Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Satu bulan setelah kecelakaan nahas yang menimpa Nurmala, ia masih saja terbaring di ruang ICU dan belum sadarkan diri, alat alat medis yang selama ini membantunya masih terpasang lengkap di tubuhnya.
Setiap hari Sofia akan datang dan menemani sahabatnya di rumah sakit, bercerita tentang masa masa kebersamaan mereka, meski tak pernah ada jawaban Sofia tak pernah menyerah sedikitpun pada Nurmala.
Namun, suatu hari ada seorang lelaki berparas tampan yang datang menjenguknya.
Saat Sofia baru saja tiba di sana, ia melihat lelaki berperawakan tinggi mengenakan jeans berwarna hitam, t-shirt berwarna putih polos dengan blazzer berwarna senada, sedang berdiri memandang Nurmala cukup lama dari balik kaca.
Perlahan Sofia menghampiri lelaki itu dan menyapanya, "assalamualaikum."
Seketika lelaki itu menoleh ke arah Sofia dan menjawab salamnya, "waalaikumsalam,"
"Maaf mas ini, apakah saudara nya Nurmala?" tanya Sofia pada lelaki yang sudah dari tadi terus memandangi Nurmala dengan tatapan sendunya. Terlihat jelas dari sudut matanya sisa sisa air mata yang masih menempel membasahi bulu matanya.
"Bukan, saya Dimas lelaki yang sempat berta'aruf dengan Nurmala. Tapi, saya kesini untuk memberikan ini," ucapnya penuh keraguan, sambil mengulurkan tangannya memberikan sebuah cincin pada Sofia.
"Maaf, tapi saya masih tidak mengerti apa maksud dari semua ini?" tanya Sofia masih dalam kebingungan seraya mengerutkan dahinya, masih belum menyadari situasi macam apa yang kini sedang ia hadapi.
"Besok adalah hari pernikahan kami, maksudnya pernikahan saya dan Nurmala. Namun, pernikahan tetap akan di lakukan," ujarnya. Sebelum akhirnya Sofia memotong perkataannya.
"Tunggu tunggu! tapi, bagaimana kamu akan melaksanakan pernikahan sedangkan Nurmala masih belum sadar dari komanya," Sofia mulai panik ia merasakan ada sesuatu yang tak beres.
"Maafkan saya tapi keluarga sepakat untuk menggantikan Nurmala dengan wanita lain, karena pernikahan ini tidak mungkin ditunda, menundanya hanya akan mencoreng nama baik keluarga. Sedangkan berita pernikahan sudah tersebar, lagipula kita tidak pernah tau kapan Nurmala akan membuka matanya lagi," ungkap Dimas sambil sesekali menyeka air matanya yang terus memaksa untuk keluar, sambil sesekali menatap ke arah Nurmala. "Nggak bisa gitu dong! Kamu tau kan keluarganya meninggal dalam kecelakaan tragis itu! Nurmala sekarang sendirian cuma kamu satu satunya harapannya sekarang," Sofia begitu emosi mendengar pernyataan Dimas hingga ia berbicara dengan lantang dihadapannya. Suaranya semakin keras sambil menatap dalam kedua bola mata yang masih menyisakan sedikit belas kasih untuk sahabatnya Nurmala. Sofia masih berharap Dimas akan membatalkan pernikahannya demi sahabatnya yang malang.
"Maaf, tapi saya tidak bisa menentang keputusan keluarga saya," ucapnya penuh penyesalan sambil berlalu pergi meninggalkan ruangan dimana Nurmala sedang berbaring.
Melihatnya pergi begitu saja Sofia kembali terisak meneteskan air matanya, langkahnya tertatih mendekati Nurmala dan menggenggam erat tangannya sambil berkata," Nurmala! sekarang aku harus bagaimana?" Sofia terisak begitu pilu sambil menundukkan wajahnya, cukup lama ia menangis di sana sampai matanya terlihat sembab karena terlalu banyak mengeluarkan air mata.
Tiba-tiba, Sofia merasakan tangan Nurmala bergerak membalas genggaman tangannya. Seketika Sofia tersentak dan langsung berdiri mendekatkan wajahnya sambil berbisik di telinganya, "Nurmala, kamu bisa dengar aku kan? Kalau kamu bisa dengar tolong jawab aku dengan gerakan jarimu!"
Sungguh suatu keajaiban Nurmala perlahan menggerakkan jemarinya meski terlihat gemetar.
"Aaaaaa," suara lirih terdengar dari mulutnya yang bergetar, dari sudut matanya terlihat mengeluarkan butiran air mata yang menetes. Untuk pertama kalinya Nurmala perlahan berusaha membuka matanya. Sofia segera berlari dan berteriak, "dokter!" Sofia memanggil dokter untuk memeriksa keadaan sahabatnya, senyuman penuh suka cita kini menghiasi bibirnya diiringi tetesan air mata kebahagiaan.
Semua berlari memeriksa keadaan Nurmala yang mulai sadar dari komanya, bagaikan sebuah keajaiban.
Hari demi hari keadaannya mulai membaik kini Nurmala bisa bernapas lega tanpa bantuan alat alat yang biasa terpasang di tubuhnya.
Pagi itu Nurmala kembali menanyakan keadaan keluarganya yang ikut terlibat dalam kecelakaan nahas itu, membuat Sofia kebingungan bagaimana cara memberi taunya, kalau Nurmala adalah satu satunya yang selamat dalam kecelakaan itu, meskipun butuh waktu lama untuk ia bisa sadarkan diri dari komanya.
"Sofi, bagaimana keadaan keluargaku? Mereka baik baik aja kan?" tanya Nurmala penuh rasa penasaran.
"Eee, aduh aku lupa harus telepon bang Nizam. Tunggu sebentar ya aku keluar dulu," Sofia berdalih, perkataannya yang terbata bata membuat Nurmala menaruh curiga padanya. "Tunggu!" dengan sigap Nurmala memegangi pergelangan tangan Sofia, saat ia akan beranjak dari tempat duduknya.