HARAP BIJAK!! "Kau tak akan pernah bisa lari dariku Alena, bahkan sampai kau mati kau akan tetap jadi milikku!" Tegas Alaric yang terus menahan Alena jadi Istrinya. Sedangkan Alena muak diperlakukan dengan cara yang kejam karena dendam Alaric padanya. Sampai akhirnya Alena kabur tanpa menyadari bahwa dirinya malah mengandung benih suaminya yang kejam itu. Akankah mereka kembali bertemu? Lalu bagaimana dengan sikap kejam Alaric?
Seorang pria tampan berdiri tegak menatap wanita yang ada di hadapannya.
Wanita cantik itu adalah istrinya, satu tahun yang lalu ia menikahi Alena Winston.
"Alaric, aku sudah membuat makanan kesukaanmu. Aku harap kau memakannya hari ini, jika kau tidak mau makan makanan yang aku masak maka jangan memintaku memasak lagi kedepannya" Ucap Alena dengan suara datar.
Faktanya ia sudah terlalu muak dengan tingkah Alaric yang benar-benar membuat hatinya sakit setiap hari.
Senyum terbit di bibir Alaric, lebih tepatnya senyum itu adalah senyum yang selalu membuat Alena muak.
"Aku tak berselera makan masakanmu." Ucap Alaric dengan santainya.
"Lalu apa kau akan membuang masakanku hari ini?" Tanya Alena masih menatap pria yang saat ini berstatus sebagai suaminya itu.
Alaric melangkah mendekati Alena, ia menarik pinggang Alena hingga tubuh perempuan itu menempel dengannya.
"Aku hari ini tidak akan membuang masakanmu, sayang." Gumam Alaric cukup kecil.
Jemari milik pria itu mulai mengukir sesuatu di wajah Alena.
"Apa kau sudah merasa muak atas pernikahan kita saat ini? Ada yang ingin aku katakan padamu sayang, bahwa aku benar-benar menikmati penderitaanmu bersama denganku. Aku suka melihatmu bangun di pagi hari hanya untuk memasak, tapi setelahnya masakan yang kau masak malah aku buang. Bukankah itu menyenangkan?" Tanya Alaric menatap Alena.
Alena berdecih muak.
"Apa kau mau tahu seperti apa tingkahmu ini?" Tanya Alena.
"Hm, coba katakan." Ucap Alaric dengan santai.
Alena menunjuk dada milik Alaric dengan kasar.
"Pengecut! Gila dan sampah!" Tegas Alena menatap wajah suaminya yang sungguh sialan itu.
Dengan gerakan cepat, pipi Alena sudah ditekan oleh satu tangan Alaric. Sakitnya bukan main, apalagi saat Alaric menekannya semakin kuat.
"Sakit!" Ucap Alena memukul dada Alaric.
"Sakit? Sayang, lebih sakit mana saat kau membunuh kekasihku hm? Kau yang nakal ketika mengemudi, harusnya jangan begitu. Bukankah yang salah itu kau, tapi kenapa mengatakan aku pengecut dan sampah?" Tanya Alaric seraya menekan kuat pipi Alena, seolah ia tak mau mengampuni Alena.
Air mata Alena mengalir, padahal ia sudah sekuat tenaga menahan tangisnya, tapi faktanya ia tak bisa berhenti menangis mengingat Alaric saat ini membahas hal yang sudah berlalu satu tahun terlewati.
Detik berikutnya Alaric melepaskan cengkraman tangannya dari pipi Alena.
Kepala Alena menunduk, rasanya lelah sekali hidup menjadi istri seorang Alaric Kyler.
"Maaf," gumam Alena sangat kecil.
Tawa Alaric terdengar.
"Apa? Apa sayang? Ulangi, apa kau sedang minta maaf? Atau kau sedang minta diampuni? Katakan dengan benar dan jelas, aku tidak mendengar mu." Ucap Alaric memajukan wajahnya tepat didekat wajah Alena.
Alena masih diam, kepalanya bahkan tetap pada posisi menunduk seperti itu.
Tiba-tiba tangan Alaric mengusap puncak kepala Alena dengan lembut.
"Ulangi sayang, aku bilang ulangi. Kau tidak tuli kan hm?" Tanya Alaric.
Ucapan itu memang lembut, tapi bagi Alena ia benar-benar terluka karena Alaric tidak bisa mencintainya dengan benar.
Semuanya hanyalah dendam, Alaric begitu membenci Alena yang menjadi penyebab meninggalnya Laura calon istri Alaric saat itu.
Patah hati Alaric malah membuat pria itu menikahi Alena dengan cara apapun, bahkan ia memaksa Alena dan mengancam Alena sekaligus.
"Apa kau tak mau mengucapkan kata itu kembali sayang?" Tanya Alaric.
"Maaf, maaf Alaric." Ucap Alena semakin muak.
Alaric yang mendengar ucapan barusan malah tertawa puas, ia benar-benar menyukai apapun yang ia lakukan pada Alena.
"Lagi! Ulangi!" Tegas Alaric membuat tangan Alena terkepal.
Jadi harus berapa kali lagi Alena meminta maaf pada Alaric?
"Maaf." Ucap Alena berharap Alaric akan berhenti berlaku gila.
Namun dugaan Alena salah, karena detik berikutnya tengkuk Alena ditarik ke depan oleh Alaric.
Tatapan mereka beradu.
"Matamu itu indah sekali Alena, aku seolah bisa menyelami tatapan milikmu. Wajahmu cantik, dan pesonamu selalu bersinar. Namun kau tetaplah penderitaan dalam hidupku, jika bukan kau yang melakukan itu maka calon istriku tidak akan pernah meninggal! Laura tak akan mati dalam tabrakan itu!" Ucap Alaric.
Alaric tersenyum kecil walau hatinya benar-benar membuncah dengan rasa amarah, apalagi kalau mengingat kejadian di mana calon pengantinnya bersimbah darah di dalam mobil. Kecelakaan 1 tahun itu membuat Alaric tak bisa melupakan segalanya.
Jika bukan karena Alena maka semuanya akan baik-baik saja.
"Apa menurutmu maaf bisa menyelesaikan segalanya hm? Faktanya maafmu tidak akan bisa mengembalikan Laura lagi." Ucap Alaric masih menekan tengkuk milik Alena.
Alena menggelengkan kepalanya.
"Maaf ku memang takkan pernah bisa mengembalikan calon istrimu itu, tapi aku berharap satu tahun ini sudah cukup kau memperlakukanku dengan jahat. Mau sampai kapan Alaric, aku ingin bebas! Kehidupanku bukan tentang menerima balas dendam darimu, bahkan asal kau tahu bahwa aku juga tak sengaja menabrak mobil itu. Aku,"
"Pembelaanmu sungguh tidak berguna Alena! Sangat jelas kalau kau dinyatakan mabuk saat mengemudi!" Ucap Alaric menata tajam wajah Alena.
"Tidak! Aku tidak mabuk! Seseorang telah menyuntik ku dengan..."
"Aku tidak pernah peduli pada masalahmu Alena! Karena kaulah penyebab kematian Laura hingga meninggal!" Tegas Alaric.
Jujur saja Alena juga stress karena terus disalahkan, padahal ada alasan besar kenapa ia harus mengemudi hari itu.
Hingga akhirnya Alena dengan kasar mendorong dada Alaric.
Tubuh Alaric mundur selangkah bahkan tangannya menjauh dari tengkuk Alena.
"TERSERAH KAU JIKA KAU INGIN MENGANGGAPKU SEBAGAI PEMBUNUH TERUS-TERUSAN! TAPI SUDAHI SEMUANYA, AKU SANGAT LELAH SIALAN! AKU LELAH! APA KAU PIKIR AKU INI MANUSIA YANG BISA TERUS KAU SALAHKAN HINGGA MATI? KALAU MEMANG MAU MEMBUNUHKU, MAKA BUNUH SAJA AKU DAN BERHENTI MENYAKITIKU!" Ucap Alena dengan air mata yang kembali menetes dengan banyak.
Bukannya marah di teriaki seperti itu, Alaric malah terkekeh puas.
"Lagi sayang, marah lah dan berteriak sesuka hatimu. Kalau kau mau maka pukul saja aku, karena setelahnya aku akan membalasnya dengan rasa sakit yang melebihi dari semua teriakan bahkan pukulanmu untukku. Ayo lakukan sayang, aku sungguh ingin menghukummu setelah kita bertengkar hebat." Ucap Alaric makin gila.
Alena tak bisa lagi berucap, air matanya sudah menunjukkan betapa terlukanya saat ini dirinya.
Lebih tepatnya Alena benar-benar lelah menghadapi sikap suaminya itu.
"Kenapa kau tidak mau mengakhiri pernikahan kita saja kalau kau membenciku? Lagi pula selama setahun ini harusnya kau sudah puas untuk menyakitiku, dan terlebih balas dendammu itu..."
"Tidak akan berakhir sayang, aku akan terus menjeratmu dalam hidupku. Karena kebahagiaanku telah kau renggut maka dari itu kau tak perlu bahagia, jika kau ingin bahagia maka memohonlah padaku." Ucap Alaric dengan santainya.
Alaric kembali mendekati Alena membuat langkah kaki Alena mulai mundur, ia tidak mau mendapat hukuman dari Alaric. Namun sekali hukuman tetaplah hukuman, dengan kasar Alaric menarik tangan Alena menuju kamar mandi.
"Lepas Alaric! Aku tidak mau! Tolong lepaskan aku!" Mohon Alena yang tidak digubris sama sekali oleh Alaric.
Alaric malah terus menarik tangan Alena menuju ke arah kamar mandi.
Mereka itu berada di Mansion besar milik Alaric.
Ada banyak pelayan, tapi tak ada satupun yang berniat membantu Alena sama sekali.
Sampai akhirnya di kamar mandi itu tubuh Alena didorong cukup kasar, lalu pintu tertutup.
"Kau buka sendiri atau aku yang membukanya hm?" Tanya Alaric.
Alena benar-benar terisak mendapati perlakuan Alaric yang sangat kasar itu. Lebih tepatnya setiap hari Alaric terus memperlakukan Alena dengan sangat kejam.
"Alaric cukup, tolong jangan lakukan ini padaku. Aku bisa mati kedinginan kalau kau memintaku untuk..."
"Itu hukuman sayang. Hukuman tetaplah hukuman, jadi terima saja atau kau ingin aku mematahkan kakimu hm? Apa kau lupa saat Laura kecelakaan akibat mobil milikmu yang menabrak mobilnya hm? Kakinya terjepit dan rasanya aku juga ingin mematahkan kakimu, kalau bisa aku hilangkan saja kaki milikmu hingga kau tak bisa berjalan sama sekali." Ucap Alaric membuat air mata Alena terus-terusan menetes.
"Aku..."
"Baiklah, kau memang ingin aku yang membukanya." Ucap Alaric menyeringai.
***
Pada akhirnya, seluruh pakaian milik Alena tidak lagi ada di tubuhnya. Semuanya karena ulah Alaric yang melepaskan segalanya dengan cara yang kasar.
"Seperti ini indah, tapi anehnya sampai detik ini aku tak ingin meniduri mu? Aku merasa marah dan aku takkan pernah melakukan hal itu, karena aku tidak akan bercinta pada siapapun sampai aku mati. Bagiku Cinta pertama dan terakhirku hanyalah Laura." Ucap Alaric dengan yakin.
Alaric mulai menyiramkan air melalui shower ke arah Alena yang kini meringkuk duduk menutupi tubuh polosnya.
Begitulah Alaric jika tengah menghukum Alena.
"Sayang, harus berapa jam aku membuatmu berada di dalam kamar mandi dengan keadaan seperti ini? Coba katakan padaku dan memohon agar aku tidak melakukan hal lebih kejam dari ini padamu." Ucap Alaric yang terus menyiramkan air shower itu tanpa henti ke tubuh Alena.
Alaric mengganti suhu tubuh dari yang awalnya dingin menjadi panas.
"Alaric cukup, ini menyakitkan! Panas Alaric!" Ucap Alena berharap Alaric berhenti, tapi yang terjadi Alaric makin suka membuat Alena memohon padanya.
Alaric menikmati pemandangan di mana kini tubuh Alena sudah memerah seperti hampir melepuh, sampai akhirnya Alaric menghentikan siraman itu.
"Ck! Kasihan sekali istriku." Gumam Alaric melempar kasar shower di tangannya ke lantai.
Setelahnya tangan Alaric terentang ke arah Alena.
"Masuklah kepelukanku Alena, lalu katakan padaku bahwa kau menyukai semua siksaan yang aku lakukan padamu hari ini. Jika kau tidak melakukan apa yang aku perintahkan, maka aku akan merendammu ke dalam bathtub bersama air panas yang lebih panas dari air shower itu." Ancam Alaric.
Air mata Alena semakin berjatuhan, perlahan namun pasti ia mendekati Alaric.
Tubuhnya gemetar, rasa takut dan sakit bercampur aduk di dalam hatinya. Bohong kalau ia tidak merasa sakit pada hati dan fisiknya akibat perbuatan Alaric.
Grep!
Alena memeluk tubuh Alaric membuat bibir Alaric mengukir senyum.
