Suasana jalan Bandung, hari ini cukup padat! Meski begitu, terlihat di pinggir jalan seorang gadis SMA tengah di ganggu para preman jalanan, tak ada yang membantu. Beruntung gadis itu bisa melawan, dan membuat para preman itu tersudut.
"Kabur lo semua! Huh, sana dasar pengecut!" Umpat Ayana menendang angin menatap ketiga pria yang sebelumnya datang menggodanya kini lari terbirit-birit menjahuinya, dengan wajah yang babak belur.
"Ayana di lawan," gadis berseragam putih abu-abu itu mengibas rambutnya kebelakang lalu berkacak pinggang menatap lurus pada segerombolan pria yang duduk manis menyantap makanan berkuah dengan bulatan-bulatan kecil pada mangkok berlogo ayam, di seberang jalan tempatnya berada.
"Sialan kalian nggak ada niat nolongin apa!" Omel Ayana pada kumpulan pria di sana yang tampak biasa saja menatapnya tanpa rasa khawatir.
"Bisa lawan kan? Lo aman kan? Ngapain kita tolong! Abang lo aja diam tuh. Malah waktu lo berantem dia nambah baksonya." Celutuk salah seorang di antara mereka. Ayana menoleh melangkah cepat pada pria yang 80% memiliki wajah sama dengannya.
"Bang Arka!" Pekik Ayana saar pria yang merupakan saudaranya itu berlari menjauhinya.
"Orang lagi makan jangan di ganggu!" Ketus pria bernama Arka itu.
Ayana melebarkan matanya, berkacak pinggang lalu melipat kedua tangannya.
"Gua aduin ke Papa, karena lo nggak bantuin gua yang habis di godain preman!" Teriak Ayana menunjuk tajam pada saudaranya itu.
"Berisik! Ngomong tuh santai aja, nggak usah teriak gitu!" Ketus pria yang berada di depan Ayana.
"Apa lo, mau ku pukul!" Ketus Ayana mengayunkan pukulannya di udara lalu berlalu begitu saja.
"Hey, Ayana lo bolos lagi? Jam segini udah pulang aja." Tegur salah seorang di antara mereka yang tampak menggendong seekor monyet.
"Iya, tapi toh guru juga lagi ngadain rapat. Makanya gua ke sini," ucap Ayana tampak begitu santai.
Pletak...
"Aduh..." Ayana mengusap telinganya yang mendapat jentikan keras dari saudaranya.
"Aku aduin ke Papa yah! Lupa kamu, Papa kemarin bilang kalau bolos sekali lagi kamu bakal di pindahin ke pesantren," ucap Arka yang seketika membuat Ayana membeku, karena ia sungguh lupa dengan ancaman Papanya itu.
Merengek untuk tak di adukan pun sepertinya percuma, karena mungkin saja saat ini Papanya sudah mengetahui itu, mengingat di sekolah ia selalu di awasi beberapa siswa yang di minta menjaga Ayana, yang dirinya sendiri tak kenal dan tak tahu siapa yang mengawasinya.
"Ah, nggak mau!" Pekik Ayana.
"Makanya jangan bolos!"
"Huh, kasian bakal di pindahin ke pesantren!" Ledek teman-teman Abangnya yang sudah teramat dekat dengan Ayana sendiri.
****
"Papa janji deh nggak bakal bolos lagi. Tapi jangan pindahin nggak cocok buat Ayana yang bandelnya nggak ketulungan ini." Cerocos Ayana yang merengek mengoyang-goyangkan lengan Papanya.
"Justru karena kamu bandel, Papa mau kirim kamu ke pesantren. Udah sana, beresin barang-barangmu besok kita berangkat! Nggak ada bantahan lagi, atau kamu Papa kirim ke tempat terpencil yang sekolahnya hanya dari anyaman bambu! Mau hah?" Omel Marcel, Papa Ayana.
Ayana menggeleng cepat.
"Ya sudah sana, siapin barang-barangmu, jangan bawa aneh-aneh. Kamu di sana bakal didik dengan baik!"
Ayana menatap sang Papa dengan mata berkaca-kaca berharap ada toleransi untuknya.
"Siapkan barang-barangmu sekarang Ayana!" Geram Marcel yang berusaha tak termakan bujuk rayuan putri kesayangannya. Sesungguhnya ia tak bisa jauh dengan putrinya, tapi mau bagaimana lagi putrinya itu kian hari semakin nakal dan berulah. Beberapa hari yang lalu saja dirinya sudah di panggil pihak sekolah karena putrinya itu bertengkar hingga membuat korbannya babak belur. Di tambah nama Ayana di buku tulis guru BK sudah merah akibat kenakalannya.
Ya, tentunya ia harus menindaklanjutinya dengan cara seperti ini!
"Papa jahat!"
"Memang."
"Papa nggak sayang Ayana lagi!"
"Nggak tuh."
"Ayana benci Papah!"
"Terserah."
Ayana menghentakkan kakinya mendapat jawaban enteng Papanya itu.
"Sana! Apalagi yang kamu tunggu, besok pagi kita udah berangkat."
/0/12837/coverorgin.jpg?v=7dc61bacc0aca4d5f83426a32992dded&imageMogr2/format/webp)
/0/21485/coverorgin.jpg?v=20250318175343&imageMogr2/format/webp)
/0/12931/coverorgin.jpg?v=6dae92d38a88c9911b7953a9990254fa&imageMogr2/format/webp)
/0/10865/coverorgin.jpg?v=20250122182917&imageMogr2/format/webp)
/0/13074/coverorgin.jpg?v=b43f8a89a4241eaac52a45d7dfbe4056&imageMogr2/format/webp)
/0/20417/coverorgin.jpg?v=18aef677d92ac82f7f462cf43795790e&imageMogr2/format/webp)
/0/20880/coverorgin.jpg?v=f4ed48f47c771795688fc1986665b888&imageMogr2/format/webp)
/0/7993/coverorgin.jpg?v=20250122152318&imageMogr2/format/webp)
/0/12665/coverorgin.jpg?v=8a8a5ae83c115e6a65e8fce70d0e221f&imageMogr2/format/webp)
/0/16992/coverorgin.jpg?v=6cbd7ab686d9de65ae61301b4be35359&imageMogr2/format/webp)
/0/15546/coverorgin.jpg?v=68e49a6799763f5b881a1460afd503d4&imageMogr2/format/webp)
/0/15165/coverorgin.jpg?v=7b67ac5a6b079e1ea8e63e17a56dbda1&imageMogr2/format/webp)
/0/24328/coverorgin.jpg?v=94d2d65544d4fd5642c0b9f3ff311c32&imageMogr2/format/webp)
/0/16989/coverorgin.jpg?v=80f6edfeb2bee3d2c08b5130edf9f85b&imageMogr2/format/webp)
/0/7208/coverorgin.jpg?v=bf11b7cb5f27d34aa8eab7f20c7735ac&imageMogr2/format/webp)
/0/16097/coverorgin.jpg?v=cc60a0d078df4aecb079275cec409966&imageMogr2/format/webp)
/0/14031/coverorgin.jpg?v=bb12e5b1738c9075d80a636a45e986e0&imageMogr2/format/webp)
/0/3865/coverorgin.jpg?v=20250122110309&imageMogr2/format/webp)