Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
SATU MALAM SERIBU LUKA

SATU MALAM SERIBU LUKA

eskayeer

5.0
Komentar
Penayangan
5
Bab

Sebuah perselingkuhan singkat selama perjalanan bisnis menghancurkan kehidupan seorang pria yang sebelumnya setia. Satu malam yang dianggap tanpa konsekuensi berujung pada kehancuran pernikahannya dan mengubah cara pandangnya tentang cinta.

Bab 1 Malam yang Terlupakan

Arman menatap kaca jendela kamar hotelnya, menyaksikan keramaian kota yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya. Suasana kota itu bising dengan klakson mobil dan suara langkah kaki orang-orang yang berlalu-lalang. Di luar, lampu-lampu neon berkelap-kelip, menambah nuansa malam yang menggoda.

Setelah seharian penuh menghadiri sesi konferensi, Arman merasa lelah tetapi juga bersemangat. Ia memutuskan untuk pergi ke bar hotel, berharap bisa merilekskan diri dengan secangkir kopi atau mungkin segelas anggur.

Saat memasuki bar, aroma kayu dan minuman berpadu dengan alunan musik lembut. Ruangan itu cukup ramai, tetapi suasananya tetap intim. Arman melangkah ke bar dan memesan minuman.

"Selamat malam! Apa yang bisa saya bantu?" tanya bartender dengan senyum ramah.

"Segelas anggur merah, tolong," jawab Arman sambil mengamati sekeliling.

Tidak lama kemudian, gelas anggur yang diminta tiba. Arman mengangkat gelasnya dan meneguk sedikit, merasakan kehangatan yang mengalir ke dalam dirinya. Ia memandang sekeliling, lalu matanya tertuju pada seorang wanita yang duduk sendirian di sudut bar. Wanita itu terlihat menawan dengan rambut panjang yang tergerai dan gaun hitam sederhana yang menonjolkan lekuk tubuhnya.

Tanpa sadar, Arman beranjak menuju wanita itu. "Apakah tempat ini sudah penuh sehingga Anda harus duduk sendiri?" tanyanya, berusaha memulai percakapan.

Wanita itu menoleh, senyumnya memancarkan kehangatan. "Sepertinya begitu. Mungkin saya hanya kurang beruntung malam ini."

"Saya Arman," ia memperkenalkan diri, mengulurkan tangan.

"Nama saya Lara," jawabnya sambil menjabat tangan Arman.

Mereka bertukar cerita, mengobrol tentang pekerjaan, perjalanan, dan kehidupan masing-masing. Arman merasa seolah dunia di sekitar mereka menghilang, hanya ada mereka berdua.

"Jadi, apa yang membawa Anda ke sini?" tanya Lara sambil memandang Arman dengan penuh rasa ingin tahu.

"Saya di sini untuk konferensi bisnis. Namun, saya rasa malam ini lebih menyenangkan dibandingkan dengan presentasi yang membosankan itu," Arman tertawa, mencoba mencairkan suasana.

Lara ikut tertawa. "Kita semua membutuhkan sedikit pelarian dari rutinitas, bukan? Terkadang, hanya perlu satu malam untuk mengubah segalanya."

Arman merasakan getaran aneh dalam pernyataan itu. "Ya, saya setuju. Terkadang, satu malam bisa memberikan pengalaman yang tidak akan pernah kita lupakan."

Obrolan mereka terus mengalir, semakin dalam dan intim. Arman tidak bisa menahan pandangannya ketika Lara bercerita tentang mimpinya menjadi seorang seniman.

"Dan Anda?" tanya Lara dengan nada penasaran. "Apa mimpi Anda?"

"Hmm, saya ingin membangun perusahaan yang bisa membawa perubahan positif," jawab Arman, berpikir sejenak. "Tapi di sisi lain, terkadang saya merasa terjebak dalam rutinitas yang monoton."

Lara tersenyum simpatik. "Kita semua pernah merasa seperti itu. Mungkin kita butuh lebih banyak malam-malam seperti ini untuk mengingat siapa diri kita sebenarnya."

Semakin lama mereka berbicara, semakin Arman merasakan ketertarikan yang mendalam terhadap Lara. Ia merasa nyaman, seolah mereka sudah saling mengenal bertahun-tahun.

"Bagaimana jika kita berpindah ke tempat lain? Mungkin sebuah restoran yang lebih tenang?" tawar Arman, merasa berani.

Lara mempertimbangkan sejenak, lalu mengangguk. "Tentu, kenapa tidak? Saya suka tantangan."

Mereka beranjak dari bar, mengabaikan keramaian di sekeliling mereka, hanya fokus pada satu sama lain. Dalam perjalanan menuju restoran, mereka berjalan berdampingan, saling berbagi tawa dan cerita.

Ketika mereka sampai di restoran kecil yang nyaman, Arman merasa hatinya berdebar-debar. Ia tidak pernah mengira bahwa malam ini akan menjadi salah satu malam yang akan mengubah hidupnya selamanya. Namun, ia tidak tahu bahwa langkahnya memasuki dunia Lara akan membawanya pada konsekuensi yang tak terduga.

Malam itu baru saja dimulai, dan Arman sudah merasakan ketegangan yang menggoda.

"Apakah Anda percaya pada cinta pada pandangan pertama?" tanya Arman, berusaha membangun suasana.

Lara menatapnya, matanya bersinar. "Saya percaya bahwa setiap orang yang kita temui memiliki kekuatan untuk mengubah kita, bahkan dalam sekejap. Mungkin malam ini adalah awal dari sesuatu yang baru."

Arman tersenyum, tetapi jauh di lubuk hatinya, ia merasakan keraguan. Namun, semua itu terasa jauh dari pikirannya saat mereka menikmati malam yang penuh janji dan misteri.

Setelah duduk di restoran yang tenang, Arman dan Lara memesan makanan mereka. Suara gemerincing piring dan obrolan lembut dari meja di sekitar mereka menciptakan suasana hangat. Arman mengamati Lara saat ia berbicara tentang hidupnya.

"Jadi, bagaimana seorang wanita sepertimu memilih dunia seni?" tanya Arman, terpesona oleh antusiasme Lara.

Lara menghela napas. "Saya selalu terpesona oleh keindahan yang ada di sekitar saya. Melukis membuat saya merasa hidup, memberi saya kebebasan. Tetapi, kadang-kadang, impian itu terasa jauh, seolah saya tidak cukup baik."

Arman mengerutkan kening, merasa terhubung dengan perasaan Lara. "Kita sering kali meragukan diri sendiri, ya? Terkadang, kita hanya perlu melangkah keluar dari zona nyaman untuk menemukan apa yang sebenarnya kita inginkan."

Lara tersenyum. "Tepat sekali. Seperti malam ini, saya tidak menyangka bisa berbicara dengan seseorang seperti kamu. Mungkin ini adalah cara hidup untuk memberi kita pelajaran."

Makanan mereka tiba, dan Arman mengambil kesempatan untuk menatap Lara lebih dalam. "Jadi, malam ini adalah pelajaran? Apa yang kamu pelajari dari saya?"

"Bahwa hidup ini penuh kejutan," jawab Lara, matanya berbinar. "Kamu membuat saya merasa seperti ada lebih banyak hal yang perlu dieksplorasi."

Arman tersenyum, merasa bangga mendengar itu. "Kamu juga melakukan hal yang sama untukku. Saya merasa bisa membuka diri dan berbicara tentang hal-hal yang biasanya tidak saya bicarakan."

Setelah makan, mereka memutuskan untuk berjalan-jalan di taman terdekat. Suasana malam yang tenang membuat mereka semakin dekat. Di bawah sinar lampu yang lembut, mereka melangkah berdampingan, berbagi tawa dan cerita.

"Ini adalah malam yang sempurna," kata Lara, menoleh ke arah Arman. "Saya berharap bisa mengingatnya selamanya."

Arman merasa jantungnya berdegup kencang. "Begitu juga saya. Sepertinya kita terhubung dengan cara yang tidak biasa."

