Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Story Of Rania

Story Of Rania

Yunnii_Parkk

5.0
Komentar
31
Penayangan
5
Bab

Setelah menghilangnya kedua orangtuaku yang terasa cukup janggal, tiba-tiba aku bisa melihat 'mereka' yang tak kasat mata

Bab 1 Pertemuan

"Hey!! Apa yang kamu lakukan?!!" Teriak Rania saat melihat seorang pria di tepi atap sekolahnya yang berada di lantai empat.

Pria itu menoleh kearah Rania, namun yang terlihat di wajah pria itu justru ekspresi terkejut dan bingung.

"Apa kamu sudah gila? Ngapain kamu berdiri disitu? sekarang juga turunlah, kalau nanti kamu jatuh bagaimana? Kamu pasti akan langsung mati" ucap Rania kembali.

Pria itu tidak menanggapi ucapan dan teriakan Rania, Pria itu masih bergeming di tempatnya sambil menatap bingung kearah Rania.

"Haishh.. ngapain sih dia malah diam saja, aduh.. bagaimana ini, kalau aku tiba-tiba berlari kesana aku takut pria itu akan nekat dan malah melompat atau terpeleset, lagian kenapa dia berdiri di sana?" batin Rania sambil terus menatap pria itu.

"Arghh.. tidak tau lah, aku kesana saja"

Rania lalu berlari kearah pria itu, dan benar saja, apa yang Rania takutkan terjadi. Pria itu terkejut kemudian kehilangan keseimbangannya, kaki pria itu lalu terpeleset dan seketika itu juga, pria itu akan jatuh dari atap gedung lantai empat tersebut.

Namun, belum sempat pria itu terjatuh, ada sebuah tangan yang menarik baju sekolah yang di kenakan oleh pria itu.

"Hahh.. untunglah aku tepat waktu" ucap Rania sedikit ngos-ngosan karena tadi berlari dan menarik pakaian pria itu dengan sekuat tenaga, tentu saja Rania yang menarik pria itu kembali agar tidak terjatuh.

"Hey, sekarang turunlah..." ucap Rania pada pria itu.

Pria itu masih saja terdiam dan matanya fokus menatap tangan Rania yang memegang baju sekolahnya.

"Apa kamu tidak mendengar ucapanku? Turunlah sekarang juga, aku tidak akan melepaskan tanganku sebelum kamu turun" Rania sadar pria itu memperhatikan tangannya yang sedang memegang baju sekolahnya dengan sangat kuat.

Pria itu kemudian menatap Rania dalam diam, setelah itu, pria itu baru mau turun dari tepi atap, namun matanya kembali menatap tangan Rania, Melihat pria itu sudah turun dari tepi atap, Rania kemudian melepaskan tangannya dari baju pria itu.

"Syukurlah dia mau turun" batin Rania.

"Hey, ngapain kamu tadi berdiri di sana? kenapa juga kamu bertindak bodoh dan berdiri di tepi atap itu?" ucap Rania lalu menunjuk tempat pria itu tadi berdiri.

Pria itu kemudian melirik tempat dia tadi berdiri lalu kembali menatap Rania, "Apa kamu bisa melihatku?" Tanya pria itu pada Rania, Pria itu tidak menjawab pertanyaan Rania dan malah menanyakan pertanyaan baru pada Rania.

"Kamu ini bicara apa sih? Tentu saja aku melihatmu, aku kan tidak buta" meskipun sedikit kebingungan, Rania tetap menjawab pertanyaan pria itu.

"Itu tidak mungkin" pria itu terlihat sangat terkejut dan itu membuat Rania mengerutkan dahinya.

"Tidak mungkin bagaimana? jelas-jelas aku melihatmu, kamu bicara apa sih?"

Pria itu kembali bergeming di tempatnya dan menatap kosong kearah Rania, pria itu terlihat sedang mencerna situasi dan memikirkan sesuatu juga.

"Kamu ngapain sih berdiri disana? Mau bunuh diri? Sebenarnya apa yang ada di dalam otakmu itu?" Rania menyerang pria itu dengan beberapa pertanyaan.

"Kalau kamu mau bunuh diri jangan di sekolah, kamu cari tempat yang lain saja, aku memang tidak tau apa masalah yang sedang kamu hadapi sampai-sampai kamu mau mengakhiri hidupmu sendiri, tapi setidaknya jangan menyusahkan orang lain" Rania sepertinya sedikit kesal pada pria itu.

