Terpaksa menerima perjodohan dengan pria tampan yang terpaut usia jauh dengannya, Alleta meminta orang tuanya dan juga calon suaminya merahasiakan pernikahan itu. Ia juga harus mengakhiri hubungannya dengan sang kekasih karena Alleta merasa hubungannya tidak akan berjalan dengan lancar. Adrian Martadinata menerima pinangan tersebut yang tak lain adalah anak muridnya sendiri, di sebuah kampus di mana ia mengajar. Juga menerima semua persyaratan yang diminta oleh wanita berusia dua puluh satu tahun itu dengan senang hati. Namun, mantan istri Adrian tidak mau tinggal diam setelah tahu Adrian sudah menikah lagi dan terus mencoba mengganggu rumah tangga mantan suaminya itu. Lantas, bagaimana cara keduanya menjalin pernikahan yang mereka sembunyikan? Akankah keduanya saling mencintai?
"Saya terima nikah dan kawinnya, Bagaskara Alleta Clover binti Bagaskara Mahendra dengan mas kawin tersebut dibayar, tunai!"
Suara lantang dari Adrian Martadinata-pria tampan berusia tiga puluh satu tahun mempersunting wanita cantik berusia dua puluh satu tahun karena dijodohkan.
Kini, keduanya sudah resmi menjadi pasangan suami-istri. Meskipun acara itu diadakan secara privasi, namun masih terbilang cukup mewah.
Bahkan Alleta tidak memberi tahu kedua sahabat dekatnya sebab ia ingin merahasiakan pernikahan ini sebisa mungkin.
"Kamu sudah sah menjadi istri saya. Maka dari itu, jangan membantah semua perintah saya. Paham, Alleta?" kata Adrian mengingatkan tentang status mereka.
Acara resepsi sudah selesai dilaksanakan. Kini, mereka sudah tiba di rumah baru yang akan mereka tinggali bersama.
"Kita nggak tidur satu kamar 'kan, Pak? Nggak usah nyari kesempatan dalam kesempitan, yaa!"
Adrian mengerutkan keningnya. "Kenapa begitu? Untuk apa mencari kesempatan dalam kesempitan? Kamu ini istri saya, dan saya suami kamu. Jadi, sah-sah saja kalau meminta hak saya sebagai suami kamu."
Ucapan Adrian membuat telinga Alleta gatal. Ia paham dengan ucapan lelaki itu yang sudah pasti meminta haknya sebagai suami darinya.
"Pak! Saya masih kuliah. Lagi pula, pernikahan ini pernikahan paksa! Kalau bukan karena ayah saya mau keluarin saya dari kampus, mana mau saya nikah sama Bapak!" tegas Alleta memberi tahu.
Adrian manggut-manggut sembari menyunggingkan senyum kepada istrinya itu. "Saya juga. Kalau bukan karena papa saya tidak mengancam saya akan dipecat jadi dosen di kampusnya, mana mungkin saya mau nikah sama kamu!"
Alleta menaikan alisnya. Bingung dengan ucapan Adrian. "Maksudnya, Bapak juga diancam?"
Adrian mengangguk. "Ya. Ada banyak alasan yang tidak perlu saya jelaskan secara rinci kepada kamu. Yang jelas, saya sudah menuruti keinginan papa saya, mertua kamu."
Alleta menggaruk rambutnya kemudian menggeleng cepat. "Bodo ah! Ngapain juga harus kepo."
Adrian terkekeh pelan. "Mandi dulu. Dan siap-siap untuk nanti malam."
"Dih! Ogah. Nggak mau! Pokoknya, hanya status kita aja yang udah jadi pasangan suami-istri. Untu-"
"Kalau nolak, dosanya melebihi durhaka pada orang tua, lho," bisik Adrian sembari menutup mulut Alleta yang sudah seperti kaleng rombeng karena mengomel terus menerus sedari tadi.
Alleta kemudian mengempaskan tangan Adrian yang melekat di bibirnya. "Mana bisa begitu! Nggak ada, Pak. Dosa sama orang tua itu bisa jadi batu. Kalau dosa sama suami itu yaa paling bikin suaminya kesel. Dan saya mau buat Bapak kesel terus tiap hari ke saya. Biar saya diceraikan dan urusan pernikahan kita selesai!"
"Mana bisa begitu, Alleta. Kamu belajar agama lagi deh. Sepertinya otak kamu memang kurang kapasitas. Dangkal."
Alleta yang mendengarnya lantas melotot. Bahkan bola matanya hampir keluar sangking kesalnya dengan ucapan Adrian tadi.
"Jangan mentang-mentang saya sering dihukum sama Bapak, dengan seenaknya ngatain otak saya dangkal! Lagi pula nih ya, Pak. Otak Bapak juga sama dangkalnya karena mau nikah sama saya!"
Adrian mengendikan bahunya. "By the way, saya tidak peduli dengan kapasitas otak kamu. Mulai detik ini, bukan hanya sebagai suami kamu saja. Melainkan sebagai dosen privat kamu. Supaya apa? Supaya otak kamu cerdas dan tidak mencontek tugas teman kamu lagi."
Alleta menganga lebar. Kemudian mengendus kasar dengan mata menatap nyalang wajah Adrian.
"Nggak bisa gitu dong, Pak!" ucap Alleta dengan nada tinggi.
Adrian menghela napas kasar. "Bisa. Karena mertua saya, yaitu ayah kamu, minta saya untuk mendidik kamu. Yang katanya bandelnya luar biasa. Sebenarnya saya malas. Tapi, karena janji yang harus saya tepati, terpaksa saya menerima permintaan mertua saya juga orang tua saya."
Alleta mengerutkan keningnya. "Maksud Bapak apa? Kenapa malah saya yang dijadikan tumbal jadi istri Bapak? Yang punya janji kan, Bapak! Aneh!"
"Mending kamu mandi dulu. Habis itu siap-siap."
"Siap-siap apaan sih?! Nggak jelas banget kalau ngomong."
"Malam pertama lah. Ngapain lagi kalau sudah menikah, Alleta? Jangan pura-pura sok polos. Bahkan, saya tidak yakin kalau kamu tidak pernah melakukan itu."
Alleta lantas menjambak rambut Adrian karena kesal telah mengiranya sudah tidak suci lagi.
"Arrggh! Sakit, Alleta!" pekik Adrian seraya menarik tangan Alleta.
"Asal Bapak tahu, ya! Saya emang begajulan. Tapi, harga diri masih saya pertahankan!" ucapnya dengan tegas.
Adrian menaikan alisnya sebelah. "Oh, yaa? Kalau begitu, kenapa kamu takut saya sentuh? Kalau memang masih original, seharusnya tidak perlu ada yang kamu sembunyikan."
Alleta menelan salivanya. Ia kemudian menghela napas panjang sembari menunjuk wajah Adrian penuh emosi.
"Kita buktikan malam ini juga! Kalau saya yang benar, Bapak harus menuruti semua syarat yang saya berikan!"
Adrian melipat tangan di dadanya seraya menatap Alleta dengan lekat. "Dengan senang hati," bisiknya dan berhasil membuat Alleta bergidik mendengarnya.
"Apa saja, syarat yang harus saya penuhi?" tanyanya ingin tahu.
Alleta mengendikan bahunya. "Nanti juga tahu. Itu pun kalau Bapak nggak kena mental dengar syarat yang saya minta!" ucapnya kemudian tersenyum menyeringai.
Adrian lantas melipat tangan di dadanya menatap Alleta. "Oh, yaa? Kalau begitu, katakan sekarang juga. Saya ingin mendengarnya."
Alleta menghela napasnya dengan Panjang. "Yang pertama, jangan pernah melarang saya untuk ketemu sama teman-teman saya. Kedua, jangan ngaku-ngaku di depan umum kalau Bapak suami saya. Sudah saya katakan, saya ingin merahasiakan pernikahan ini selamanya."
Adrian menganggukkan kepalanya. "Hanya itu saja?" tanyanya santai.
Alleta terperangah. Ia lantas mendengus kesal. "Jangan minta anu."
Adrian tertawa mendengarnya. "Kalau itu saya tidak bisa. Kamu, sudah saya nikahi dan sudah sah saya sentuh," ucapnya seraya menatap wajah Alleta kemudian menyunggingkan senyum di bibirnya.
Alleta menggelengkan kepalanya cepat. "Nggak mau, Pak. Saya belum siap. Kita kan, baru nikah tadi pagi. Kenapa harus udah lakuin itu? Nggak nunggu seminggu dulu, gitu?"
Adrian terkekeh pelan. "Kalau ditanya kapan siap, pasti jawabnya tidak akan siap. Saya ini pria dewasa, punya istri. Jadi, untuk kebutuhan biologis itu saya harap kamu bisa memberinya."
Ingin rasanya Alleta menjerit ketika mendengar ucapan dari suaminya itu. "Ya udah! Asalkan penuhi satu syarat lagi! Baru, Bapak boleh nyentuh saya sepuasnya."
"Ya sudah, katakan sekarang juga. Saya sudah tidak sabar ingin mendengarnya." Adrian kemudian mendekati Alleta dan menatapnya dengan tatapan lekatnya.
"Apa, yang kamu inginkan, Alleta?"
Bab 1 Saya tidak Bisa
16/02/2024
Buku lain oleh Salwamaulidya
Selebihnya