Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Dosen Duda Anak 1

Dosen Duda Anak 1

bumishilen

5.0
Komentar
1.7K
Penayangan
39
Bab

Alva tidak percaya bertemunya dengan anak sang dosen, membuat kami terikat. Perasaan yang tidak pernah diharapkan dan diinginkan itu datang bergitu saja. Apakah aku harus menerima seorang duda untuk masa depanku?

Bab 1 Penggaggu Kecil

Alva Klara anak yatim piatu sejak umur enam tahun yang di asuh oleh keluarga teman ayahnya. Nicoland dan Nora orang tua angkat Alva yang memiliki satu putri tidak berbeda jauh umurnya dengan Alva. Mereka kuliah sudah semester tujuh yang sebentar lagi akan disibukkan dengan skripsi.

Kini mereka berdua sedang di taman mengerjakan tugas untuk diberikan kepada dosen. Meskipun mereka berbeda jurusan tetapi mereka sering bersama yang kadang orang lain berpikir mereka saudara kandung.

Disela-sela mereka mengerjakan, ada saja hal yang dibicarakan entah menanyakan yang mereka kerjakan sulit atau hanya mencairkan suasana.

Di meja kotak tak hanya penuh buku, kertas serta laptop. Minuman dan cemilan ikut memenuhi meja. Sampai tangan kecil menghentikan aktivitas kedua wanita dewasa itu dan menatap bocah kecil meminum boba rasa coklat milik Alva yang masih tersisa setengah lagi.

Menatap anak kecil laki-laki yang sudah menghabiskan minumnya. Si kecil yang merasa diperhatikan mendongak dan terseyum manis memperlihatkan pipi chaby.

"Makasih Kak," ucapnya lalu pergi begitu aja tanpa mau menunggu respons kedua wanita yang sedari tadi memerhatikannya.

Keempat bola mata itu menatap bocah yang berlari setelah minum, membuat mereka tertawa melihatnya. Alva geleng-geleng kepala dengan melirik bobanya habis tanpa sisa. Sedangkan Nartalie tidak bisa menahan tawanya.

"Itu anak siapa? Bisa-bisanya dibiarin berkeliran, untung masih sekitar kampus kalau keluar dan terjadi sesuatu gimana?" Pertanyaan itu keluar dari bibir tipis Nartalie.

"Sutt, jangan bicara begitu!" tegur Alva tidak suka.

"Bocah lucu. Kamu liat tadi dia jalan kek susah sama berat badannya sendiri," kata Alva dengan kekehannya.

Nartalie kembali tertawa lepas mengingat itu. Mahasiswa-mahasiswi yang berada di taman menatap ke arah bangku Alva karena tawa Narthalie. Mereka mengatakan maaf lalu kembali menyelesaikan tugasnya.

Tak lama mereka melanjutkan tugas anak kecil itu kembali lagi dengan ponsel yang dipegang. Seperti memberi kode, ia berdiri di dekat kursi yang kosong samping Alva sembari memainkan ponsel.

Alva menghela napas dengan kedua bibir tebal terangkat, "Duduk Cil," suruh Alva dengan suara lembut. Sang empu menatap tidak suka karena di panggil 'Cil.'

"Aku bukan bocil, nama aku Gar," protes anak kecil itu tidak terima. Alva mengangguk tidak mau memperpanjang masalah.

Alva dan Narthalie kembali melanjutkan pekerjaan yang sudah dua kali diganggu oleh orang yang sama dan masih kecil. Sebenernya bukan diganggu tapi karena kehadirannya membuat fokus mereka teralihkan.

Si kecil tidak bisa diam, bermain ponsel dengan suara berisik dari kedua bilah dan suara ponselnya membuat konsentrasi kedua wanita ini menatap jengah.

"Kecilin itu suara ponselnya sama jangan berisik," Narthalie bersuara dengan suara kesal. Menatap anak kecil itu tajam menunjukan raut tidak bersahabat.

Alva menatap anak kecil yang bernama Gar itu dengan mengkerut karena diomel malah asyik sendiri tidak memedulikan Narthalie.

Sahabat Alva semakin geram dengan tingkah bocil satu ini yang entah asal usulnya siapa.

"Anak siapa sih? Nyebelin banget perasaan. Gak tahu apa lagi pusing," gerutu wanita dewasa dengan memasang wajah menahan amarah.

"Heh bocil, pergi mainnya sama yang lain aja sana! Disini kita butuh ketenangan," usir Narthalie tak ingin berbasa-basi lagi.

Tetapi Gar masih diam seakan tidak mendengar ada yang berbicara dengannya. Ia masih memainkan ponsel tanpa mau menuruti permintaan Narthalie.

Puncak amarahnya sudah meledak, Narthalie merampas ponsel dari tangan si kecil mungil dan menyimpan di meja. "Kalau mau di sini jangan berisik!" Narthalie memberikan peringatan yang sudah ke berapa kalinya.

Dengan santai si kecil mengambil ponsel di atas meja dan menambah suara ponsel full. Lalu meledek Narthalie sembari mengelurkan lidah, mengejek.

Nathalie membulatkan kedua matanya tidak terima dan kembali merebut ponsel Gar, kini Gar memengangnya dengan erat membuat Narthalie harus menarik dengan sekuat tenaga. Saat ponsel Gar sudah ditangannya, kini ia tersenyum mengejek.

Gar berdiri mendekati Nathalie dan langsung saja mengingit tangan kecil Narthalie sekuat tenaga sampai wanita itu berteriak kencang. Alva terkejut dengan apa yang dilakukan bocah kecil itu dan tanpa sadar bibirnya tersenyum tipis. Saat teriakan sang sahabat terdengar kembali Alva sadar dari lamunan dan menarik Gar agar terlepas dari mengigit sahabatnya.

"Aku bisa kena rabies ini," gumam Narthalie menatap bekas gigitan anak kecil yang tidak main-main. "Dasar kanibal," serunya menatap Gar dengan berbagai emosi dalam dirinya dengan waktu yang bersamaan.

Alva menarik anak itu agar menghadapnya, ia memegang kedua bahu untuk tidak bergerah. "Lain kali kamu jangan gitu lagi ya! Kalau kamu mau main sama kita bilang dan jangan ganggu orang lain yang sedang belajar, okay?" Kata Alva dengan lembut dan tangan kanan digunakan mengacak rambut yang mirip Oppa-oppa di Korea.

Tanpa sadar Gar menganggukan kepalanyan kecil dan menatap Alva senang juga dalam. Alva tersenyum melihat Gar menyetujui apa yang dirinya bicarakan.

Anak kecil bertubuh gempal menatap Alva dengan raut yang menggemaskan. Alva tidak bisa menahan lagi dan mencubit pipi chaby bocah satu ini yang sudah mengganggu kami dan melukai tangan sahabatnya.

Tiba-tiba Gar memeluk Alva sembari mengumamkan kata 'Bunda' tepat di telinga Alva dengan suara lirih dan menahan tangis. Alva lagi dan lagi membulatkan kedua matanya mendengar samar apa yang diucapkan anak kecil dalam pelukkannya.

Pikirannya lanjut memikirkan kenapa menangis dan mengatakan Bunda sembari menelirik dirinya. Tangisan Gar pecah karena tidak kunjung mendapatkan respons dari wanita dewasa yang dipeluk.

Saat itu Alva kembali sadar ke dunia yang nyata, dirinya dipeluk anak kecil dengan tangisan belum mereda. Diusapnya kepala Gar sayang mencoba memberi ketenangan. Ketika sudah tenang ada sesosok laki-laki dewasa menghampiri kami, kedua wanita dan satu anak kecil yang masih memeluk Alva posesif.

"Gar," panggilnya pelan memastikan dia anak yang sedang dicari.

Sang empu memutar kepala melihat siapa yang memanggilnya lalu kembali memeluk Alva dengan menenggelamkan wajah di dada Alva, nyaman.

"Hey, sini sama Papah." Laki-laki itu medekat mencoba mengambil Gar dari Alva.

"Gak mau, Gar mau sama Bunda." Si kecil menolak dan terus bergerak agar laki-laki itu tidak mengendong dirinya. Alva sedikit kewalahan karena pemberontakan Gar, ia mengucap punggung si kecil agar tenang dan memberitahukan tidak akan di ambil alih oleh laki-laki tersebut.

"Mangkannya Pak, kalau punya anak tuh urus yang bener jangan di suruh keluyuran sendiri. Gimana kalau nih anak keluar kampus dan terjadi hal yang tidak diinginkan?" semprot Narthalie dengan kesal mengingat si kecil mengganggu dan menggigit tangannya.

"Ouh ya, kasih makan anak yang bener juga masih kecil udah mau jadi kanibal." Narthalie kembali bersuara.

"Iya nanti saya beritahukan Bapaknya, maaf dengan semua kenakalan Gar." Laki-laki itu meminta maaf.

Narthalie megkerutkan dahinya, "Anda kan Bapaknya kenapa pake dibilangin ke Bapaknya lagi?"

Saat laki-laki itu akan protes Narthalie tidak mau mendengarkan omong kosong dan menyela, "Saya gak mau denger alasan Anda tidak mau mengakui anak sendiri. Kalau gak mau punya anak ya jangan buat lah!"

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh bumishilen

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku