Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Terjerat Pesona Mafia

Terjerat Pesona Mafia

bumishilen

5.0
Komentar
8.7K
Penayangan
25
Bab

Kesialan Ranty tiba saat malam itu bersama Jean. Pria dewasa yang telah merenggut keperawananku namun keinginan putri yang menginginkan sang ayah yang tak lain Jean Monteque pria yang dirinya hindari. Lantas apa yang harus kupilih?

Bab 1 Terjerat Pesona Mafia

Di sore hari menjelang datangnya senja. Seorang anak perempuan berumur lima tahun sedang bermain di taman yang ditinggalkan oleh ibunya membeli minuman di sebrang, sementara gadis kecil merasa bosan memilih berjalan-jalan di sekitar taman tapi saat berjalan ia melihat laki-laki dewasa yang sedang menunduk seraya menjambak rambutnya sendiri-terlihat frustasi.

Ia mendekatinya sembari berucap. "Kasian Om sendirian," katanya dengan lancar seperti orang dewasa. Duduk di samping laki-laki itu dengan menatapnya tanpa kedip. Wajah polosnya tanpa meminta persetujuan untuk ikut duduk bersama.

Jean yang tidak pernah dekat dengan anak kecil bersikap cuek tidak peduli. Ia kembali hanyut dalam kesedihan karena kekasih yang ia anggap adalah satu-satunya wanita yang paling mengerti dirinya tapi semesta memberitahukan yang sebenarnya.

Wanita yang ia jaga sepenuh hati menghianati dengan mencintai hartanya lalu memilih laki-laki lain membuat ia shock.

Selepas memutuskan hubungannya ia berhenti di taman ini yang tidak ramai, meratapi nasib percintaannya tapi keinginan menyendiri pun semesta tidak berpihak padanya. Menghela napas pelan sambil menoleh ke arah gadis kecil di samping sedang asyik berceloteh entah berbicara apa sebab ia tidak peduli. Hanya mendengar samar-samar dia berucap.

"Sayang kenapa kamu di sini? Bunda dari tadi cariin?" seru perempuan bertubuh kecil dengan pakaian yang menutupi semua tubuhnya.

"Ini Bunda, tadi Ce liat Om ini sendirian sambil sesegukan jadi Ce temenin aja kasihan," jawab

gadis kecil ini dengan polos. Menghampiri bundanya seraya memeluk pinggang perempuan tersebut.

Perempuan yang di panggil bunda oleh gadis kecil itu mengalihkan atensi netralnya ke arah pria yang putrinya katakan.

"Maaf ya jika putri saya menganggu Anda, kami pamit lebih dulu," pamit perempuan yang disebut 'bunda' untuk pergi dengan cepat.

"Ayok sayang, saya duluan ya Om." Sekali lagi perempuan itu berkata seraya menggandeng tangan kecil putrinya untuk meninggalkan tempat di mana putrinya duduk denga pria asing.

Setelah beberapa meter dari tempat tadi, perempun yang belum berumur kepala dua itu menghela napas lega. Ia kembali berjalan santai.

"Sayangnya Bunda, lain kali jangan deket sama orang asing. Apalagi kek Om yang tadi, dia serem." Nasihatnya dengan tubuhnya yang merinding mengingat visual sekilasnya saja tapi membekas di kepala perempuan itu.

"Kok serem sih Bunda? Kasian tahu, Ce kan gak tega. Jadi Ce samperin biar ada temennya."

Protes gadis kecil yang bernama lengkap Cezanne Gustave sementara perempuan yang dipanggil 'bunda' bernama lengkap Duranty Gustave.

Ni bocil gak bisa liat apa, itu tubuh laki-laki tadi besar mana banyak tato di punggung tangannya. Pasti ada di seluruh tubuhnya juga, batin Duranty yang kembali merinding.

"Yuk pulang, besok lagi kita mainnya." Duranty lebih baik mengalihkan topik agar tidak membahas pria yang asing itu.

"Ranty," teriakan yang memanggil dirinya itu berhasil menghentikan Duranty dari langkahnya. Menatap sekitar siapa tahu Ranty orang lain bukan dirinya, ketika menemukan sosok yang dirinya kenal ia tebak laki-laki itu yang memanggil dirinya.

"Kamu juga di sini? Sama siapa?" tanya Duranty yang sering juga di panggil Ranty.

"Habis dari toko sebrang, gue kira salah orang ternyata bener lo bener," jawab laki-laki yang Duranty kenal.

"Kamu baru pulang sekolah ya?" Tebak Ranty melihat laki-laki di depannya masih memakai seragam sekolah kebanggannya.

"Iya, biasalah rapat osis dulu, besok ada acara sekolah. Mungkin entar malam di share ke grup masing-masing," beritahunya.

"Ouh ya, ini ade lo? Cute banget." Laki-laki itu berjongkok menyamakan tinggi Cezanne yang sepinggang dari dirinya.

Duranty yang baru tersadar dirinya sekarang tidak sendiri itu gelagapan menjawab pertanyaan dari temannya. Ia melirik Imanuel yang mencoba mengajak Cezanne berbicara.

Duranty masih sekolah SMA semester enam--kelas 12 dan temannya yang sedari tadi berbincang sehingga Ranty melupakan keberadaan Cezanne bernama Imanuel Adler, ketua osis di sekolah SMA Hing School.

Tidak ada satu pun yang mengetahui Ranty memeiliki anak angkat, Cezanne memang bukan putri kandung atau adik kandungnya. Ia menemukan Cezanne yang baru lahir dan sudah ada di pagar rumahnya. Jadi sudah lima tahun gelar 'bunda' ada di dirinya.

"Bunda ayok pulang aku mengantuk," suara Ce menyadarkan Ranty dari lamunannya. Tidak menyadari ia melamun dan ketika menatap raut putrinya terlihat tidak senang.

Imanuel juga sudah berdiri tegak yang tidak tahu pasti kapan, rautnya juga terlihat bingung serta penasaran.

"Aku duluan ya Ima," pamit Ranty, memilih menghindar. Dirinya belum siap dan takut Imanuel tidak percaya dengan perkataannya.

"Rumah lo jauh, lo bawa kendaraan?" Imanuel bersuara, mencegah Ranty pergi begitu saja meninggalkan dirinya yang penasaran.

Ranty yang polos menjawab dengan gelengan tidak tahu maksud Imanuel karena nyatanya Imanuel tahu Ranty tidak bisa mengendarai kendaraan sehingga harus menunggu jemputan atau menggunakan jasa kendaraan.

"Biar gue anterin," tawarnya. Ranty yang polos lagi-lagi mengangguk tanda setuju.

Imanuel berjalan lebih dulu, menuntun ke arah kendaraan miliknya yang dirinya parkirkan. Dengan romantisnya membukakan pintu mobil sebelah tempat mengemudi. Ranty yang diperlakukan baik dengan senang hati memamerkan senyuman manisnya. "Terimakasih," ucapnya dengan lembut.

Imanuel pun membalas senyuman Ranty lalu memutari mobil kemudian masuk dan duduk di kursinya. Mulai menyalakan mesin selanjutnya menjalankan mobil biru tua dengan pelan.

Cezanne yang mengantuk setelah mencari tempat nyaman dengan wajah yang ditenggelamkan di dada Ranty mulai tertidur dengan nyenyak. Suara napas yang teratur menandakan sudah ke alam mimpi.

"Ranty," panggil Imanuel. Memulai berbicara memecahkan keheningan yang setegah perjalanan menuju rumah Ranty. Sang empu yang dipanggil, menatap temannya menunggu apa yang akan dikatakannya lagi.

"Maksud dia tadi apa?" tanyanya hati-hati, melirik sekilas karena dirinya harus fokus menatap jalanan yang ramai kendaraan lain.

Sekarang sudah sore, jadi kendaraan banyak berlalu lalang karena sudah waktunya pulang kerja dan sekolah.

Duranty yang lelet untuk masalah kepekaan itu menatap Imanuel dengan kerutan di dahi, kepalanya memutar kejadian beberapa menit lalu untuk mengetahui apa yang dimaksud temannya ini.

"Bunda, kenapa dia panggil kamu Bunda." Imanuel berkata kembali dengan perkataan yang mudah dicerna oleh Duranty.

"Dia anak kamu?" Lagi, Imanuel kembali bersuara. Menuntut jawaban. Mendesak Duranty yang sekarang panik harus menjawab apa.

Oke, tenang Ranty. Kamu tinggal jujur aja untuk masalah Imanuel percaya tidak percaya tidak usah peduliin. Pikir Duranty membantin.

"Dia bukan anak aku kok, Cezanne anak angkat aku. Lima tahu lalu aku nemuin dia ada di gerbang depan rumah aku. Gak tahu siapa, aku udah lapor polisi buat surat bayi yang ada di rumah aku tapi gak da yang mengakui. Jadi aku nawarin diri aja, orang tua aku juga setuju." Dengan lancar Duranty bercerita. Mengenang kembali awal pertemuan dirinya dan Cezanne. Tangannya pun mengelus rambut untuk mmeberi kenyamanan kepada Cezanne.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh bumishilen

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku