Jannah, wanita 27 tahun yang harus menanggung malu di hari bahagianya. Bagaimana tidak? Dia di permalukan oleh lelaki yang baru saja menikahnya langsung menjatuhkan talak tiga padanya di depan orang banyak. Jannah terluka dan terpuruk, tetapi wanita itu beruntung memiliki kedua orang tua yang selalu ada untuknya dan selalu mendukungnya. Untuk menghilangkan rasa sakit hati dan trauma yang mendalam, Jannah memutuskan untuk melaksanakan umroh di tanah suci dan berhijrah. Setelah pulang dari umroh, Jannah diberikan kemudahan dan dilancarkan segala urusan dan usaha.
"Apa maksud kamu, Mas?" Wanita bernama Jannah itu terkejut bukan main, mendengar ucapan pria yang berdiri di hadapannya kini.
Jannah sungguh tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, begitu juga dengan para tamu undangan yang memenuhi ruangan tersebut.
"Kamu sudah bukan istriku lagi, Jannah!" Pria itu meninggikan suaranya, supaya semua orang yang berada di sana dapat mendengarnya.
"Aku talak kamu dengan talak tiga!" ucapnya dengan lebih keras lagi. "Dan aku akan menceraikan kamu, Jannah!" lanjutnya, berhasil membuat Jannah bertambah malu, sakit hati dan sungguh berat untuk sekedar mengangkat wajahnya.
Suaranya menggelegar seperti Sambaran petir yang membuat gendang telinga berdengung.
Pria bernama Brandon Wijaya itu, mengucapkan kata talak tiga untuk wanita yang baru beberapa menit sah menjadi istrinya.
Alih-alih memikirkan sakit hati karena ditalak tiba-tiba, Jannah lebih khawatir dengan Ayah dan Ibunya yang pasti akan sangat marah dengan semua ini. Jannah melirik singkat kedua orang tuanya, terlihat sangat jelas wajah mereka sudah merah padam.
Ayah dari Jannah mengepalkan kedua tangannya amarahnya membludak saat pria muda itu menalak putrinya di depan orang banyak setelah ijab kabul.
Berbeda dengan sebagian keluarga dari mempelai pria yang sangat bahagia atas keputusan yang diambil oleh putra mereka, terkecuali seseorang pria paruh baya yang juga terkejut sama seperti kedua orang tua Jannah. Egi Wijaya. Dia sangat kecewa, marah, serta malu dengan keputusan putranya yang tiba-tiba. Bahkan, putranya mengucapkan talak tersebut di hadapan semua tamu.
Pernikahan Jannah dan Brandon memang hanya disetujui oleh ayah dari pria itu dan dengan keluarga Jannah. Pernikahan itu memang atas paksaan ayah Brando, karena sang ayah ingin berbalas budi pada kedua orang tua Jannah yang sudah menyelamatkan nyawa Brandon dulu.
"Apa-apaan kamu, Mas?" tanya wanita yang masih lengkap mengenakan gaun pernikahannya. Tatapannya terlihat tidak percaya pada pria di hadapannya, yang telah menjatuhkan talak secara tiba-tiba.
"Kamu tidak tuli kan, Jannah?" tanya Brandon, wajahnya terlihat sangat angkuh.
Mendengar penuturan sang suami yang terlihat serius, seketika tubuh wanita itu bergetar hebat dan juga derain air mata membanjiri wajah cantik.
Bagaikan tombak yang menghujam hati dan sekujur tubuhnya. Rasa sakit dan sesak dia rasakan secara bersamaan saat mendengar kata talak yang diucapkan Brandon padanya.
"Wanita miskin sepertimu tidak pantas menjadi istriku. Aku menikahimu, hanya karena ingin memenuhi permintaan Ayahku!" ujar Brandon.
"Dan mempermalukan kamu dan keluargamu adalah keinginanku." Brandon melanjutkan kata-katanya yang disertai senyum sinis.
Plak!
"Jaga ucapan kamu Brandon!" pekik Ikshan, Ayahnya Jannah. Pria paruh baya itu baru saja melayangkan tamparan pada Brandon.
Ikshan sudah terlalu sakit hati dengan Brandon. Tidak menyangka akan dipermalukan seperti ini. Apalagi Brandon menjatuhkan talak pada putrinya di hadapan semua tamu undangan. Andai tidak memikirkan dosa dan penjara, mungkin Ikshan sudah membunuhnya sejak tadi.
Mata Ikshan menatap tajam mata Brandon dengan tatapan penuh amarah dan rahangnya mengeras serta kedua tangannya mengepal kuat.
Tetapi berbeda dengan Brandon. Pria itu sangat santai seperti tidak ada rasa menyesal sedikit pun.
"Saya pastikan kalau Anda akan menyesal suatu hari nanti, Brandon!" ujar Ikhsan dengan amarah yang membludak.
"Saya tidak akan menyesal pria tua! Mungkin saya akan menyesal kalau memiliki istri dari wanita yang terlahir dari keluarga miskin seperti kalian!" ucap Brandon tak kalah sengit.
Pertikaian antara Brandon dan Ikshan mengundang banyak pasang mata melihat ke arah mereka.
Diantara para tamu undangan ada merasa kasihan pada Jannah, ada juga merasa senang karena bagi mereka Jannah memang tidak pantas menikah dengan seorang pria yang terlahir dari kalangan keluarga berada. Sedangkan Jannah sendiri terlahir dari keluarga miskin yang kedua orang tuanya hanya pedagang sayur.
Melihat Brandon ditampar oleh Ikshan, ayahnya Jannah, Ibu dari Brandon menghampiri putranya dengan mata yang menatap nyalang ke arah Jannah dan kedua ke orang tua Jannah.
"Kami memang dari keluarga miskin, tapi jangan pernah kau menginjakkan harga diri keluarga kami!" pekik Ikshan dengan jari telunjuk yang mengarah ke Brandon.
Raut wajah Ikshan merah padam. Pria tua itu benar-benar marah.
"Ayo, Nak, kita pulang." Ikshan mengajak pulang.
Jannah dan kedua orang tuanya melangkah kaki mereka keluar gedung mewah itu.
"Aku akan mengirimkan surat cerai ke gubuk kamu dan kita akan cerai secepatnya!" ucap Brandon dengan suara lantang.
Tidak peduli lagi dengan perkataan Brandon, Ikshan menarik tangan putri dan istrinya keluar dari gedung mewah itu.
Jannah dan kedua orang tuanya langsung pulang ke rumah mereka dengan taksi.
Sedangkan Brandon dan keluarga merayakan kebahagiaan mereka karena sudah berhasil mempermalukan keluarga Jannah.
"Papa, kecewa sama kamu Brandon!" ucap Egi.
Setelah mengucapkan rasa kecewanya pada sang putra, pria 56 tahun itu langsung meninggalkan aula tersebut.
"Jangan hiraukan Ayahmu, nanti biar Ibu yang bicara dengannya." Seorang wanita berkata pada Brandon. Wanita itu Ibu Brandon. Lusi Rosita, Ibunya Brandon.
"Sekarang waktunya kita bersenang-senang!" ujar Lusi dan menarik tangan putranya untuk berjoget.
Mereka merayakan kebahagiaan mereka di atas penderitaan orang lain.
-
-
Sejak pulang dari acara pernikahannya, Jannah duduk diam di dalam kamar, wanita itu enggan untuk keluar dari kamar. Karena dia merasa malu pada tetangga mereka dan dia terus saja menangis sesenggukan.
"Sudah lah, Nak, Ibu sudah bilang kamu tidak perlu menangisi pria kaya itu." Dena menenangkan putrinya yang sejak tadi terus saja menangis meratapi pernikahannya yang langsung kandas dihari pertama.
"Ibu tidak mau lihat kamu sedih seperti ini, Ibu yakin suatu hari nanti akan ada pria baik yang mau menikah dan menerima segala kekurangan keluarga kita," ujar Dena, lagi.
"Sudah saatnya kamu bangkit dan tunjukan pada mereka kalau kamu bukan wanita lemah. Jadikan cacian dan hinaan mereka sebagai fondasi untuk kamu bangun dari keterpurukan." Dena terus memberikan wejangan pada sang putri untuk bangkit.
Ikshan yang sejak tadi berdiri di depan pintu kamar putrinya, dia juga merasa kasihan dan meneteskan air mata. Ikshan kasihan dengan pernikahan sang putri yang kandas dihari pertama.
Ikshan masuk ke dalam kamar itu dan duduk di tepi ranjang sembari mengusap pucuk kepala putrinya.
"Benar kata Ibu kamu, saatnya kamu bangkit dan tunjukan pada meraka bahwa kamu bisa dan kamu pantas. Bangkit dan melangkah dengan iringan doa agar usahamu dilancarkan oleh Allah," ujar Ikhsan yang ikut memberi semangat pada putri semata wayang mereka.
"Lihat Ibu dan Ayahmu, kami ada di samping kamu. Ibu dan Ayah, akan setia mendukung semua keputusan terbaik kamu," ujar Ikshan dan mengangkat wajah sang putri yang terus menunduk sejak tadi.
"Angkat wajah kamu dan lihat dunia! Tunjukan pada dunia kamu bisa! Tunjukan pada orang yang meremehkan kamu, buktikan kalau kamu bisa!" Dengan suara lantang Ikshan berucap pada Jannah.
Ini pertama kali Ikshan meneteskan air mata di depan anaknya dan ini juga adalah suara keras dan lantang pertamanya saat berbicara pada sang buah. Biasanya pria paruh baya itu akan berbicara dengan nada lembut, bahkan beliau tidak pernah memarahi anak gadisnya itu.
Jannah, menatap lekat manik hitam dengan kulit keriput itu lalu dengan ibu jarinya dia menyeka air mata sang Ayah.
"Jannah, berjanji pada Ayah dan Ibu, Jannah akan bangkit dan akan beli mulut berbisa orang yang telah meremehkan putri, Ayah dan Ibu!" seru Jannah dengan linangan air mata.
Bersambung ...