Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Terjerat Cinta Tuan Muda Kejam

Terjerat Cinta Tuan Muda Kejam

RD Junior

5.0
Komentar
85
Penayangan
5
Bab

Alea, seorang gadis miskin yang menjalani lika-liku kehidupan. Dia menjadi korban perkosaan oleh seorang laki-laki yang tidak ia kenal di hotel tempat dimana ia bekerja, karena Alea merupakan seorang office girls. Penderitaan mulai berlanjut saat ia di paksa menikah dengan pria yang lebih pantas menjadi ayahnya, hingga Alea harus rela menjadi istri ke empat dari pria tersebut. Tak hanya sampai disitu. Hidup Alea semakin rumit saat ia tahu jika anak dari pria yang menikahinya itu adalah orang yang menodai kesuciannya saat cek-in di hotel. Bagaimana Alea menjalani kehidupannya?

Bab 1 Sumber masalah

Lagi-lagi aku harus mendengar suara pertengkaran ayah dan ibu yang lagi-lagi ribut soal pendapatan ayah sebagai tukang ojek. Ingin rasanya aku marah kepada mereka berdua, tapi aku sadar kalau itu hanya akan membuat suasana semakin memanas. Akhirnya, lagi-lagi aku hanya memilih untuk diam.

Pagi harinya aku di tegur oleh ayah gara-gara ada surat panggilan dari sekolah. Ku akui, sudah seminggu ini aku bolos sekolah dan memilih diam di rumah sahabatku hanya untuk mencari ketenangan. Uang SPP juga sudah hampir tiga bulan aku menunggak, karena ayah belum sanggup untuk membayar.

"Ini pasti karena Ayah belum bisa membayar uang SPP kamu, Ra." Wajah Ayah terlihat sedih ketika mengatakan itu.

Aku hanya terdiam. Ku rasa bukan hanya itu saja penyebab orangtuaku di panggil.

"Ibu akan mencari pekerjaan supaya bisa membantu keuangan keluarga kita," ucap Ibu.

"Ini tanggung jawab Ayah. Ibu diam di rumah saja, tidak perlu repot-repot mencari pekerjaan," cegah Ayah.

"Ibu sudah tidak mau di atur-atur lagi. Kebutuhan keluarga kita itu sangatlah banyak. Apa yang bisa Ibu harapkan dari suami yang hanya seorang ojek pengkolan seperti Ayah?! Tidak ada," decak Ibu yang terlihat begitu berani mengatakan itu.

"Berani sekali kamu bicara seperti itu padaku?!" Ayah menyentak ibu sehingga membuatku sangat terkejut, "memangnya kamu pikir, selama ini siapa yang sudah memberimu makan selama belasan tahun?! Itu aku!" bentak Ayah seraya menunjuk pada diri sendiri dengan sorot mata yang begitu menakutkan.

Aku sudah tidak tahan lagi. ku ambil gelas di meja lalu ku lemparkan ke lantai hingga pecah menjadi beberapa kepingan.

"Cukup! Tidak bisakah sehari saja rumah ini tenang tanpa adanya keributan?! Aku muak! Aku capek!" teriakku seraya menatap ayah dan ibu secara bergantian.

"Jangan salahkan Ibu, Dara. Semua ini tidak akan terjadi, andai saja ayahmu mau lebih keras lagi berusaha mencari uang untuk mencukupi kebutuhan kita," ucap Ibu seraya menatap sinis pada Ayah.

"Bukan aku yang tidak bisa mencari uang, tapi kamu yang tidak pernah bersyukur," decit Ayah yang lagi-lagi menunjuk tepat di wajah ibu.

"Bagaimana aku mau bersyukur, orang uang yang tiap kamu berikan tidak pernah mencukupi kebutuhan keluarga kita. Seharusnya kamu sadar diri, bukannya malah terus-menerus melarang ku untuk mencari nafkah," sarkas Ibu.

Ku ambil satu lagi gelas yang ada di meja kemudian ku lempar lebih keras sehingga membuat kepingannya berceceran hingga nyaris mengenai kakiku sendiri.

"Dara! Apa-apaan kamu ini?!" sentak Ibu, "apa kamu tidak tahu, betapa susah payahnya bagi Ibu bisa membeli perabotan-perabotan ini?!" lanjutnya.

"Kalian bertengkar saja terus, kalau perlu bawa golok sekalian biar kalian puas!" kata-kata itu secara spontan keluar dari mulutku saking emosinya melihat kedua orangtuaku yang tak pernah terlihat rukun. Setelah itu aku memilih pergi demi kesehatan mentalku.

"Lihat, itu gara-gara kamu!"

"Justru ini kesalahanmu yang tidak pernah becus menjadi seorang suami!"