"Menyusahkan orang lain?" Tanya Pria itu.

"Kalau kamu lompat dari atap ini dan terjatuh terus kamu mati, siapa yang akan mengurus mayatmu hah?! Tentu saja pihak sekolah, mereka juga akan kesusahan dan reputasi sekolah akan buruk saat ada wartawan yang menyebarkan berita ke stasiun tv dan yang lainnya"

"Aku hidup juga sudah menyusahkan orang, jadi lebih baik aku..."

"Mati maksudmu? Bukankah tadi sudah aku bilang kamu mati juga kalau dengan cara melompat dari atap itu akan menyusahkan orang, kalau hidupmu sudah menyusahkan orang, setidaknya mati juga jangan menyusahkan orang lagi" Rania menatap kesal pada pria itu.

"Aku tidak tau masalahmu, tapi bunuh diri itu jalan yang salah, kamu menyianyiakan hidup yang sudah diberikan Tuhan padamu, lebih baik kamu mencari solusi untuk masalahmu, tapi jangan solusi jalan pintas juga, kalau kamu di bully di sekolah, kamu bisa membalasnya" ucap Rania.

"Aku tidak kena bully" pria itu menggeleng pelan.

"Lalu, apa yang membuatmu ingin mengakhiri hidupmu sendiri?" Tanya Rania sedikit mengerutkan dahi.

"Aku tidak bisa memberitahumu"

"Yasudah, terserah kamu" Rania lalu melirik jam tangannya.

"Aduh... waktu istirahatku terbuang banyak kan, hey, cepatlah turun dari sini, sebentar lagi waktu istirahat akan berakhir" ucap Rania sambil menatap pria itu.

"Aku akan disini beberapa menit lagi, kamu bisa masuk duluan" timpal pria itu.

"Kamu tidak akan melompat kan?" Tanya Rania penuh selidik.

"Tidak, aku berubah pikiran" ucap pria itu sambil tersenyum tipis.

"Ya sudah, Awas saja kalau kamu berani melompat dari sini, aku yang pertama akan memaki mayatmu nanti" Rania menunjuk wajah pria itu dengan tatapan tajamnya.

Pria itu tidak menjawab perkataan Rania dan malah tertawa pelan.

"Ya sudah, aku duluan" Rania kemudian pergi dari atap dan berjalan menuruni tangga untuk kembali ke kelasnya yang ada di lantai tiga.

Saat Rania sudah berada di lantai tiga, Rania baru ingat kalau dirinya belum menanyakan nama pria itu, "Ah.. aku lupa menanyakan namanya" ucap Rania sambil menepuk pelan dahinya.

"Sudahlah, nanti kalau bertemu lagi aku akan tanyakan namanya" Rania lalu lanjut berjalan menuju kelasnya.

Saat Rania sudah turun dari atap, pria yang tadi bersama Rania masih menatap lurus kearah pintu menuju lantai tiga yang tadi Rania masuki.

"Bagaimana bisa dia melihatku? gadis yang aneh" pria itu menggeleng pelan.

"Aku harap suatu hari nanti aku bisa bertemu dengannya lagi" ucap pria itu sambil tersenyum tipis lalu tiba-tiba tubuh pria itu berubah menjadi transparan dan tidak lama kemudian menghilang seperti asap.

_____

"Rania, kamu habis dari mana?" Tanya seorang gadis yang terlihat sebaya dengan Rania.

"Ah.. aku tadi habis dari atas sebentar untuk mencari angin" timpal Rania sambil tersenyum kearah gadis tersebut.

"Benarkah? Ya sudah ayo masuk, sebentar lagi bel pelajaran kedua sudah mau berbunyi" ajak gadis itu.

"Baiklah... oh iya, aku tadi melihat ada pria aneh di atap" ucap Rania sambil berjalan menuju kelasnya.

"Pria? Apa kamu mengenal pria itu?" Tanya gadis tersebut.

"Tidak, aku baru pertama kali melihat wajahnya" Rania menggeleng pelan.

"Mungkin dia dari kelas lain"

"Bisa jadi" Rania mengangguk pelan.

"Bagaimana rapat OSIS tadi?" Tanya Rania pada gadis yang ada di sampingnya.

"Tidak ada yang spesial, seperti rapat OSIS pada umumnya" jawab gadis itu dengan ekspresi wajah biasa saja.

"Wahh... lihatlah, masa wakil ketua OSIS terlihat tidak bersemangat saat ada rapat OSIS" Rania mencoba untuk menggoda gadis yang ada di sampingnya itu.

Annisa atau lebih dikenal dengan Nisa, dia adalah teman sekaligus sahabat Rania dari kecil, Nisa seumuran dengan Rania dan dari SD sampai sekarang SMA, Nisa selalu masuk sekolah yang sama dengan Rania, bahkan kelasnya pun selalu kebagian kelas yang sama, mungkin itu yang menyebabkan Nisa dan Rania menjadi sahabat dekat sampai sekarang.

"Hey, apa kamu mau berkelahi denganku?" Ucap Nisa sambil mengangkat tangannya dan mengepalkan tangannya di depan wajahnya, Nisa kemudian menatap Rania.

Rania yang ditatap oleh Nisa hanya bisa tersenyum sambil menampilkan deretan gigi putihnya yang rapih.

Nisa lalu menggeleng pelan kemudian mengacak-ngacak rambut Rania, Nisa sudah terbiasa dengan kelakuan Rania yang seperti itu, itu sebabnya Nisa hanya mengacak-acak rambut Rania karena begitu gemas melihat tingkah sahabatnya itu.

"Aduduh Nisa... sudah berhenti, nanti rambutku jadi acak-acakan" pinta Rania sedikit cemberut.

Nisa menghentikan tangannya yang mengacak-acak rambut Rania, "Sudah sampai nih, yok masuk" ajak Nisa.

Rania mengangguk kemudian langsung melangkahkan kakinya memasuki kelasnya yang sudah mulai penuh dengan siswa-siswi yang memang belajar atau sekolah di sekolah itu.

Bell pelajaran kedua sudah berbunyi, semua siswa-siswi SMA Anggrek Putih segera memasuki kelas masing-masing, terlihat masing-masing wali kelas kini memasuki kelasnya.

Wali kelas Rania juga masuk kedalam kelas, wali kelas Rania adalah seorang wanita cantik berusia dua puluh delapan tahun, namanya adalah Bu Usi.

Bu Usi segera berjalan menuju mejanya lalu meletakkan beberapa buku yang dia bawa keatas meja tersebut.

Bu Usi kemudian berjalan kedepan dan menatap muridnya, "Anak-anak, sebelum ke pelajaran kedua, ibu akan umumkan sesuatu, Ibu disuruh oleh kepala sekolah untuk mengumumkan ini pada kalian, begitu juga dengan wali kelas yang lain" ucap Bu Usi.

"Pengumuman apa Bu?" Tanya Rania yang langsung mengangkat tangan sambil bertanya, Rania memang gadis yang aktif dan terkenal dengan kerusuhannya.

"Sekolah akan mengadakan acara pertukaran murid dari sekolah lain ke sekolah kita, begitu juga sebaliknya, jadi untuk kalian yang ingin berpartisipasi, silahkan datang ke meja saya di ruang guru setelah pelajaran selesai" Ucap Bu Usi.

"Baik Bu...." semua siswa-siswi serempak menjawab perkataan Bu Usi.

Selesai mengatakan pengumuman itu, Bu Usi lalu memulai pelajaran kedua, semua siswa-siswi sangat tenang saat belajar, hingga tidak terasa waktu untuk jam pelajaran kedua sudah selesai.

Bu Usi kembali ke mejanya lalu membereskan beberapa buku yang tadi dia bawa, "Jangan lupa yang ingin ikut pertukaran pelajar datang ke meja saya" setelah mengatakan itu, Bu Usi keluar dari kelas karena jam pelajarannya sudah habis.

Saat Bu Usi sudah keluar dari kelas, semua siswa-siswi yang ada di kelas Rania langsung membicarakan tentang pertukaran pelajar tersebut, tidak terkecuali Rania juga Nisa.

"Ran, apa kamu akan mengikuti pertukaran pelajar itu?" Tanya Nisa pada Rania yang duduk di sebelahnya.

"Tidak, aku tidak suka pergi ke tempat baru" Timpal Rania sambil menggeleng pelan.

"Baiklah...." Nisa hanya menganggukkan kepalanya lalu kembali fokus pada buku pelajaran yang masih ada di depannya.

"Ngomong-ngomong, kenapa 'mereka' semakin banyak ya" ucap Rania tiba-tiba sambil menatap keluar jendela.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku