Seorang gadis yang menjadi ratu dalam genk motor bernama The Wild Ants, dia adalah Ayana. Gadis yang di kenal pemberontak dan nakal yang akhirnya di kirim ke pesantren oleh Papanya. Tanpa di duga ternyata dia juga di jodohkan oleh seorang anak pemilik pesantren, bernama Gus Farhan. Perjodohannya adalah wasiat sang almarhum Mama, membuat Ayana tak bisa menolak. Ig : @Vhyta_k31
Suasana jalan Bandung, hari ini cukup padat! Meski begitu, terlihat di pinggir jalan seorang gadis SMA tengah di ganggu para preman jalanan, tak ada yang membantu. Beruntung gadis itu bisa melawan, dan membuat para preman itu tersudut.
"Kabur lo semua! Huh, sana dasar pengecut!" Umpat Ayana menendang angin menatap ketiga pria yang sebelumnya datang menggodanya kini lari terbirit-birit menjahuinya, dengan wajah yang babak belur.
"Ayana di lawan," gadis berseragam putih abu-abu itu mengibas rambutnya kebelakang lalu berkacak pinggang menatap lurus pada segerombolan pria yang duduk manis menyantap makanan berkuah dengan bulatan-bulatan kecil pada mangkok berlogo ayam, di seberang jalan tempatnya berada.
"Sialan kalian nggak ada niat nolongin apa!" Omel Ayana pada kumpulan pria di sana yang tampak biasa saja menatapnya tanpa rasa khawatir.
"Bisa lawan kan? Lo aman kan? Ngapain kita tolong! Abang lo aja diam tuh. Malah waktu lo berantem dia nambah baksonya." Celutuk salah seorang di antara mereka. Ayana menoleh melangkah cepat pada pria yang 80% memiliki wajah sama dengannya.
"Bang Arka!" Pekik Ayana saar pria yang merupakan saudaranya itu berlari menjauhinya.
"Orang lagi makan jangan di ganggu!" Ketus pria bernama Arka itu.
Ayana melebarkan matanya, berkacak pinggang lalu melipat kedua tangannya.
"Gua aduin ke Papa, karena lo nggak bantuin gua yang habis di godain preman!" Teriak Ayana menunjuk tajam pada saudaranya itu.
"Berisik! Ngomong tuh santai aja, nggak usah teriak gitu!" Ketus pria yang berada di depan Ayana.
"Apa lo, mau ku pukul!" Ketus Ayana mengayunkan pukulannya di udara lalu berlalu begitu saja.
"Hey, Ayana lo bolos lagi? Jam segini udah pulang aja." Tegur salah seorang di antara mereka yang tampak menggendong seekor monyet.
"Iya, tapi toh guru juga lagi ngadain rapat. Makanya gua ke sini," ucap Ayana tampak begitu santai.
Pletak...
"Aduh..." Ayana mengusap telinganya yang mendapat jentikan keras dari saudaranya.
"Aku aduin ke Papa yah! Lupa kamu, Papa kemarin bilang kalau bolos sekali lagi kamu bakal di pindahin ke pesantren," ucap Arka yang seketika membuat Ayana membeku, karena ia sungguh lupa dengan ancaman Papanya itu.
Merengek untuk tak di adukan pun sepertinya percuma, karena mungkin saja saat ini Papanya sudah mengetahui itu, mengingat di sekolah ia selalu di awasi beberapa siswa yang di minta menjaga Ayana, yang dirinya sendiri tak kenal dan tak tahu siapa yang mengawasinya.
"Ah, nggak mau!" Pekik Ayana.
"Makanya jangan bolos!"
"Huh, kasian bakal di pindahin ke pesantren!" Ledek teman-teman Abangnya yang sudah teramat dekat dengan Ayana sendiri.
****
"Papa janji deh nggak bakal bolos lagi. Tapi jangan pindahin nggak cocok buat Ayana yang bandelnya nggak ketulungan ini." Cerocos Ayana yang merengek mengoyang-goyangkan lengan Papanya.
"Justru karena kamu bandel, Papa mau kirim kamu ke pesantren. Udah sana, beresin barang-barangmu besok kita berangkat! Nggak ada bantahan lagi, atau kamu Papa kirim ke tempat terpencil yang sekolahnya hanya dari anyaman bambu! Mau hah?" Omel Marcel, Papa Ayana.
Ayana menggeleng cepat.
"Ya sudah sana, siapin barang-barangmu, jangan bawa aneh-aneh. Kamu di sana bakal didik dengan baik!"
Ayana menatap sang Papa dengan mata berkaca-kaca berharap ada toleransi untuknya.
"Siapkan barang-barangmu sekarang Ayana!" Geram Marcel yang berusaha tak termakan bujuk rayuan putri kesayangannya. Sesungguhnya ia tak bisa jauh dengan putrinya, tapi mau bagaimana lagi putrinya itu kian hari semakin nakal dan berulah. Beberapa hari yang lalu saja dirinya sudah di panggil pihak sekolah karena putrinya itu bertengkar hingga membuat korbannya babak belur. Di tambah nama Ayana di buku tulis guru BK sudah merah akibat kenakalannya.
Ya, tentunya ia harus menindaklanjutinya dengan cara seperti ini!
"Papa jahat!"
"Memang."
"Papa nggak sayang Ayana lagi!"
"Nggak tuh."
"Ayana benci Papah!"
"Terserah."
Ayana menghentakkan kakinya mendapat jawaban enteng Papanya itu.
"Sana! Apalagi yang kamu tunggu, besok pagi kita udah berangkat."
Ayana dengan deraian air mata dan hentakan kaki ia berjalan ke arah kamarnya. Kalau sudah seperti ini, rasanya tak ada cara lagi untuk membujuk Papanya. Dengan perasaan kesal ia membanting pintunya dengan kencang.
"Astagfirullah, anak itu." Marcel mengusap dadanya berusaha agar tak terpancing emosi.
Kemudian ia menoleh pada putranya yang sedari tadi sibuk memainkan ponselnya.
"Arka."
"Hmm..."
"Arka!"
"Iya Pah." Sahut Arka tanpa menoleh.
"Arkana!" Teriak Marcel yang membuat Arka menyimpan ponselnya lalu menatap Papanya dengan cengiran khasnya itu.
"Iya Pah."
"Gamis, rok, kerudung, atau apapun itu. Segala keperluan adikmu sudah kamu beli?" Tanya Marcel yang kini melembut.
"Sudah Pah, semuanya sudah beres di kamar Aya. Tinggal di masukin ke koper doang." Jawab Arka.
Marcel mengangguk.
"Bantuin Adikmu sana, ini pertama kalinya kalian akan jauh, jadi hibur adikmu sana."
"Kenapa bukan Papah aja, palingan juga Papah lebih sedih dari aku." Ledek Arka sesaat tersenyum takut-takut menatap tatapan maut Papahnya.
"Aku ke atas Pah, dah."
Arka pun berlari menginjak satu persatu anak tangga.
"Semoga ini jalan terbaik, dan Ayana bisa merubah sikap buruknya." Gumam Marcel menoleh menatap bingkai foto almarhum Istrinya.
"Andai kamu ada di sini, Ayana pasti tidak akan tumbuh seperti itu. Dia memang anak baik dan manja tapi tetap saja ia begitu nakal di luar sana. Maaf karena didikanku yang keras ia malah seperti ini, dan mengikuti jejak Abangnya." Batin Marcel menghapus setitik air mata yang lolos begitu saja.
"Ya Allah nih anak! Kamar lo kenapa berantakan gini, marah sih marah tapi jangan kayak gini Ayana!"
"Diam lo setan! Lo harusnya bantuin gua bujukin Papa bukannya diam aja kayak tadi!"
"Panggil gua Abang! Yang sopan bicaranya anak anjing."
Marcel menghela nafas mendengar umpatan kedua anaknya yang memang hampir tak pernah akur, rasanya mendengar kucing yang sedang ingin kawin saja jika mereka ribut seperti ini.
"Ayana!" Teriak Arka menarik gamis yang hendak di gunting Ayana. Ia kemudian memasukkannya dalam koper.
Arka berkacak pinggang lalu menatap tajam adik satu-satunya itu.
"Duduk! Kamu nggak boleh pergi dalam keadaan marah seperti ini!" Perintah Arka yang mulai menurunkan intonasi suaranya.
Ayana menurut duduk meringsut di atas kasur kesayangannya.
"Ayana nggak mau pergi Abang! Ayana nggak bisa jauh-jauh sama kalian!" Rengek Ayana di iringi tangisannya yang mulai pecah.
"Makanya jangan nakal! Ini keputusan Papa, nggak bisa di ganggu gugat lagi. Lagian pesantrennya juga dekat, kita bisa ngunjungin kamu tiap bulan. Eh, nggak Abang janji ngunjungin kamu tiap hari minggu." Arka mengangkat jari kelingkingnya dengan tatapan seriusnya mengucapkan janjinya itu.
"Em... nggak mau, tempatnya jauh Bang, butuh sekitar dua jam baru sampai ke sana." Gerutu Ayana.
"Elleh jauh apanya, biasanya juga kalau jalan-jalan bisa sampe sana," ucap Raka yang begitu sinis.
Ayana menatap sebal saudaranya itu. Sungguh tak pengertian sekali. Ayana memalingkan wajahnya dan mulai menangis dalam diam.
Arka yang melihat hal itu hanya bisa menghela nafas, meski ia sering menjahili adiknya hingga menangis karena kesal, tapi ia tak pernah tega melihat adiknya menangis sesedih ini.
"Cantik, adikku yang paling manis. Udah yah, jangan nangis lagi. Ini keputusan Papa, kamu terima saja. Apa yang Papa lakukan juga ini demi kebaikanmu." Bujuk Arka.
"Tapi kenapa harus ke pesantren, itu tidak cocok buat Ayana yang bandel." Gerutu Ayana.
"Nah, tau kalau kamu bandel, makanya Papa mau kamu pesantren, biar jadi anak yang baik. Beban dosamu yang harus di tanggung Papa juga ringan." Celutuk Arka yang membuat Ayana menatapnya sebal.
"Udah jangan nangis lagi, beresin barang-barangmu. Abang bantuin!"
Ayana menggerutu tapi tetap menurut mempersiapkan segala keperluannya.
Bab 1 Ayana
10/06/2023
Bab 2 Menuju pesantren
10/06/2023
Bab 3 Belajar atau Nikah !
10/06/2023
Bab 4 Menemui Gus Farhan
11/06/2023
Bab 5 Perkara Monyet (King)
11/06/2023
Bab 6 Ta'aruf
11/06/2023
Bab 7 Menggoda Gus Farhan
11/06/2023
Bab 8 Anak Emas
11/06/2023
Bab 9 Bolos
11/06/2023
Bab 10 Aku belum halal kau pandang
11/06/2023
Bab 11 Tak bisa menghindar
13/06/2023
Bab 12 Salah lawan
14/06/2023
Bab 13 Maaf
15/06/2023
Bab 14 Kedatangan Arka
16/06/2023
Bab 15 Ayana Anak Donatur Sebenarnya
17/06/2023
Bab 16 Hanif pamit
18/06/2023
Bab 17 Pernikahan Ayana dan Gus Farhan
19/06/2023
Bab 18 Sah
20/06/2023
Bab 19 Malam Pertama
21/06/2023
Bab 20 Kerja sama The Wild Ants
21/06/2023
Bab 21 Ayana seorang Hafidzah cilik
22/06/2023
Bab 22 Arka kangen
23/06/2023
Bab 23 Menggoda Gus Farhan di hari Jumat
23/06/2023
Bab 24 Harus tertahan
24/06/2023
Bab 25 Perkara Ular
25/06/2023
Bab 26 Mencintai
26/06/2023
Bab 27 Kencan pertama
27/06/2023
Bab 28 Kejahilan Ayana
28/06/2023
Bab 29 Cincin yang di curi
29/06/2023
Bab 30 Di kecewakan, Penyesalan dan Bahagia
29/06/2023
Bab 31 Mimi (Kucing) Ayana meninggal
30/06/2023
Bab 32 Masakan Mama
30/06/2023
Bab 33 Bertemu sang Ustadzah
01/07/2023
Bab 34 Keluarga Ning Fatimah
02/07/2023
Bab 35 Berhati Malaikat
03/07/2023
Bab 36 Ayana dan Arka ribut
04/07/2023
Bab 37 Arka di nilai Mines
05/07/2023
Bab 38 Hanif dan Ayana
06/07/2023
Bab 39 Ayana dan Naila
07/07/2023
Bab 40 Diana
08/07/2023