Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Anak untuk Tuan Majikan

Anak untuk Tuan Majikan

Anthi-anthi

5.0
Komentar
147
Penayangan
5
Bab

Ana gadis miskin yang bekerja untuk majikannya yang kaya raya. Suatu hari Ana mendapatkan tawaran yang mengejutkan dari majikannya untuk melarikan anak untuk anak laki-lakinya yang telah beristri. Jalan mana yang akan Ana pilih menjadi penentu dimasa depan. Akankah jika ia menyetujui penawaran tersebut akan merubah hidupnya atau malah sebaliknya??

Bab 1 Tawaran dari sang nyonya

Pagi itu aroma kopi yang baru diseduh dan roti panggang yang hangat memenuhi dapur rumah mewah keluarga Wijaya.

Mira, seorang gadis berusia 22 tahun yang telah bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah ini selama 5 sedang sibuk menyiapkan sarapan.

Meskipun ia hanya seorang pembantu, Mira selalu merasa berterima kasih karena pekerjaan ini telah membantunya menghidupi keluarganya terutama setelah kecelakaan tragis yang menimpa ayahnya beberapa bulan lalu.

Ayahnya terlibat dalam kecelakaan tabrak lari yang meninggalkannya dalam kondisi kritis. Biaya operasi untuk menyelamatkan nyawanya begitu tinggi dan jauh di luar kemampuan Mira. Semua yang dia miliki telah dijual tetapi masih belum cukup. Operasi yang terus ditunda membuat kesehatan ayahnya semakin memburuk.

Mira butuh uang dan dia tidak memiliki cara lain selain berbicara kepada kepala palayan. Hingga saat ini Mira masih menunggu kabar darinya.

Setelah selesai menata meja makan Mira mendengar suara langkah kaki ringan memasuki dapur. Nyona Wijaya, wanita paruh baya yang anggun dan selalu tampil elegan muncul di depan pintu.

Wajahnya tampak tenang seperti biasa, tetapi ada sorot mata yang berbeda hari ini, seolah-olah ada sesuatu yang penting yang ingin dia sampaikan kepada Mira.

"Mira, bisakah kau datang ke ruang kerja saya setelah menyiapkan sarapan?" suaranya lembut namun tegas.

Mira menatapnya dengan penuh tanda tanya. Ini adalah pertama kalinya dalam lima tahun Nyona Wijaya memintanya untuk datang ke ruang kerja. Biasanya dia hanya hanya sebatas mengurus dapur dan kamar-kamar.

"Tentu, Nyona," jawab Mira mencoba menyembunyikan kegugupan yang mulai merayapi hatinya.

Apa dia telah melakukan kesalahan? Mira sangat takut saat ini. Takut dirinya dipecat jika hal itu terjadi dia tak tahu harus mencari pekerjaan kemana lagi.

Mira menuju ke ruang kerja Nyona Wijaya. Ruangan yang luas dengan dinding yang dihiasi rak-rak penuh buku dan beberapa lukisan indah. Nyona Wijaya duduk menunggu Mira.

"Silakan duduk, Mira," katanya menunjuk ke kursi di depan meja.

Mira duduk perlahan. Detak jantungnya semakin cepat. Apakah ada yang salah dengan pekerjaannya? Atau apakah ada sesuatu yang lain?

"Mira, saya tahu tentang kondisi ayahmu dari Bu Nani. Saya tahu kau telah berusaha keras untuk mengumpulkan uang untuk operasinya. Tapi sampai saat ini belum cukup, bukan?"

Mira hanya bisa mengangguk. Matanya mulai memanas oleh air mata yang ia tahan. Mungkin ini yang dimaksud kepala pelayan. Apa karena itu nyonya memanggilnya? Jika benar beliau sangat baik.

"Aku ingin menawarkan sebuah solusi untuk masalahmu," lanjut Nyona Wijaya dengan nada serius. "Aku bisa menanggung semua biaya operasi ayahmu dan bahkan memastikan kehidupanmu dan keluargamu menjadi lebih baik." Mira tertegun mendengarnya. Air matanya nyaris menetes. Mimpi apa ia semalam.

"Namun ada satu syarat."

"Apa... apa yang Anda minta, Nyona?" tanya Mira dengan gugup.

Nyona Wijaya menatap Mira dalam-dalam. "Aku ingin kau melahirkan anak untuk putraku."

"Maaf, Nyona... saya tidak mengerti," ucap Mira dengan suara yang nyaris tak terdengar.

"Kau mendengarku dengan jelas, Mira," lanjut Nyona Wijaya, suaranya tetap tenang. "Aku ingin kau menberikan pewaris untukbya. Aku ingin kau yang melahirkan anak itu."

Ini bukan sekadar permintaan biasa-ini adalah permintaan yang melibatkan seluruh hidupnya.

Pikiran Mira berputar-putar, mencoba mencerna apa yang baru saja dia dengar. Bagaimana mungkin dia bisa diminta untuk melakukan sesuatu seperti ini?

"Tapi kenapa saya nyonya?"

"Karena kau yang paling bagus di mataku. Aku bisa memilih seorang wanita yang lebih baik darimu, wanita karir misalnya. Tetapi wanita seperti itu sangat cerdik, mereka akan memaafkan cucuku untuk bernaung di keluarga kami. Tetapi jika itu kamu saya tidak perlu cemas. Saya akan memberikan berapapun yang kau mau. Kau hanya perlu mengandung dan melahirkan setelah itu kau harus pergi."

"Kau tidak perlu memberikan jawaban sekarang, Mira," potong Nyona Wijaya dengan lembut namun tetap dengan nada yang tak bisa dibantah. "Pikirkanlah. Kau tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan ayahmu. Aku akan memberikanmu waktu sampai besok pagi untuk memutuskan."

Nyona Wijaya bangkit dari kursinya dan berjalan perlahan ke arah jendela besar yang menghadap ke taman belakang. "Aku mengerti ini adalah keputusan yang sulit tapi aku juga tahu kau menyayangi ayahmu. Pertimbangkan baik-baik, Mira."

Mira bangkit dari kursinya dan meninggalkan ruang kerja itu. Langkahnya terasa seperti beban yang tak tertahankan. Setiap langkah membawanya lebih jauh ke dalam kenyataan pahit yang tidak pernah dia bayangkan akan dihadapinya.

Dengan hati yang berat, Mira meninggalkan ruang kerja itu dan berjalan kembali ke kamarnya. Namun, setibanya di sana, dia mendapati seseorang sudah menunggunya-Adrian, putra Nyona Wijaya.

Adrian berdiri di ambang pintu. Ia menatap Mira dengan tatapan yang sulit diartikan.

Tanpa mengatakan sepatah kata pun dia masuk ke dalam kamar. Mendorong pintu hingga tertutup dan kemudian berjalan mendekat.

"Aku tahu apa yang dibicarakan ibu tadi," kata Adrian, suaranya tenang tetapi penuh ancaman. "Dan aku ingin memastikan kau tahu bahwa ini bukan tawaran yang bisa kau tolak."

Adrian mendekat hingga mereka hampir bersentuhan. "Dengar baik-baik. Jika kau menolak aku akan memastikan hidupmu lebih sulit daripada yang pernah kau bayangkan. Aku bisa membuatmu dipecat dari pekerjaan ini dan memastikan tidak ada rumah sakit yang mau merawat ayahmu."

Mata Mira membesar. Ancaman itu menembus langsung ke jantungnya, memunculkan rasa takut yang mencekam.

"Kau punya waktu sampai besok pagi. Jangan berpikir untuk menolak," lanjut Adrian.

"Ingat, nyawa ayahmu ada di tanganmu."

Setelah menyampaikan ancaman itu, Adrian berbalik dan meninggalkan kamar. Bagaimana mungkin dia dihadapkan pada pilihan yang begitu kejam?

Mira langsung jatuh terduduk di tempat tidur. Air mata yang sedari tadi ditahannya akhirnya mengalir deras. Apa yang harus dia lakukan? Ini mungkin satu-satunya cara untuk menyelamatkan ayahnya.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Anthi-anthi

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku