Naya melangkah cepat, sepatu hak tingginya mengetuk lantai marmer koridor kantor dengan irama yang familiar. Wajahnya, yang biasanya memancarkan keceriaan, tampak lesu. Matanya, yang biasanya berbinar dengan semangat, kini redup, seolah memendam beban berat.
Naya melangkah cepat, sepatu hak tingginya mengetuk lantai marmer koridor kantor dengan irama yang familiar. Wajahnya, yang biasanya memancarkan keceriaan, tampak lesu. Matanya, yang biasanya berbinar dengan semangat, kini redup, seolah memendam beban berat.
Naya adalah seorang wanita karir yang sukses. Di usia 28 tahun, ia telah menapaki tangga karir dengan cepat, menduduki posisi penting di sebuah perusahaan terkemuka. Namun, di balik kesuksesannya, Naya merasakan kesepian yang mendalam. Ia merasa kehilangan sesuatu yang penting dalam hidupnya, sesuatu yang tak tergantikan oleh kekayaan dan jabatan.
Hari ini, Naya merasa lebih lelah dari biasanya. Ia baru saja menyelesaikan presentasi penting yang menguras seluruh energinya. Ia ingin segera pulang, berendam di bathtub hangat, dan melupakan sejenak hiruk pikuk dunia korporat.
Saat Naya hendak keluar dari kantor, ia tanpa sengaja bertabrakan dengan seseorang. Ia tersentak, tubuhnya terhuyung ke belakang. Ia menoleh, mendapati seorang pria dengan wajah yang tampak biasa-biasa saja, namun memiliki aura yang tak bisa ia abaikan. Matanya, yang berwarna cokelat gelap, menatapnya dengan intens, membuat Naya merasa sedikit gugup.
"Maaf, Nona. Saya tidak sengaja," kata pria itu, suaranya tenang dan lembut.
"Tidak apa-apa," jawab Naya, berusaha untuk tenang. "Saya yang kurang hati-hati."
Naya hendak berlalu, namun pria itu memanggilnya. "Nama saya Aksa. Dan Anda?"
"Naya," jawab Naya singkat.
"Senang bertemu denganmu, Naya," kata Aksa, tersenyum tipis.
Senyum Aksa, yang tak terlalu lebar, membuat jantung Naya berdebar kencang. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda pada pria ini, sesuatu yang membuatnya penasaran.
"Saya harus pergi," kata Naya, berusaha untuk mengendalikan debar jantungnya. "Selamat malam, Aksa."
"Selamat malam, Naya," jawab Aksa.
Naya berlalu, meninggalkan Aksa yang masih berdiri di sana. Ia merasakan tatapan Aksa masih mengikuti langkahnya. Ia merasa ada sesuatu yang aneh, sesuatu yang membuatnya tidak bisa melupakan pertemuan singkat ini.
Di dalam taksi, Naya masih memikirkan Aksa. Ia bertanya-tanya apa yang membuatnya begitu tertarik dengan pria yang baru dikenalnya itu. Ia merasa ada sesuatu yang istimewa pada Aksa, sesuatu yang membuatnya ingin tahu lebih banyak tentang pria itu.
Sesampainya di rumah, Naya langsung menuju kamar mandi. Ia berendam di bathtub hangat, berusaha untuk melupakan sejenak pikirannya yang kacau. Namun, wajah Aksa terus berputar-putar di kepalanya.
Naya merasa pertemuannya dengan Aksa bukanlah kebetulan. Ia merasakan ada takdir yang membawa mereka bertemu, takdir yang mungkin akan mengubah hidupnya selamanya.
Keesokan harinya, Naya kembali ke kantor dengan perasaan yang berbeda. Ia tak sabar untuk bertemu Aksa lagi, untuk mengetahui lebih banyak tentang pria yang telah mengusik hatinya. Namun, Aksa tak kunjung muncul. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, Naya tak pernah bertemu Aksa lagi.
Ia mencoba melupakan Aksa, namun takdir seolah mempermainkannya. Naya bertemu Aksa lagi di sebuah kafe, tempat yang tak pernah ia kunjungi sebelumnya. Aksa sedang duduk di sudut kafe, membaca buku. Naya terkesima melihat Aksa yang begitu tenang dan khusyuk membaca. Ia merasa ada aura misterius yang terpancar dari Aksa, membuatnya semakin penasaran.
Naya memberanikan diri untuk mendekati Aksa. "Permisi," katanya, suaranya sedikit gemetar. "Apakah tempat ini masih kosong?"
Aksa mengangkat kepalanya, matanya yang berwarna cokelat gelap menatap Naya dengan intens. "Silahkan," katanya, tersenyum tipis.
Naya duduk di hadapan Aksa. Ia merasa gugup, namun ia berusaha untuk bersikap tenang. "Kita bertemu lagi," katanya, mencoba memulai percakapan.
"Ya," jawab Aksa. "Aku juga merasa begitu."
Mereka berbincang-bincang tentang berbagai hal, mulai dari buku yang dibaca Aksa hingga pekerjaan Naya. Naya merasa nyaman berbicara dengan Aksa. Ia merasa Aksa adalah orang yang cerdas dan berwawasan luas.
"Aku harus pergi," kata Naya, saat jam menunjukkan pukul tujuh malam. "Terima kasih sudah menemani aku."
"Sama-sama," jawab Aksa. "Semoga kita bertemu lagi."
Naya mengangguk, hatinya dipenuhi perasaan bahagia yang tak bisa dijelaskan. Ia merasa ada ikatan batin yang menghubungkannya dengan Aksa, ikatan yang tak bisa diputus begitu saja.
Naya pulang dengan perasaan yang tak menentu. Ia merasa pertemuannya dengan Aksa bukanlah kebetulan. Ia merasakan ada takdir yang membawa mereka bertemu, takdir yang mungkin akan mengubah hidupnya selamanya.
Di dalam kamarnya, Naya menatap bayangannya di cermin. Ia tak lagi mengenali dirinya sendiri. Wajahnya yang biasanya ceria kini tampak muram, matanya yang biasanya berbinar kini redup. Naya merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya, sesuatu yang tak bisa digantikan oleh kesuksesan karirnya.
Naya meraih ponselnya, membuka aplikasi pesan, dan mengetik nama Aksa. Ia ingin menghubungi Aksa, untuk mengetahui lebih banyak tentang pria yang telah mengusik hatinya. Namun, ia ragu. Apa yang akan ia katakan? Apakah Aksa akan membalas pesannya?
Naya menghapus pesan yang belum terkirim. Ia memutuskan untuk menunggu, untuk melihat apa yang akan terjadi. Ia percaya bahwa takdir akan membawa mereka bertemu lagi, dan saat itu tiba, ia akan siap untuk menghadapi apa pun yang terjadi.
Hari-hari berikutnya, Naya terus memikirkan Aksa. Ia mencari tahu tentang Aksa melalui teman-temannya, namun tak ada yang mengenal pria itu. Ia bahkan mencoba mencari Aksa di media sosial, namun tak menemukan jejaknya.
Naya merasa frustasi. Ia ingin bertemu Aksa lagi, untuk merasakan kembali debar jantungnya saat mereka berbincang. Namun, Aksa seolah menghilang begitu saja.
Suatu sore, Naya sedang berjalan-jalan di taman kota. Ia duduk di sebuah bangku, menikmati udara segar dan pemandangan hijau di sekitarnya. Tiba-tiba, ia mendengar suara yang familiar.
"Naya?"
Naya menoleh, dan matanya membulat tak percaya. Aksa berdiri di hadapannya, tersenyum tipis.
"Aksa?" Naya terkesima. "Apa yang kau lakukan di sini?"
"Aku sedang mencari buku di toko buku di seberang taman ini," jawab Aksa. "Aku melihatmu dari kejauhan, dan aku langsung mengenali kamu."
Naya merasa bahagia. Ia tak menyangka akan bertemu Aksa di tempat yang tak terduga ini. Ia merasa pertemuan ini bukanlah kebetulan. Ia merasakan ada takdir yang membawa mereka bertemu, takdir yang mungkin akan mengubah hidupnya selamanya.
Pertemuan Naya dan Aksa di taman kota menjadi titik balik dalam hidup mereka. Sejak saat itu, mereka mulai sering bertemu secara kebetulan di berbagai tempat. Naya yang biasanya menghabiskan waktu di kantor dan kafe mewah, kini menemukan dirinya berada di tempat-tempat yang tak pernah ia kunjungi sebelumnya, seperti taman kota, toko buku, bahkan pasar tradisional.
Aksa, yang sebelumnya hanya dikenal sebagai pria misterius yang muncul di kehidupan Naya, perlahan mulai membuka dirinya. Ia menceritakan tentang hobinya, cita-citanya, dan masa lalunya. Naya pun terpesona dengan cerita-cerita Aksa, yang penuh dengan petualangan dan makna hidup.
Meskipun mereka hidup di dunia yang berbeda, Naya, wanita karir sukses dengan dunianya yang glamor, dan Aksa, pria sederhana dengan dunianya yang penuh makna, ada daya tarik misterius yang membuat mereka selalu terhubung. Keduanya merasa bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar kebetulan dalam pertemuan mereka.
Suatu hari, Naya mengajak Aksa ke sebuah pameran seni. Aksa, yang biasanya lebih tertarik dengan buku dan musik, tampak kagum dengan karya-karya seni yang dipamerkan. Naya memperhatikan Aksa dengan seksama, melihat bagaimana Aksa menikmati setiap detail lukisan dan patung. Ia merasa ada sisi lain dari Aksa yang belum ia ketahui, sisi yang lebih sensitif dan artistik.
"Kau suka seni?" tanya Naya.
"Ya," jawab Aksa. "Aku suka melihat bagaimana seniman mengekspresikan diri mereka melalui karya-karya mereka. Aku merasa terinspirasi oleh mereka."
Naya tersenyum. Ia merasa semakin dekat dengan Aksa. Ia merasa ada sesuatu yang spesial di antara mereka, sesuatu yang membuatnya ingin terus mengenal Aksa lebih dalam.
"Aku ingin kau bertemu dengan teman-temanku," kata Naya. "Mereka akan senang bertemu denganmu."
Aksa terdiam sejenak. "Aku tidak yakin," katanya. "Aku tidak terlalu suka berada di lingkungan yang ramai."
Naya mengerti. Ia tahu bahwa Aksa adalah orang yang sederhana dan tak suka keramaian. Namun, ia tetap ingin memperkenalkan Aksa kepada teman-temannya. Ia ingin Aksa merasakan dunia yang berbeda, dunia yang mungkin akan membuka matanya terhadap hal-hal baru.
"Tidak apa-apa," kata Naya. "Kau bisa datang jika kau mau. Tidak ada paksaan."
Aksa tersenyum tipis. "Baiklah," katanya. "Aku akan mencoba."
Naya merasa bahagia. Ia merasa bahwa hubungannya dengan Aksa semakin berkembang. Ia merasa ada sesuatu yang istimewa di antara mereka, sesuatu yang membuatnya ingin terus mengenal Aksa lebih dalam.
Bersambung...
Buku lain oleh NARUMI AKEDA
Selebihnya