"Penurut sekali, aku suka seperti ini. Kau lebih cocok jadi kelinci alih-alih jadi istriku." Bisik Alaric.
Alaric bahkan merapikan helaian rambut Alena yang sudah basah.
"Jangan pernah kabur dariku, karena penyiksaan ku takkan pernah berakhir kecuali kau mati. Namun memikirkan mu mati juga membuatku tak rela, aku suka menyiksamu Alena. Hiduplah lebih lama dan menangislah untuk membayar semua yang pernah kau lakukan satu tahun yang lalu. Tolong katakan apa yang aku ucapkan barusan, apa kau suka dengan penyiksaan ku hm?" Tanya Alaric.
'Kau sungguh tidak waras Alaric! Tak ada manusia manapun yang menyukai penyiksaan mu, aku manusia normal dan aku benar-benar lelah Alaric. Aku ingin ini semua berakhir, kau terlalu menyakitiku.' ucap Alena membatin.
Alaric membalas pelukan Alena saat Alena sama sekali tak mengeluarkan suara.
Tidak hanya sampai di sana, Alaric bahkan mengusap kulit Alena yang memerah itu hingga rasanya sungguh menyakitkan bagi Alena.
"Perih Alaric." Ucap Alena merintih.
"Kalau begitu katakanlah apa yang aku perintahkan! Jadilah penurut, aku suka pada istri yang penurut!" Ucap Alaric dengan tegas.
Alena sempat terisak, tapi ia dengan pelan mulai berucap.
"Aku... Aku menyukai semua siksaan yang kau berikan padaku, Alaric." Ucap Alena.
Senyum Alaric terbit, ia dapat merasakan tubuh bergetar milik Alena.
"Pintar sekali." Puji Alaric.
Setelahnya Alaric menarik sebuah handuk lalu menutupi tubuh Alena.
Pelukan itu terlepas.
"Kau itu cantik dan indah Alena, tapi sayangnya bagiku kau tidak menarik untuk bisa jadi partner ranjangku. Namun jangan cemas, karena sampai mati bagiku hanya kau yang akan menjadi istriku. Bukan karena aku mencintaimu, tapi karena aku sangat membencimu." Ucap Alaric.
Dengan santainya Alaric memberikan kecupan lembut di kening milik Alena.
"Kau boleh istirahat setelah ini." Bisik Alaric yang setelahnya meninggalkan Alena seorang diri.
Pintu yang tertutup membuat Alena menjerit dalam tangisnya, semua sakit itu dipeluk oleh Alena seorang diri.
Ia tak mengerti dengan jalan Tuhan yang mempertemukan ia bersama Alaric dengan cara yang salah.
Faktanya Alaric itu manusia dengan sikap iblis!
Andai saja semuanya tidak terjadi di 1 tahun yang lalu, mungkin hidup Alena tak seburuk ini.
Tiba-tiba saja ingatan itu muncul dalam benak Alena.
Flashback On.
Brak!
Alena tak mampu mengendalikan setir mobil yang ia kemudikan.
Semuanya terasa kacau bagi Alena hari itu. Jika bukan karena pengaruh dari suntikan itu maka Alena tak mungkin mengendarai mobil dengan ugal-ugalan.
Alena mau kabur namun ia malah terjebak pada sesuatu yang harusnya tak terjadi.
Pada hari itu Alena membuat kecelakaan hebat yang menyebabkan satu korban meninggal, Laura Lemos namanya. Dia adalah calon istri dari Alaric harusnya menikah hari itu.
Baju pengantinnya malah mengatakan Laura pada kematian.
Alena jatuh pingsan di dalam mobilnya sendiri walau tak ada luka sama sekali pada tubuhnya.
Jujur saja Alena sangat merasa bersalah atas kejadian itu, tapi tak ada yang bisa terulang kembali.
Dan di hari itu pula Alaric marah lalu memaksa Alena menggantikan calon istrinya yang meninggal menjadi korban kecelakaan.
Mata Alena terbuka, ia sudah ada di rumah sakit.
"Menikahlah denganku!" Ucap seorang pria yang berdiri di hadapan Alena.
Alena terkejut bukan main, belum juga Alena menjawab tampak lehernya dicekik oleh Alaric.
"Aku tidak sedang melamar mu! Jika kau tidak mau menikah denganku, maka kedua orang tuamu akan mati di tanganku!" Bisik Alaric seraya meneteskan air matanya.
Flashback Off.
Bersambung...
Bab 1 Awal Segalanya
27/10/2024