Bahkan saat aku keluar rumah pun suara pertengkaran ayah dan ibu masih terdengar jelas. Entah sampai kapan mereka akan bertengkar seperti itu, karena mereka tidak pernah puas dan sama-sama tidak ada yang mau mengalah.

Aku berjalan menuju rumah Mia, sahabatku. Dia adalah satu-satunya orang yang selama ini paling mengerti dengan keadaanku, dia juga kerap kali membantuku jika aku meminta tolong kepadanya.

Ku pelankan langkah kaki ini saat melihat motor matic pacarku terparkir di halaman rumah Mia. Entah kenapa hari ini aku begitu penasaran, apa yang di lakukan Erwin di rumah Mia. Aku berjalan dengan mengendap-endap seraya mengintip dari jendela kedalam ruang tengah. Aku terkejut saat melihat Erwin merangkul mesra pundak Mia, dan samar-samar ku dengar Mia sedang mengeluhkan sikapku yang kerap kali meminta bantuannya. Hatiku benar-benar hancur melihat dua orang yang ku percaya ternyata diam-diam menusukku dari belakang. Aku tidak bisa berkata-kata, aku pun memutuskan untuk pergi dari rumah Mia, membiarkan para penghianat itu berbahagia diatas penderitaan ku saat ini.

Keesokan harinya...

Aku pergi ke sekolah seperti biasanya. Erwin menghampiriku seraya tersenyum, ku balas senyumannya. Aku ingin melihat, sejauh mana dia ingin bermain dengan perasaanku, dan akan ku buktikan kalau laki-laki sepertinya tidak layak mendapatkan ketulusan cinta dari wanita manapun.

"Ra, kita ke kantin yuk?"

"Maaf, Win. Aku mau langsung masuk kelas saja," jawabku seraya membalas senyuman palsunya.

Pandanganku dan pandangan Erwin tertuju kepada Mia yang baru saja masuk gerbang sekolah setelah turun dari ojek langganannya.

"Kalian berdua sedang apa disini? Pasti kalian sedang menungguku 'bukan?!" ucapnya dengan penuh percaya diri.

Ucapan Mia membuatku ingin muntah. Ingin rasanya aku jambak rambut ikalnya itu, namun harus ku tahan karena aku sudah memiliki rencana untuk mempermalukan kedua penghianat yang ada di hadapanku ini.

"Aku ingin mengajak Dara ke kantin, tapi dia menolak," jawab Erwin.

"Kalau Erwin pergi ke kantin denganku, kamu tidak marah 'bukan?!" tanya Mia seraya tersenyum padaku.

Aku menggelengkan kepala. Di detik berikutnya ku tinggalkan para penghianat itu sehingga membuat keduanya terpaku melihat kepergian ku.

"Dara kenapa? Aku merasa hari ini sikapnya begitu aneh," tanya Mia pada Erwin.

"Kalau kamu tanya aku, lantas aku harus bertanya pada siapa?" Erwin tersenyum penuh arti kepada Mia. Keduanya pun berjalan menuju kantin dengan menjaga jarak agar tidak ada yang curiga dengan hubungan mereka.

***

"Bapak tahu, alasan kenapa Bapak kami panggil kemari?" tanya Bu Fatma yang merupakan wali kelasku.

"Putriku belum membayar uang bulanan yang sudah hampir tiga bulan nunggak, Bu," jawab Bapak yang tertunduk malu.

"Selain itu ada lagi, Pak."

Kepala Ayah langsung terangkat, "apa putriku melakukan kesalahan?"

Bu Fatma mengangguk, "dalam seminggu Dara hanya masuk beberapa kali. Kadang dua kali dalam seminggu, kadang juga full tidak masuk."

"Apa?!" Ayah tampak terkejut.

"Iya, Pak. Kalau terus seperti ini, kemungkinan pihak sekolah bisa mengeluarkan Dara."

"Tolong jangan lakukan itu, Bu. Aku janji akan menasehati Dara, supaya dia mau belajar lebih rajin lagi," pinta Ayah terlihat memohon.

"Untuk kali ini mungkin masih bisa di toleransi, tapi kami tidak tahu bagaimana kedepannya. Makanya kami minta supaya Dara bisa memanfaatkan kesempatan ini."

"Lalu bagaimana soal uang SPP yang belum bisa kami bayar, Bu?" tanya Ayah.

"Uang itu bisa Bapak bayar paling lambat akhir semester," jawabnya sehingga membuat ayah sedikit lega.

"Terima kasih banyak, Bu. Aku janji akan segera melunasinya," ucap Ayah kepada Bu Fatma.

"Sama-sama, Pak."

"Kalau begitu aku pamit undur diri." Ayah segera pergi meninggalkan ruangan itu.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Calli Laplume
4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku