Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
4.5
Komentar
2.1K
Penayangan
20
Bab

Kehidupan Nadin yang ternoda sejak SMP membuatnya di liputi kebencian terhadap saudaranya Andi, namun beranjak SMA Nadin bertemu sosok Gilang yang sangat berpengaruh bagi hidupnya. Terlebih ia telah memutuskan untuk mengakhiri pekerjaannya sebagai foto model dewasa. Namun saat ia merasa hidup kembali, masa lalu yang menghantuinya kembali muncul dan mengusik kehidupan baru Nadin. Andi yang ternyata satu kampus dengannya berhasil membuat Nadin berperang dengan masa lalunya. Rama sebagai seseorang yang baru masuk ke dalam hidup Nadin tak tinggal Diam. Keadaan Nadin yang diketahui Rama dari video bertahun-tahun lalu itu membuat Rama menjaga Nadin hingga berkelahi dengan Andi. Di saat mereka berusaha saling mempertahankan video itu, seketika Andi membongkar semua masa lalu yang ia hadapi dengan ibunya yang melibatkan ayah Nadin. Itu lah alasan mengapa sampai saat ini dendam itu di luapkannya pada Nadin.

Bab 1 Berkenalan dengan dosa

"Ayah. Ayah. Ayah. Selalu saja bertanya tentang Ayah. Apa belum cukup, Ibu memberitahumu jika Ayahmu sedang bekerja untuk menghidupi kita," ucap Ibu dengan tegas setiap aku bertanya tentang ayah.

Hal wajar, untuk seorang anak bertanya tentang sosok seorang Ayah apalagi sejak kecil aku belum sama sekali melihatnya. Hanya dua lembar foto diberikan Ibu untuk meyakinkan jika aku memiliki ayah.

Nadin terlahir dari keluarga biasa saja, meskipun ayahnya seorang pengusaha. Nadin sebut biasa saja karena ia tak pernah merasakan kasih sayang Ayah sejak ia dilahirkan.

Nandin, nama yang diberikan, ia terlahir dari keluarga biasa saja walaupun ayahnya seorang pengusaha-kata Ibu.

Dan satu hal yang ia herankan, tinggal di desa seperti ini untuk apa rumah kita sebesar di kota-kota? Apakah Ayah sengaja membuat istana untuk kita agar kita betah di rumah dan tak perlu keluar melihat dunia.

Kesehariannya hanya ditemani Ibu dan saudara dari Ibu yang sering ke rumah untuk berkunjung. Teman Nadin satu-satunya hanya lah Andi, dia adalah anak budenya yang sering ikut berkunjung kesini. Mereka beda 5 tahunan, tapi Nadin nyaman bermain dengannya. Sejak kecil mereka sering menghabiskan waktu bersama hingga Andi sering menginap dan menemani keseharian di rumah disaat Ibu pergi entah untuk mengurus kebun peninggalan ayah atau untuk pergi arisan bersama teman-teman Ibu.

Dulu Ibu sering berpesan pada Nadin dan Andi untuk saling menjaga satu sama lain, terutama Andi yang lebih tua darinya. Sama halnya dengan Nadin, Andi juga telah kehilangan ayahnya sejak ia masih kecil sekali karena kecelakaan, ayahnya pun meninggal untuk selama-lamanya. Bedanya dengan Nadin, ia masih memiliki Ayah tapi tak pernah tahu di mana keberadaannya sampai sekarang.

Andi sering membantunyq mengerjakan PR, mengajari internet dan masih banyak lagi. Hingga suatu ketika terjadilah perkenalannya dengan dosa.

Waktu itu saat kelulusan Andi dari SMA-nya, Nadin pun naik ke kelas 2 SMP. Andi mengirimnya pesan whatsapp.

"Din kamu lagi di mana? Mas Andi lagi bahagia nih abis lulusan," pesan yang dikirim Andi.

"Wahhh selamat mas udah lulus :) aku di rumah mas baru pulang sekolah ni, ada apa? Mau traktir makan ya hehe," balas Nadin.

"Mas Andi jemput ke rumah ya, kita rayain kelulusan mas, tar mas traktir kamu apa aja deh," balasan pesan.

"Wahhh yang bener mas? Iya deh aku bilang Ibu dulu minta izin," balas Nadin.

Dengan semangat Nadin pun meminta izin Ibu pergi bersama Andi dan di saat Nadin berganti baju ada pesan masuk yang ternyata itu adalah Andi.

"Din, bawa baju gantinya dobel ya, takut ujan tar pulangnya jadi bisa ganti," pesan yang di kirim Andi.

"Ok mas," balas Nadin.

Lima belas menit kemudian terdengar suara motor terparkir di depan rumah. Sudah sampai pikir Nadin, ia pun bergegas keluar dan menemuinya.

"Yuk mas aku udah siap," antusias Nadin.

"Iya bentar pamit dulu sama Ibu," ujar Andi.

"Bu, Ibu, ini ada mas Andi" teriak Nadin.

"Ehhh, Ndi, udah datang, ya? Titip Nadin, ya. Pulangnya jangan malem-malem ya," ujar Ibu Nadin.

"Njeh bule, kita permisi dulu ya," pamitnya pada Ibu.

"Tiati ya din," ucap Ibu Nadin.

"Iya bu," kata Nadin sembari berjalan menuju motor Andi.

Nadin pun di bonceng Andi memakai motor bebeknya. Andi mengarahkan tangan Nadin untuk memeluknya katanya agar tidak jatuh.

"Mas kita mau ke mana sih ini? Kok nggak sampe-sampe," tanya Nadin kesal.

"Tenang aja, bentar lagi sampe kok," ujar Andi menenangkan.

Nadin tak menaruh curiga sedikit pun pada Andi, pasalnya ia memang sering mengajak Nadin untuk main bersama dari berkeliling kota, main PS bersama di rumah Andi, hingga Andi sering berenang di kolam renang dekat rumah Andi.

Akhirnya mereka pun berhenti di rumah salah satu teman Andi. Dan di sana Nadin melihat beberapa anak laki-laki seumuran dengan Andi sekitar 3 orang dan beberapa perempuan juga.

"Woy Ndi, dah datang kau lama bener ah," sambut temannya.

"Iya ni kamu nyari cewek ke pelosok mana sih," ujar yang lainnya.

Nadin pun dipersilakan masuk ke rumah itu dan ternyata di dalam masih banyak teman Andi yang lain, bahkan ada beberapa wanita sebayanya yang masih mengenakan seragam abu-abu yang telah di coret-coret dengan pilok dan spidol. Nadin bingung di sini karena tak ada yang seumuran dengannya, jadi ia canggung harus bersikap bagaimana.

Nadin menggandeng Andi dan berbisik "Mas pulang yuk, aku gak enak di sini banyak temen-temen kamu, aku gak kenal," ucapnya takut.

"Bentar to, 'kan baru sampe, lagian di sini 'kan ada mas, gak akan kenapa-kenapa kok udah santai aja," ucap Andi menenangkan.

Nadin dikenalkan pada teman-temannya satu persatu dan akhirnya Nadin pun diberikan segelas minuman yang entah apa itu namanya yang pasti rasanya tidak seperti ale-ale atau teh gelas yang sering di minum Nadin.

"Minum din,ini jus apel enak loh," ledek temannya.

"Mas..." ucap Nadin sambil memandang ke arah Andi untuk memastikan apakah ia harus meminum minuman ini atau tidak.

"Udah minum aja Nad, gapapa kok nih mas aja minum," Andi yang langsung menenggak minuman di gelasnya sampai habis.

Nadin pun meminumnya sampai habis karena tidak enak dengan Andi di depan teman-temannya.

"Mas aku kok pusing ya? Kayaknya aku masuk angin, pulang aja yuk?" rengek Nadin.

"Udah sini tidurin dibahu mas, ntar juga sembuh," Andi memegang kepala Nadin dan di sandarkannya di bahu.

Seketika Nadin pun tak sadar, entah ia tertidur atau pingsan, yang jelas ketika Nadin bangun ia tak bisa melihat jelas apa yang terjadi di sekelilingnya, hanya suara-suara teriakan dan desahan yang ia dengar sayup-sayup.

"Ya Tuhan apa ini, Mas, Mas Andi maass" teriaknya mencari.

"Iya bentar Din, bentar lagi giliran kamu kok sabar ya," suaranya terdengar di sebelah kasur yang Nadin rebahi.

Terdengar suara wanita tengah meracau di sampingnya, namun Nadin tak bisa melihat jelas karena kepalanya yang masih pusing tak bisa fokus memerhatikan sekelilingnya.

Sesaat kemudian Andi terdengar melenguh panjang seolah telah mencapai apa yang ia harapkan. Nadin Saat itu ketakutan mengetahui apa yang akan terjadi nanti.

Sebelum Andi datang menghampiri, ternyata salah satu temannya langsung memeluk Nadin di atas kasur. Sontak Nadin pun berontak tapi tak ada gunanya karena badannya yang lemas dan tenaganya yang lebih besar Nadin pun terkulai pasrah.

"Masss, mas Andi tolongin aku masss.. Aku mau diapain iniii..." setengah menangis Nadin berteriak.

"Udah diem aja din, kamu mau dibikin enak jangan takut," jawab nya santai.

"Mas aku gak mau mas, aku gak mauuu ... " teriak Nadin semakin kencang yang dibalas laki-laki itu dengan membekap mulutnya dengan tangan yang kekar.

