Dosen Duda Anak 1
uar rumah jika begini, lebih enak rebahan di kasur di temani cemilan. Tapi cemilan y
siap dengan baju rajut panjang berwarna merah, celana panjang kotak-kotak. Hanya membawa ponsel dengan uang beberapa lembar berwarna biru itu
g berlalu lalang entah akan pergi kemana. Dengan ke
gera memasuki ke dalam dengan di sambut petugas sembari mengucapkan 'selamat
il yang dirinya inginkan dan butuhkan. Alva memang sangat mengatur keuangan karena dirinya tahu betapa
akan membayar belanjaanya tiba-tiba dari arah berlawanan seorang anak kecil berlari mendekatinya
nya senang, keranjang miliknya ia jatuhkan begitu saja ti
reka salah satu keluarga yang lama tidak berjumpa. Sedangkan pria yang mendorong keranjang roda itu menghentikan lang
ia itu pada dirinya sendiri, heran. Netranya tidak sengaja melihat belanjaan milik Alva
ih Alva ke dalam keranjangnya. Netralnya melirik putra bertubu
ggil 'bunda' tadi, ia mengkerutkan dahinya dalam, berpikir keras bagaim
ang sebenarnya. Ia berdiri setelah selesai dengan aktivitasnya. "Gar, bukannya k
tolak si kecil kemudian memeluk A
Ayah beli satu, katanya kamu mau b
rim yang banyak nanti kita makan berdua," ujar Gar kecil. Al
da kan?" pertanyaan beruntun dari pria di hadapannya membuat Alva
sennya ini lupa ingatan?
Anda apa
h mundur hingga ia tersudutkan oleh tubuh kekar dosennya. Di sisi kiri tangan Gabriel tidak menghalangi,
a dengan semestinya," pinta Alva dengan suara gugupnya. Kedua jemari tangannya p
r sudah membuat wanita di depannya keta
i kepada Gar lebih dulu, dasar bod
sembari berlari menghampiri k
natap bergantian. "Gar, Bunda harus pulang. Kamu hati-hatinya pulangnya nanti,
rumah," larang Gar cepat. Tidak me
gil namanya dingin dengan me
ama Bunda. Ke rumah Bunda." Si kecil merajuk dengan kedu
ertanya dengan raut wajah yang 'tak bisa d
capkan kata itu dengan suara dalam da
, lalu ia alihkan pada si kecil yang sudah menangis. Diri
lagi. Rasa kebingungan disaat waktu yang 'tak seharusnya. Bagaimana ini? Lanjutnya dalam hati, k
utranya. Membayar semua belanjaan termasuk milik mahasiswinya, lalu mengajak ke arah parkiran mobil. Alva saking ter
h menuju kediaman dua pria berbeda usia itu. Alva tidak menyadari dengan melamun sedari tadi hingga suara itu membuatnya tersadar ke dunia. "Ayo turun
e dapur melewati ruang tamu dan ruang
rut." Tanpa menunggu jawaban dari sang empu, ia berjalan meningga
erapa bumbu dan apa yang akan dimasaknya. Dinding sepinggang
la matanya sedari tadi melihat semua gerakan sang Dosen memasak. Ia sampe beberapa kali mendapatkan pertanyaan dari dirinya sendiri. Masih tidak p
bersamaan. Seakan mimpi, ia bergumam. "Mimpi apa aku semalam? Bisa satu a
tidak memedulikan si kecil sampai tertidur nyenyak. Paha mikiknya dijadikan bantal dan jemari ia teru
tiba-tiba merinding dengan suasana baru. Sudah sangat lama tidak pernah makan bersama. Semenjak SMA
chabby sesekali mencium daerah wajahnya agar terusik. Terbukti si kecil mengeliat dan
idur lagi." Si kecil menurut tanpa bantahan, terlihat da
apa dia mau?" Kini Gabriel melamun memikirkan pertanyaan dirinya sendir
ink itu tersenyum tipis melihat intraksi mereka yang seperti anak
akan dengan perlahan," ucap Gabriel yang dipatuhi Alva dengan senang hati. Alva
ya biar sehat." tawarnya. Terlihat Gar sedang berpikir lalu mengganggu
briel dan piring yang masih kosong. "Saya bisa sendiri kok," u
ar sekalian
dangan di atas meja." akhinya h
n piring yang memenuhi ruangan itu. Setelah menghabiskan waktu yang menurut mereka singkat, Alva membereskan bekas makan dan mencu