamu dengan pria itu," pesan penting sang nenek.
"Nenek yakin nenek tidak salah mengambil foto? Ada banyak foto di album milik papa!" risau Nadia.
Saraswati mengibaskan tangan kanannya. "Hus, mana mungkin nenek salah ambil, sudah ada tagnya kok bahwa itu pria bernama Wira yang dimaksud papa kamu."
"Emang nenek tahu apa itu tag? Kok Nadia tidak yakin," celetuk gadis yang harus menghentikan kuliahnya karena kendala biaya.
"Sudah, tidak perlu memikirkan tag lagi. Sekarang cepat pergi cari rekannya papa kamu dan ceritakan semuanya kalau papa kamu meninggal di luar negeri di masa pengobatannya!" titah tegas Saraswati.
Nadia memakai celana jeans panjang serta t-shirt berlengan pendek yang dipadukan dengan sepatu kets serta tas ransel. "Iya sudah, Nadia pergi, tapi nenek jangan kemana-mana, cucu nenek yang cantik ini akan segera pulang."
"Iya .... nenek akan tetap di sini, nenek janji!" Kecupan sayang mendarat di dahi Nadia.
Kini, kedua wanita berbeda generasi itu sudah terpisah jarak. Nadia melangkah gontai bersama rasa tidak percaya diri. "Bagaimana kalau Nadia menikahi bapaknya bukan anaknya. Argh, papa ...," raungnya.
Satu jam kemudian, Nadia keluar dari taxi yang sudah dibayar setengah harga karena kebetulan itu taxi milik tetangganya. Di hadapannya terdapat gedung tinggi besar nan agung. "Apa ini gedungnya, apa tempat ini yang dikuasai pria bernama Wira?"
Nadia mematung sangat lama, bahkan sempat beberapa kali mondar-mandir di depan lokasi gedung hingga mencuri perhatian satpam. "Permisi, ada yang bisa saya bantu?"
Nadia mengerjap seiring memandang ragu ke arah si pria. "Eu ... saya .... saya ...."
Tin!
Sebuah mobil mewah hendak masuk ke dalam halaman hingga satpam harus membantu memarkirkan mobil tersebut, sedangkan Nadia berpikir jika dirinya harus putar balik saja.
Namun, sebelum Nadia menghilang dari lokasi, gadis ini teringat pada pesan trakhir ayahnya. "Saya tidak boleh menyerah, saya akan mencari Pak Wira!"
Satpam menyahut karena kebetulan mendengar kalimat trakhir Nadia kala pria ini kembali menghampiri. "Jadi nona ini mau bertemu Pak Wira? Tunggu di lobby ya, karena hari ini Pak Wira sering tidak di tempat."
Nadia memandang serius ke arah satpam. "Jadi benar, ini perusahaan milik Pak Wira?"
"Benar sekali," tegas satpam, tapi tetap santun.
Nadia segera merogoh tasnya untuk meraih foto yang dibawanya, kemudian diperlihatkan pada satpam. "Apa Pak Wira yang ini?"
Satpam memerhatikan gambar wajah di dalam foto. "Iya, ini Pak Wira, tapi pasti foto ini diambil beberapa tahun yang lalu," tebaknya karena penampilan Wira sangat berbeda dengan sekarang, "siapa pria di sisi Pak Wira?" penasarannya sekaligus menyelidik karena gadis ini memiliki dua gambar wajah.
"Itu papa saya, tapi papa baru saja meninggal satu bulan yang lalu. Papa bilang papa dan Pak Wira adalah rekan bisnis, jadi papa suruh saya mencari Pak Wira," tutur Nadia dengan sejujur-jujurnya.
Satpam tidak lantas percaya karena bisa saja gadis di hadapannya mengarang cerita mengingat jika sekarang Wira sedang naik daun dan banyak pengusaha curang ingin menjatuhkannya. "Mana buktinya jika itu papanya nona?"
"Hah, bukti?" heran Nadia, "saya tidak punya bukti apa-apa, memangnya apa yang harus saya tunjukan untuk membuktikan kalau saya anaknya papa?"
Satpam bergeming sesaat. "Iya sudah tidak perlu, tapi sementara foto ini akan saya bawa untuk ditunjukan pada Pak Wira jika beliau memang mengenal pria di sisinya maka nona boleh menemui beliau," usulannya dengan sikap santun.
"Iya sudah, tunjukan saja." Nadia memberikan fotonya begitu saja.
"Mari, ikut saya ke lobby." Satpam menggiring Nadia dengan santun hingga gadis itu duduk di sofa yang empuk yang tidak kalah empuk dengan sofa di rumahnya dulu sebelum pihak bank menyitanya.
"Nona tunggu saja di sini, tapi saya tidak menjamin akan cepat karena Pak Wira sedang banyak tamu," pesan satpam sebelum berlalu.
Nadia mengangguk patuh, kemudian berkata penuh kekhawatiran, "Kira-kira Nadia berhasil bertemu Pak Wira tidak, ya?"
Bersambung ....
#Jangan lupa tinggalkan jejak komentar ya setelah baca ^^
Bab 1 Mencari Tahu
22/09/2022
Bab 2 Pria Bernama Wira
22/09/2022
Bab 3 Pertemuan Nadia dan Abimana
22/09/2022
Bab 4 Keputusan Abimana
22/09/2022
Bab 5 Wanita Idaman Abimana
22/09/2022
Bab 6 Kabar yang Dibawa Wira
22/09/2022
Bab 7 Kehidupan Baru Nadia
22/09/2022
Bab 8 Tania
22/09/2022
Bab 9 Perselingkuhan Tania
22/09/2022
Bab 10 Kafka Si Dosen Ganteng
22/09/2022
Bab 11 Anak Kecil di Mata Abimana
22/09/2022
Bab 12 Pengakuan Abimana
23/09/2022
Bab 13 Sikap Abimana
23/09/2022
Bab 14 Kebingungan Nadia
24/09/2022
Bab 15 Perlu Dipermak
24/09/2022
Bab 16 Tingkah Laku Nadia
24/09/2022
Bab 17 Cerita Baru Di Hidup Nadia
24/09/2022
Bab 18 Malam yang Sangat Memalukan
25/09/2022
Bab 19 Sudah Bukan Nadia yang Dulu
25/09/2022
Bab 20 Keluarga yang Hampir Lengkap
25/09/2022
Bab 21 Kehamilan
25/09/2022
Bab 22 Makan Siang Suami dan Istri
25/09/2022
Bab 23 Abimana Adalah Penguasa
25/09/2022
Bab 24 Gencarnya Gossip Kehamilan
25/09/2022
Bab 25 Tuduhan pada Abimana
25/09/2022
Bab 26 Harus Membersihkan Nama Baik
25/09/2022
Bab 27 Usaha dan Kegagalan
25/09/2022
Bab 28 Family Owned Company
25/09/2022
Bab 29 Debat Sengit Wira dan Tania
25/09/2022
Bab 30 Masih Kehebohan yang Dibuat Tania
01/03/2023
Bab 31 Sikap Menggemaskan Nadia
01/03/2023
Bab 32 Dampak Negatif Berita Miring
01/03/2023
Bab 33 Janji Abimana pada Tania
01/03/2023
Bab 34 Akal-Akalan Abimana
02/03/2023
Bab 35 Kemampuan Perusahaan Semakin Merosot Akibat Fitnah Tania
02/03/2023
Bab 36 Abimana Tetap Dianggap Bersalah
02/03/2023
Bab 37 Pengakuan Tania
02/03/2023
Bab 38 Tania Si Provokator
03/03/2023
Bab 39 Hubungan Nadia dan Abimana Sedang Tidak Baik
03/03/2023
Bab 40 Rencana Nadia
03/03/2023
Buku lain oleh Desti Angraeni
Selebihnya