Alea, seorang gadis miskin yang menjalani lika-liku kehidupan. Dia menjadi korban perkosaan oleh seorang laki-laki yang tidak ia kenal di hotel tempat dimana ia bekerja, karena Alea merupakan seorang office girls. Penderitaan mulai berlanjut saat ia di paksa menikah dengan pria yang lebih pantas menjadi ayahnya, hingga Alea harus rela menjadi istri ke empat dari pria tersebut. Tak hanya sampai disitu. Hidup Alea semakin rumit saat ia tahu jika anak dari pria yang menikahinya itu adalah orang yang menodai kesuciannya saat cek-in di hotel. Bagaimana Alea menjalani kehidupannya?
Seorang pemuda sedang berbicara dengan ibunya dari ujung telepon. "Tidak Bu! Aku tidak akan pulang sebelum Ayah mau mengurungkan niatnya untuk menikah lagi."
"Bukankah kamu tahu betul bagaimana kerasnya ayah mu? Tidak ada yang berani untuk menentangnya ketika dia telah mengambil keputusan."
"Aku tahu. Tapi tidak bisakah untuk kali ini Ibu menolaknya? Ayah sudah mengkhianati Ibu dua kali, dan kali ini aku tidak akan membiarkan ayah menyakiti hati Ibu lagi."
"Jangan gegabah, Arthur. Jangan melakukan tindakan yang bisa membuat ayah mu murka."
"Aku tidak peduli! Tidak cukupkah ayah memiliki tiga istri, kenapa dia harus menikah lagi? sebenarnya apa yang ayah cari? padahal Ibu adalah seorang wanita yang paling sempurna seharusnya Ibu tinggalkan saja ayah."
"Arthur, kau tidak akan bisa mengerti."
"Kenapa aku harus mengerti ayah? coba Ibu pikir apa sekalipun ayah pernah mengerti kita? Ayah itu egois dia hanya mementingkan kebahagiaannya sendiri tanpa mau memikirkan bagaimana perasaan kita."
"Cukup Arthur, kamu tidak perlu menjelek-jelekan ayahmu lagi! sekarang Ibu minta sebaiknya kamu pulang karena Ibu sangat merindukanmu." Terdengar suara tangis di ujung telepon.
"Maafkan aku Bu, aku belum siap untuk pulang sekarang." Arthur memutus sambungan, dia pun menyimpan ponsel di meja lalu berbaring menatap langit-langit kamar sahabatnya.
"Arthur, di luar ada Calista yang ingin bertemu denganmu," ujar Chris.
"Bilang saja aku tidak ada," sahut Arthur.
"Mana bisa begitu! tadi aku sudah mengatakan kalau kau ada di kamar."
"Bilang saja aku sedang tidur," sarannya.
"Sampai kapan kau akan menghindarinya?" Chris mulai geram dengan kisah percintaan antara Arthur dan Calista.
"Sampai dia berhenti memintaku untuk menemui kedua orangtuanya."
"Memangnya apa yang salah dengan kedua orang tua Calista?"
"Jangan berpura-pura tidak tahu, kau tahu betul bagaimana perasaanku terhadap Calista, aku hanya sekedar bermain-main dengannya."
"Apa aku harus menyuruhnya untuk pulang?"
"Terserah! kalau kau mau, kau saja yang menemaninya."
"Kau mau kemana?" Tanya Chris saat melihat Arthur mengambil jas dan kunci mobil.
"Aku akan keluar lewat jendela. Tolong alihkan Calista agar dia tidak sampai melihatku."
Arthur pun memutuskan menginap di hotel untuk menghindari Calista. Dia menghubungi pelayanan dan memintanya untuk mengantar b*r ke kamarnya.
*
"Aku tidak mau menikah Bu, tolong jangan paksa aku." Alea menangis tersedu-sedu dan berharap Ibu angkatnya mau mengasihaninya.
"Tidak ada pilihan, kau harus tetap menikah! karena kalau tida nyawa Ibu yang akan menjadi taruhannya."
"Kenapa Ibu tega menerima lamaran laki-laki itu Bu?" Alea tak habis pikir.
"Alea dengarkan Ibu baik-baik!" Tutur Aleta. "Dia itu orang nomer satu di kota ini, tidakkah kamu berpikir jika menikahi pria sepertinya kehidupan kita akan berubah, dan kamu tidak perlu capek-capek bekerja sebagai office girls di hotel lagi."
"Tapi Bu, pria itu sudah tua. Bahkan dia lebih cocok sama Ibu dari pada aku."
"Kalau dia mau sama Ibu, tentu Ibu juga tidak akan menolaknya. Sayangnya dia lebih tertarik dengan anak kecil sepertimu ketimbang Ibu yang sudah jauh lebih berpengalaman."
***
Dua pelayan hotel yang baru saja mengantarkan makanan ke dalam kamar nomor 102 tiba-tiba lari berhamburan keluar, Alea yang tidak tahu apa-apa tetap berusaha tenang melanjutkan pekerjaannya untuk membersihkan kamar itu.
Bel di tekan, tak lama kemudian seorang laki-laki keluar dari kamar itu.