Saat mereka melanjutkan langkah, tiba-tiba Lara berhenti dan memandang Arman dengan serius. "Kamu tahu, kadang-kadang kita perlu mengambil risiko. Hidup terlalu singkat untuk terjebak dalam ketakutan."

Arman mengangguk, merasakan berat dari kata-kata Lara. "Tapi apa yang kita lakukan di sini? Apakah ini benar-benar sebuah risiko?"

"Jangan kita pikirkan itu," jawab Lara, menyentuh lengan Arman dengan lembut. "Sekarang, mari kita nikmati momen ini."

Mereka melanjutkan berjalan, dan saat mereka tiba di sebuah bangku di tengah taman, Arman melihat ke dalam mata Lara. "Malam ini terasa seperti mimpi."

"Ya, tapi setiap mimpi bisa menjadi kenyataan, kan?" jawab Lara, suara lembutnya membangkitkan rasa ingin tahu Arman.

"Lalu, apakah kamu percaya pada mimpi yang bisa berubah menjadi kenyataan?" tanya Arman, berusaha memahami lebih dalam.

"Kadang-kadang, mimpi tidak selalu seperti yang kita harapkan," kata Lara, suaranya agak melankolis. "Tapi malam ini, saya ingin percaya bahwa ini bisa jadi sesuatu yang lebih baik."

Arman terdiam sejenak, merasakan ketegangan di antara mereka. "Mungkin kita bisa menciptakan mimpi kita sendiri malam ini."

Lara tersenyum, tetapi ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya. "Kamu tahu, Arman, kita tidak bisa menghindari konsekuensi dari tindakan kita. Mungkin saja kita akan menemukan sesuatu yang berharga malam ini, tetapi mungkin juga kita akan menciptakan masalah."

"Masalah? Sepertinya kita hanya dua orang yang menikmati malam," kata Arman, berusaha menyimpan suasana ceria.

"Mungkin," jawab Lara. "Tapi saya selalu percaya bahwa satu malam yang tampaknya tanpa konsekuensi bisa mempengaruhi hidup kita selamanya."

Arman merasa jantungnya berdebar. "Apakah kamu ingin kita berhenti di sini? Jika kita melanjutkan, apa yang akan terjadi?"

Lara menatapnya dengan intens, seolah berusaha mengungkapkan sesuatu yang lebih dalam. "Kita tidak bisa menghentikan apa yang sudah terjadi. Mungkin kita hanya perlu menerima dan melihat ke mana malam ini membawa kita."

Arman menggigit bibirnya, merasakan dorongan yang kuat untuk melangkah lebih jauh, meskipun ada rasa takut yang menggerogoti hatinya.

"Mari kita nikmati sisa malam ini," Arman akhirnya berkata, berusaha melepaskan semua ketegangan. "Bersama."

Lara mengangguk, dan mereka kembali berjalan. Setiap langkah terasa berat, seperti membawa beban yang tak terlihat. Mereka tahu bahwa malam ini adalah lebih dari sekadar pertemuan acak. Ini adalah titik balik yang bisa mengubah segalanya.

Saat mereka tiba kembali di hotel, suasana di dalamnya terasa hangat dan menenangkan. Arman menoleh ke Lara, berharap bisa menggambarkan perasaannya yang campur aduk. "Saya sangat senang bisa bertemu denganmu malam ini."

"Begitu juga saya, Arman," jawab Lara, menatapnya dengan harapan. "Mungkin kita bisa bertemu lagi suatu saat."

Arman merasa terjebak dalam dilema. Di satu sisi, ia tahu bahwa satu malam ini bisa menjadi awal dari sesuatu yang berbahaya. Namun, di sisi lain, ada sesuatu yang membuatnya tertarik untuk melangkah lebih jauh.

Mereka berpisah di lobi hotel, dengan janji tak terucap mengalir di antara mereka. Saat Arman melangkah ke lift, ia merasakan ada bagian dari dirinya yang telah terguncang oleh malam ini.

Malam yang dianggap terlupakan ini, tampaknya justru akan menjadi awal dari seribu luka yang akan mengubah hidupnya selamanya.

Bersambung...

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh eskayeer

Selebihnya

Buku serupa

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Romantis

5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku