Adelina Amara, seorang wanita muda dengan impian sederhana, mendapati dirinya terjebak dalam sebuah permainan takdir yang kejam. Dirinya dipaksa oleh bibinya untuk menggantikan posisi kakak angkatnya, Selene, sebagai calon istri untuk salah satu pewaris keluarga kaya, Rurik Antonov. Namun, saat Rurik menemukan bahwa Selene telah mengkhianatinya, pernikahan yang seharusnya dijalani dengan cinta, terpaksa digantikan dengan Adelina yang tidak memiliki pilihan lain selain menyerah pada takdirnya. Rurik, pria yang keras, dingin, dan penuh kebencian, berjanji tidak akan pernah mencintai Adelina. Namun, saat perasaan mereka mulai bercampur, keduanya terjebak dalam hubungan yang penuh kebencian dan keinginan tersembunyi. Keinginan untuk membalas dendam, kebohongan yang terpendam, dan ketegangan yang semakin meningkat menuntun mereka ke dalam jalan yang semakin gelap. Akankah Adelina berhasil menemukan kebahagiaannya? Atau adakah masa depan yang lebih kelam yang menanti keduanya?
Adelina Amara berdiri di depan pintu besar yang mengilap, mata gelapnya menatap bayangan dirinya yang terpantul dengan penuh ketidakpastian. Sebuah rumah yang lebih mirip istana, dengan segala kemewahan yang mengepungnya, namun hatinya dipenuhi rasa cemas yang luar biasa. Itu bukan rumah impiannya. Itu bukan hidup yang dia pilih. Semua ini adalah takdir yang dipaksakan.
Dua minggu sebelumnya, hidupnya yang tenang dan sederhana dihancurkan begitu saja. Ibunya yang sudah lama sakit, tak lagi bisa melindunginya. Bibinya, yang selama ini dia anggap sebagai keluarga, mendatangi rumahnya dengan tawaran yang tak bisa ditolak-sebuah tawaran yang menyiksa jiwa. "Kamu akan menikah dengan Rurik Antonov," ucap bibinya dengan suara yang dingin, tanpa ruang untuk perdebatan.
Bagi Adelina, itu lebih dari sekadar tawaran. Itu adalah perintah.
Rurik Antonov, pewaris kekayaan yang sudah dikenal di seluruh kota, lelaki yang tampaknya tak pernah tahu apa itu cinta. Sejak pertemuan pertama mereka, mata tajamnya yang hampir tak manusiawi menilai dirinya dengan sikap penuh penghinaan. Sebagai pengganti Selene, kakak angkatnya yang berselingkuh dengan pria lain seminggu sebelum pernikahan mereka, Adelina dipaksa menjadi pengganti. Pengganti yang tak diinginkan.
Adelina tahu apa yang harus dia lakukan: menjadi menantu dalam pernikahan yang sudah terjalin dalam rencana keluarga, meski hatinya meronta. Tak ada kata cinta yang tersisa dalam pernikahan ini. Hanya kewajiban. Namun, ada sesuatu yang membuatnya merasa terperangkap. Apa yang harusnya menjadi peluang untuk hidup lebih baik, justru menjadi penjara emosional yang lebih kuat.
Setibanya di rumah Antonov, dia disambut oleh keheningan yang mencekam. Tidak ada pelukan hangat dari keluarga baru, hanya tatapan kosong dan dingin dari pelayan-pelayan yang melintas. Hanya suara langkah kaki Rurik yang menggema dari ujung ruangan, semakin mendekat, hingga akhirnya dia berdiri tepat di hadapannya. Pria itu mengenakan jas hitam yang rapi, rambut hitamnya yang tertata sempurna, dan wajahnya yang tak menampakkan emosi. Rurik tidak menyapanya, tidak menatapnya dengan penuh kasih, bahkan tidak memberikan senyum yang paling sedikit. Sebuah sapaannya bahkan lebih terasa seperti sebuah perintah.
"Apakah kamu siap untuk menjalani hidupmu sebagai milikku, Adelina?" tanya Rurik dengan nada suara yang datar, tanpa ekspresi.
Adelina menelan ludah, berusaha menstabilkan jantungnya yang seakan-akan hendak meledak dari dada. "Aku... tidak punya pilihan, Tuan Antonov," jawabnya pelan, meski setiap kata yang keluar dari bibirnya terasa pahit. Ini adalah permulaan dari sesuatu yang dia tak inginkan, tapi tak bisa dia hindari.
Rurik menatapnya dengan tatapan kosong. "Kamu benar. Tidak ada pilihan."
Tatapan itu membuat darahnya mendidih. Perasaan terhina meresap ke dalam dirinya, namun dia tahu dia tak bisa berbuat apa-apa. Dalam pernikahan ini, dia hanya ada untuk mengisi tempat yang kosong-sebuah pengganti. Dan dalam dunia ini, pengganti tidak pernah dihargai.
Adelina merasakan lonjakan emosi yang kuat. Di hadapan pria yang tak bisa menyembunyikan ketidakpeduliannya terhadapnya, dia tahu satu hal: dia harus bertahan. Namun bagaimana dia bisa bertahan dalam kebencian yang tak berujung ini?
Malam pertama pernikahan mereka datang dengan keheningan yang menyesakkan. Rurik duduk di sampingnya di ranjang besar yang hanya berfungsi sebagai tempat tidur, bukan tempat untuk beristirahat dalam cinta. Tak ada pelukan, tak ada kehangatan. Hanya dua tubuh yang terbaring di bawah langit-langit yang tinggi, terpisah oleh tembok ketegangan yang tak dapat dihancurkan.
Adelina menatap langit-langit, bertanya-tanya apakah dia akan bisa bertahan lebih lama dalam hidup yang dipenuhi oleh kebencian ini. Tak ada harapan, hanya kesedihan yang tak terucapkan.
"Sampai kapan kamu akan terus berusaha melawan takdir, Adelina?" suara Rurik terdengar begitu dingin, menyusup ke telinganya. "Ini adalah jalan yang telah ditentukan."
Adelina menggigit bibirnya, berusaha menahan air mata yang hampir tumpah. "Aku tidak melawan takdir, Rurik. Aku hanya berusaha bertahan."
Namun, kata-kata itu terasa kosong. Mereka hanya bertahan dalam kebencian yang tak terucapkan. Dalam dunia yang penuh ketidakpastian, ada satu hal yang pasti: keduanya terjebak dalam hubungan yang dipenuhi oleh ketidakadilan.
Buku lain oleh Muh Ridwan
Selebihnya