"Ada apa?" tanyanya dengan tatapan yang sedikit menakutkan karena dia sedang mabuk.
"Apa kamarnya perlu ku bersihkan sekarang?"
Laki-laki itu pun melihat sekeliling kamarnya yang tampak berantakan, serta berserakan beberapa botol bekas dia minum, "ya, kau harus membersihkannya karena aku tidak akan bisa beristirahat dengan nyaman jika berantakan seperti ini."
"Permisi, Tuan." Alea melewati pria itu menundukkan pandangan dan mulai memunguti botol yang berserakan.
Arthur mengamati lekuk tubuh Alea, entah setan apa yang kini telah merasukinya sehingga kini dia begitu bernaf*su ingin menikmati keindahan tubuh wanita yang sekarang ada dihadapannya, padahal baju yang Alea kenakan pun cukup tertutup ketimbang para wanita yang sering dia temui di tempat-tempat hiburan malam.
"Ekhm." Arthur berdehem dan seketika Alea pun terkejut, namun dia kemudian mengabaikannya dan lebih memilih untuk kembali fokus membersihkan kamar itu.
Melihat Alea tak bergeming Arthur pun mendekatinya. "Sudah berapa lama kau bekerja di sini?" tanyanya melepas keheningan di kamar itu.
"Sudah sekitar satu tahunan, Tuan." Sahut Alea tanpa menoleh, dia lebih memilih untuk tetap fokus agar secepatnya bisa keluar dari kamar itu.
"Apa kau sudah terbiasa keluar-masuk ke dalam kamar laki-laki?" Arthur pun duduk di sofa menghadap ke wajah Alea.
Alea terdiam mendengar pertanyaannya, dia pun mulai merasa tidak nyaman berdua di dalam kamar bersama laki-laki itu. Biasanya Alea bertugas berdua membersihkan setiap ruangan bersama temannya, namun karena hari ini temannya tidak masuk dia pun terpaksa harus mengerjakannya sendiri.
"Maaf kalau pertanyaanku membuatmu merasa tidak nyaman," ucap Arthur, "aku hanya ingin tahu, apa saja yang kau lakukan selama berada di dalam kamar laki-laki."
"Tidak ada. Aku hanya mengerjakan tugasku untuk membersihkan tempat peristirahatan mereka."
"Apa kau yakin hanya itu saja?" tanya Arthur dengan tatapan merendahkan.
Mendengar itu Alea berusaha meredam amarahnya dan tetap berusaha tenang, "memangnya apa yang Tuan pikirkan?" Alea berusaha untuk tetap tersenyum.
Arthur berdiri dari duduk lalu mengambil sebuah cek dan menandatanganinya. "Ini uang 20 juta untukmu. Ambillah!" Arthur menyodorkannya.
Alea terperangah lalu berdiri menatap lembar cek itu. "Uang apa?" Alea tidak segera mengambil cek itu.
"Anggap saja sebagai tips karena kau sudah membersihkan kamarku," ujarnya.
"Tidak usah menghambur-hamburkan uang, Tuan. Karena atasanku juga sudah memberiku gaji," kata Alea agak ketus.
"Kenapa? apa uangnya kurang?" Arthur mengganti nominal ceknya menjadi 50 juta.
"Kamar Tuan sudah ku bersihkan, aku harus segera pergi." Alea melangkahkan kakinya untuk pergi.
"Tunggu!" Arthur menghentikan langkah kaki gadis cantik itu.
"Kenapa, Tuan?" Alea menoleh kebelakang tepat dimana Arthur berdiri.
"Bisakah kau membantuku untuk mengisi bathtub dengan air hangat? Aku ingin membersihkan tubuhku."
"Baik, Tuan." Alea menuruti kemauan laki-laki itu walaupun sebenarnya dia tidak ingin melakukannya. Setelah bathtub terisi penuh dia pun mematikan aliran airnya. "Apa ada lagi yang bisa saya bantu?"
"Tentu saja! Tolong temani aku mandi disini."
Deg. Alea langsung terperangah, perasaannya semakin was-was dengan gelagat aneh yang dilakukan pria asing yang ada di hadapannya. Dan benar saja saat hendak keluar dari kamar mandi tiba-tiba saja pria itu menarik tangannya.
"Mau kemana?"
"Tolong lepaskan aku, Tuan. Aku harus pergi." Raut wajah Alea kini tampak sedikit ketakutan.
"Aku tidak akan membiarkanmu pergi sebelum aku mendapatkan apa yang aku inginkan." Arthur menarik tangan Alea dan membanting tubuhnya keatas ranjang lalu menindihnya.
"Apa yang Tuan lakukan? Tolong lepaskan aku!" Alea berusaha berontak saat Arthur memegangi kedua tangannya serta terus menghimpit tubuhnya.
"Aku tidak peduli siapa dirimu, karena malam ini kau harus menjadi milikku!"
Arthur berusaha mencium Alea dengan paksa, namun Alea tak akan membiarkan siapapun untuk berani menyentuhnya sehingga dia terus berontak dan berteriak berharap seseorang akan datang untuk menolongnya.
"Tolong... Tolong aku..."