"Oh gak mau sama temenku, yaudah sini sama mas aja ya," ucap Andi membuat Nadin semakin gemetar ketakutan.

"Mas jangan aku mohon aku gak mau mass tolong lepasin, ayo pulang," rengek Nadin dengan air mata yang terus menetes tanpa henti.

"Iya nikmatin sayang," Andi mulai menyetubuhi Nadin dengan kasar dan brutal.

"Aaarrrggghhh ..."

Nadin berteriak sejadi-jadinya karena merasakan rasa sakit dan perih di daerah intimnya. Namun teriakan dan tangisan Nadin tak membuat Andi berhenti melakukan aksinya dan di tonton oleh teman-temannya itu. Mereka yang sudah dipengaruhi alkohol sudah tak bisa berpikir lagi, hingga salah satu temannya mengambil sebuah ponsel dan mulai merekam aksinya. Satu-persatu mulai menggerayangi Nadin hingga tak lama kemudian Nadin pun di gilir oleh hampir enam lelaki saat itu.

Nadin yang sudah tak berdaya saat itu hanya bisa memohon dan menangis dengan suara yang semakin habis, meminta agar mereka semua berhenti memperkosanya.

"Hei udah-udah, ntar mati tuh anak orang hey," ujar salah satu lelaki yang memegang kamera itu.

"Anjrit darah cok, ndi dia gak kenapa-kenapa kan," ucap lelaki yang tengah menyetubuhi Nadin yang terkejut melihat sprei kasur itu telah berlumuran darah.

"Yaudah stop dulu, itu dia masih virgin jelas aja berdarah gitu, yaudah tinggalin aja dulu kita minum lagi di luar," ucap Andi.

Nadin pun seketika pingsan di kamar tersebut dengan masih tak berbusana dan hanya berbalut selimut. Ia pun di tinggalkan sendiri di sana berharap Nadin bangun dengan keadaan yang lebih membaik.

Hampir satu jam setengah Nadin pingsan akhirnya Andi menghampiri Nadin di kamar itu dan mulai membangunkannya dengan menggoyang-goyangkan tubuh Nadin yang masih terkulai lemas.

"Nad, Nadin bangun mau pulang nggak?" tanya Andi yang mengguncang tubuh Nadin semakin kencang.

"Aahhh, aduh kepalaku pusing," ucap Nadin sembari memulihkan kesadarannya.

"Ayo pake bajumu kita pulang nanti Ibu kamu nyariin," ujar Andi.

"Aku kenapa tadi? Aaaahhhh sakit banget aku gak bisa jalan," ucap Nadin yang sambil meringis kesakitan dari arah selangkangannya.

"Udah sini ku gendong," Andi menggendong Nadin keluar rumah menuju motornya.

Saat melalui ruang tamu, Nadin tak melihat ada satu orang pun di sana. Nadin bingung dengan apa yang ia lakukan karena Nadin sepenuhnya lupa akan kejadian nahas yang menimpanya beberapa jam lalu.

"Nad nanti langsung istirahat ya, kalo Ibu nanya bilang aja kita abis berenang kamu kecapean," ujar Andi memastikan Nadin tidak akan mengadukannya kepada Ibunya Nadin.

Nadin pun hanya terdiam sepanjang jalan berusaha mengingat kembali apa yang barusan ia alami di rumah temannya itu. Namun kepalanya semakin pusing dan sakit jika ia mengingat kejadian apa yang ia alami. Terlebih Nadin pun heran mengapa daerah sensitifnya bisa terasa sakit dan perih seolah-olah Nadin merasakan ada yang robek di sana. Nadin mulai penasaran dan ia tak sengaja memegang kemaluannya saat masih berada di motor Andi, betapa terkejutnya Nadin saat mengetahui kalau ada darah di sela-sela celana yang ia pakai.

Nadin masih berpikir kalau ia sedang datang bulan, tapi ia mengingat kalau ini bukan tanggalnya, malah masih jauh dari tanggal ia datang bulan di bulan ini. Pikiran Nadin mulai kacau dan tak terasa air matanya mulai menetes membayangkan semua yang ia alami perlahan-lahan mulai menyadarkan Nadin. Ia mulai ingat semua kejadian yang ia alami bersama Andi dan teman-temanya. Saat itu Nadin terpikirkan ingin mengakhiri hidupnya dengan melompat dari motor Andi, namun Nadin langsung tersadar saat Andi memulai percakapan lagi.

"Nad, kamu gak apa-apa kan? Bentar lagi kita sampai, jangan sampe Ibumu panik dan khawatir sama keadaanmu, kasian bule udah tua gak boleh syok," ujar Andi.

Nadin tak menjawab apa-apa, hanya tangisan kemarahan yang ia tahan di dalam dadanya.

Bersambung ...

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh devidasti

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku