Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Iblis Itu Suamiku

Iblis Itu Suamiku

Audreana Ivy

5.0
Komentar
159
Penayangan
12
Bab

Demi menarik mereka yang telah menghancurkan hidupku. Kini aku memilih menggenggam tangan pria berasal dari kegelapan, menjatuhkan diriku sendiri sembari menghancur leburkan mereka, sayangnya aku justru semakin jatuh dalam permainanku sendiri. Aku mencintai sosok kegelapan yang justru tampak bercahaya di mataku. Ia adalah polaris yang selalu berpendar di langit hatiku. Meski akal beserta indera di tubuhku menyadari ia hanyalah sosok fana terikat dalam untaian benang perjanjian dan menjalankan peran sebagai seorang 'kepala keluarga' khayalanku. Cinta dan perasaan kami adalah sebuah dosa, semakin lama kian menusuk lebih dalam serta menorehkan luka pada kami. Hanya saja, aku akan tetap memilih jalan yang sama dan menerima uluran tangannya. Bahkan aku akan tetap memilih jatuh dalam pelukannya dan ia pun begitu. Dan jika kelak jiwaku pergi, Selamanya ia akan selalu menjadi Suami Tercinta ku hingga nanti.

Bab 1 Cintai Aku

Tanganku bergetar hebat tiba-tiba. Serangan itu datang kembali, sekujur tubuhku diguyur keringat dingin. Jantungku seolah dipacu lebih cepat dari sebuah jet⸻nafasku tersengal-sengal akibatnya. Iris madu milikku menangkap deretan kata yang tertera di layar ponselku.

'Jika kau ingin mati, mati saja tak akan ada siapapun yang akan mengasihanimu.'

'Itu semua salahmu, apa kau tidak ingat siapa yang sudah menghancurkan hidupku?'

Aku menghentikan langkahku dan bersimpuh begitu saja. Berkat pesan-pesan sialan itu kini kepalaku terasa pening dan pandangan tak lagi fokus. Kakiku kupaksakan untuk kembali melangkah, dan untuk kesekian kalinya tetesan air yang kian deras membasahi tubuhku.

Aku terhuyung-huyung, berjalan tidak tentu arah di jalanan kota London. Tanpa sadar ternyata kakiku telah tiba di salah satu taman kota yang paling terkenal di pusat kota Inggris, Taman Hyde.

Aku tak peduli dengan derasnya hujan dan tetap berjalan, sekalipun hanya diterangi lampu taman yang menyala. Bangku taman panjang menjadi tempat terakhir yang akhirnya dipilih kakiku.

Merasa muak membuatku membanting keras ponsel satu-satunya milikku, tidak peduli bentuknya yang sudah tercerai-berai. Perutku yang sedari bergejolak mengeluarkan semua isi makan malamku hingga habis. . Pandanganku terjatuh pada genangan luas yang berada di seberang sana, danau Serpentine.

'Benar, mereka memintaku mati. Lalu kenapa tidak aku lakukan saja?'

Otakku menjadi sinting. Tertatih-tatih kakiku berjalan pelan menuju tepi danau yang tidak dibatasi pagar atau apa pun. Bisa kulihat pantulan bayangan menyedihkan dari seorang gadis berambut kusut berwarna mahoni, mata sembab seperti bola baseball⸻itu aku.

Baiklah, ini dia ...

Byuurrrrr

Dinginnya air danau langsung menyambut tubuhku. Memeluk mesra sekalipun perlahan aku dapat merasakan sesak perlahan menjalar di dada. Tetapi gemetar juga pening yang semula mendera cukup keras surut menghilang.

Cahaya pantulan lampu dapat kulihat dari gelapnya hijaunya air danau. Jika seandainya aku memiliki kesempatan untuk mendapatkan waktu yang sedikit lebih banyak, memiliki kekasih, lalu suami yang mencintaiku dan seorang putra.

'Ah, pasti sangat menyenangkan. Sayangnya, aku bukan seorang gadis normal yang memiliki kehidupan penuh kebahagiaan.'

Tubuh terasa semakin berat, rasa kantuk juga mulai bergelayut manja bersama kegelapan yang perlahan mulai berusaha menarikku dalam. Ini adalah akhirnya ... begitu pikirku, ternyata perkiraanku salah besar ketika sosok pria bak dewa romawi muncul dan memeluk tubuhku.

Tangannya merangkul pinggangku erat dan berusaha membawa kami ke permukaan. Udara dingin London kembali menyapa, padahal semula aku tidak lagi merasa dingin di dalam air.

"Anda baik-baik saja, Nona?"

Sebuah suara husky tertangkap indera pendengaranku, tapi lagi-lagi aku tetap memilih menutup mata menghiraukan suara yang baru saja membuat bulu kudukku berdiri. Helaan nafas terdengar dan selanjutnya aku merasakan sebuah tangan kekar mengangkat tubuhku yang langsung membuatku membuka mata. Dan pemandangan yang kulihat pertama kali ialah sepasang mata berwarna legam tengah menatapku dengan sorot jenaka.

"Ah, aku pasti sudah mati sampai-sampai bisa bertemu malaikat pencabut nyawa yang tampan," racauku tidak jelas masih dengan nafas terengah. Pria bersurai hitam itu tertawa keras dan mulai berjalan entah membawaku kemana.

"Terimakasih, namun sayang sekali anda justru bertemu makhluk terkutuk seperti saya."

Aku hanya mengangguk tak mau ambil pusing, tubuhku sudah tak memiliki tenaga bahkan sekedar membalas ucapannya. Serangan panik yang kambuh itu sudah cukup membuatku kelelahan dan merasa sekarat. Kemudian dinginnya air danau memperburuk keadaan.

"Anda sudah tidak berniat hidup lebih lama, Nona?" Aku tidak menjawabnya, aku lebih memilih untuk tetap bungkam. Sedikit terkejut saat sebuah mantel tiba-tiba melingkupi tubuhku.

Aku hanya menaikkan kedua bahu⸻tidak tahu⸻memang pada dasarnya aku tidak pernah mengetahuinya, apakah aku berkeinginan untuk hidup atau tidak.

"Kalau begitu bagaimana jika serahkan jiwamu yang manis itu padaku?"

Aku terkekeh pelan, apa pria ini tidak waras sama sepertiku. Menanyakan pertanyaan yang sama seperti tokoh film yang biasanya ia bukanlah manusia. Ini sudah abad ke-21 tidak akan ada yang percaya hal kuno seperti itu.

"Saya bersungguh-sungguh, Nona. Lagi pula memang kenapa jika sekarang abad ke-21? Apakah di abad ke-21 iblis itu tidak ada?"

Otak cerdasku berpikir sejenak mencerna ucapannya, karena merasa ada sesuatu yang aneh. Seperti bagaimana pria ini menjawab pertanyaan yang hanya kuucapkan dalam benakku saja? Apakah ia benar-benar bisa membalaskan setiap rasa sakitku pada mereka semua. Jika apa yang ada di hadapanku benar-benar seorang iblis, pasti itu bisa terjadi.

Aku meringkuk perlahan ketika rasa sakit itu kembali meringsut masuk, aku melingkarkan kedua tanganku pada leher kokohnya yang basah.

Persetan!

Tidak peduli iblis, malaikat atau dewa sekali pun. Aku pasti akan menerima uluran tangan itu, kemudian akan kutancapkan pisau yang sama pada mereka.

"Apa yang akan kudapatkan jika memberikan jiwaku padamu?" Pria itu tertawa keras, aku dapat merasakan dadanya naik turun akibat tawanya.

"Apapun yang kau mau nona, aku dapat melakukannya," tawar sang iblis.

"Apapun? Apa itu termasuk menghancurkan dan menghabisi hidup makhluk lain?" tanyaku tanpa basa basi. Lagi-lagi pria yang mengaku iblis ini tertawa. Aku heran, apakah pria ini sebenarnya sinting atau bagaimana ?

'Oh tunggu, aku juga sinting karena percaya dirinya iblis.'

"Menarik sekali! Tentu saja. Aku akan mengabulkan apa pun perintahmu, termasuk merebut nyawa makhluk hidup lain."

"Hanya saja kontrak kita tidak lebih dari setahun," tambahnya lagi.

Aku berdeham sebentar mempertimbangkan penawaran yang tampak menggiurkan bagiku. Lagi pula aku pun sudah muak dengan dunia yang bahkan membenciku sedari lahir. Jadi jangan salahkan aku jika bersekutu dengan makhluk terkutuk.

Jika kontrakku hanya berlangsung setahun maka hidupku akan berakhir dalam waktu setahun, bukan hal yang buruk.

"Baiklah, tapi jangan pernah mengkhianatiku apa pun yang terjadi, hingga kontrak kita berakhir. Jangan berpihak pada siapapun dan lindungi aku."

Tanpa sadar air mataku mengalir kembali, aku mengigit bibirku yang sudah mati rasa ini dengan keras. Wajahnya sedikit melunak dari tawa dan tersenyum, entahlah tapi bagiku itu senyum yang menenangkan. Kemudian pria itu mengangguk masih memasang senyum yang sama.

"Yang terakhir, cintai aku dan jadilah suamiku selama setahun nanti."

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku