Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Kurang dari tiga
5.0
Komentar
2.8K
Penayangan
35
Bab

"GUE PACAR LO!" Cherry tersentak kaget mendengar bentakan Raka. "Apa masih kurang perhatian gue sama lo selama ini, Cher?!" tanya Raka dengan napas tersengal. "Apa-apa Nadia, apa-apa Nadia. Gue lo kemanain?!" "Raka. Nadia itu temen aku." "TAPI GUE PACAR LO! Gue yang selama ini ada buat lo, bukan Nadia." =============================== Kecemburuan Raka dengan Nadia sudah tak dapat diibaratkan lagi. Gadis cupu berkacamata tebal itu selalu berhasil menyita perhatian Cherry, pacarnya. Sedangkan dia? Dia harus rela menjadi yang kedua setelah Nadia. Namun tanpa cowok itu sadari, kecemburuannya mengantarkannya pada satu titik yang tak pernah dia duga. KURANG DARI TIGA.

Bab 1 1. Prolog

GADIS 16 TAHUN DIPERKOSA LALU DIBUNUH BELASAN PEMUDA MABUK

______________________________________

Seorang remaja putri (16) siswi kelas sebelas disebuah SMA swasta ditemukan tewas dalam keadaan terikat di tiang listrik. Di samping sebuah bangunan tak berpenghuni yang jauh dari pemukiman warga.

Siswi yang baru saja memenangkan sebuah perlombaan olimpiade matematika itu ditemukan tewas sehari setelah dirinya menerima piala.

Hasil dari penyelidikan, polisi menemukan banyak kejanggalan dari meninggalnya siswi berprestasi tersebut.

"Dia tersengat listrik. Tapi di samping hal itu kami menemukan banyak luka lebam di sekujur tubuhnya," ujar Kabid Humas Polda setempat saat dimintai konfirmasi berita.com, Kamis (28/10/2023).

Selain luka lebam, polisi juga menemukan luka di sekitar alat vitalnya. Korban diduga telah diperkosa lebih dari satu kali.

"Kami mengamankan sebelas pemuda yang diduga memperkosa dan membunuh korban. Dari kesaksian salah satu pelaku, jumlah mereka seharusnya 15 orang. Jadi yang empat masih buron."

Polisi menemukan beberapa barang bukti di tempat kejadian. Tak jauh dari lokasi meninggalnya korban, ada sepeda yang diyakini milik korban tergeletak begitu saja di atas rumput.

"Korban meninggalkan sepedanya di tanah tak terurus. Selain itu kami juga menemukan piala yang sudah hancur dibeberapa bagiannya."

Polisi masih akan mengusut tuntas kasus kekerasan dan pembunuhan yang terjadi pada gadis malang tersebut.

Sejauh ini, kata pihak kepolisian, berdasarkan hasil pemeriksaan bahwa motif para pelaku memerkosa dan membunuh korban karena dalam keadaan mabuk usai mengonsumsi alkohol.

"Masih ada banyak yang harus diusut. Kami akan meminta keterangan para pelaku nanti di kantor polisi."

*****

"DOR....!!!"

Cherry terkekeh saat berhasil mengejutkan Raka yang baru saja membuka pintu, iya, setelah bel rumah berulang kali Cherry pencet.

Tubuh gadis itu terhuyung ke depan kala Raka menarik tangannya kasar hingga dia terjatuh dalam pelukannya. Raka menghirup wangi rambut Cherry, sambil tangannya mengeratkan pelukan, seolah Cherry akan kabur jika dia melonggarkannya sedikit saja.

Cherry sedikit mendorong dada Raka agar bisa melihat wajah cowok itu, "Kaget gak?"

"Hm." Raka menyingkirkan rambut nakal yang menghalangi wajah cantik Cherry.

"Tapi raut wajahnya kayak gak kaget gitu." Cherry menekuk wajah.

Raka mengecup bibir gadisnya sekilas membuat Cherry menutup mulutnya dengan tangan lalu celingukan melihat rumah Raka, siapa tahu pembantu atau lebih parahnya lagi orang tua Raka melihat kejadian barusan.

"Jangan asal nyosor!" bisik Cherry menarik telinga Raka.

Cowok itu tertawa. Dia mengacak rambut hitam Cherry, "Ini belum waktunya liburan tengah semester."

"Terus kenapa? Gak boleh ke sini kalau gak waktu liburan? Jangan-jangan kamu ada selingkuhan ya," tuduh Cherry menyipitkan mata.

"Gak gitu."

"Kita putus!"

"Coba ulangi lagi?" Raka mengeratkan pelukannya.

Dia sangat sensitif dengan dua kata itu. Rasa-rasanya dia ingin melayangkan tamparan di pipi Cherry, tapi akalnya masih waras untuk tidak menyakiti gadis yang dicintainya itu.

"Raka! Aku gak bisa napas. Lepasin!" Cherry menggeliat mencoba meloloskan diri.

"Ulangi dulu yang tadi," kata Raka.

Cherry menggeleng keras, "Gak mau. Aku cuman bercanda tadi."

Raka mengangkat sebelah sudut bibirnya, "Kangen dihukum?"

"Gak mau dihukum! Dibilangin bercanda juga."

Cherry mengerucutkan bibir. Kesalahan sedikit saja Raka selalu membawa kata hukuman. Sungguh, setiap mendengar ungkapan itu bulu kuduknya meremang. Mungkin benar hanya sekedar cium bibir, tapi tetap saja rasa takut di hati Cherry kalau-kalau Raka kelepasan, pasti ada.

Raka cowok normal, tidak mustahil juga jika dia punya nafsu dengan lawan jenis, kan? Apalagi jika orang itu adalah pacarnya sendiri.

"Cium dulu kalau gitu," kata Raka, sesuai dengan pemikiran Cherry.

"Gak boleh gigit tapi."

Cowok itu memutar bola matanya malas, "Hm."

Cherry mendongak sambil mengerucutkan bibirnya, "Gak nyampek nih."

Cup!

Raka menunduk dan menyatukan bibir mereka sekilas. Cherry cekikikan, dia kembali menjewer telinga Raka yang sekarang sudah kebal karena sering jadi sasarannya kala Cherry gemas.

"Eh, ada tamu." Satu suara lain terdengar.

Cherry lantas melepaskan pelukan Raka dengan kerasnya. Dia meringis, merapikan penampilannya kala mendapati yang baru saja bersuara adalah Bunda Raka.

"Bunda." Cherry menjabat tangan Bunda Raka, tak lupa dia mencium punggung tangannya sopan.

Tangan wanita paruh baya itu terangkat, mengusap rambut pekat Cherry lembut. Tatapannya beralih pada Raka. Berbeda dengan Cherry, beliau memberikan tatapan tajam pada putranya itu, "Raka! Berapa kali Bunda bilang, jangan maksa orang lain buat nurut sama kamu."

Raka mendengus kesal, "Gak dipaksa, Bunda."

Cherry melengos tidak suka. Ingin rasanya membela diri, namun tatapan Raka yang seakan ingin segera melahapnya membuat dia urung mengadu pada Bunda Raka.

"Yuk, masuk, sayang." Bunda Raka menuntun Cherry masuk ke dalam rumah megahnya.

Raka yang tertinggal di belakang menghela napas panjang. Menggeleng atas kelakuan ibu tercintanya. Dia selalu disalahkan. Padahal kelakuannya tidak jauh berbeda dengan ayahnya yang kelewat posesif pada bundanya.

Bukankah seorang anak punya sifat sama dengan orang tua adalah satu hal yang wajar?

Cherry duduk di atas sofa ruang tamu, diikuti oleh bunda Raka yang duduk di sampingnya

Tak tertinggal, Raka juga duduk di samping Cherry dan langsung merengkuh pinggang gadis itu.

"Tangannya jangan nakal!" Bunda mencubit punggung tangan Raka.

Cowok itu melepas rengkuhannya. Mengusap tangannya yang nyeri, lalu kembali merengkuh Cherry.

Bunda Raka memutar bola matanya malas, "Persis sama bapaknya." Tatapannya beralih pada Cherry, "Maaf, ya, sayang."

Cherry mengulum senyum, mengangguk atas perkataan wanita paruh baya itu, "Bukan salah Bunda. Biar Raka sendiri yang minta maaf. Kalau mau," katanya menekankan dua kata terakhir.

"Kalau gak salah kenapa harus minta maaf?" Setelah sekian lama diam, Raka akhirnya mengeluarkan suara juga.

Dan hal itu langsung membuat Cherry emosi , "Nyebelin!" Cherry menggigit lengan Raka gemas.

Bunda Raka tertawa melihatnya. Cherry melepas gigitannya, mengusap lengan Raka yang terdapat bekas giginya lalu tersenyum pada bundanya.

Akhirnya gagal juga drama Cherry yang berpura-pura kalem. Memang emosinya sangat susah diajak kerja sama.

"Maaf, Bunda. Anaknya nyebelin, soalnya."

Bunda mengangguk, "Gak apa-apa. Kalau dia salah, kasih pelajaran sesuka kamu saja. Bunda juga capek dengan kelakuannya."

"Jadi, itu wajar," lanjut wanita paruh baya itu.

Cherry tersenyum, mengangguk setuju dengan penuturan Bunda Raka, "Bunda, apa kabar?" tanyanya.

"Baik, Sayang." Tangan lentik itu mengusap rambut Cherry lembut. "Belum waktunya liburan, kamu kok sudah ke Jakarta? Nenek tidak sedang sakit, kan, sayang?" tanya Bunda.

Cherry meringis, "Nenek sehat, Alhamdulilah."

Wanita paruh baya itu mengangguk, "Syukur kalau begitu. Papa Mama sehat di Surabaya?"

"Mereka juga di Jakarta, Bunda," kata Cherry.

Dua orang di samping kanan kiri Cherry mengerutkan kening. Sama-sama terkejut bercampur bingung dengan penuturan gadis itu.

"Memang ada acara apa di rumah Nenek?" tanya Raka pada akhirnya.

"Pindahan!" seru Cherry semangat.

Tersirat raut terkejut di wajah Raka, "L-lo pindah ke sini?"

Cherry mengangguk semangat. "Papa memutuskan bawa keluarga tinggal di sini bersama Nenek. Selain karena dipindah–tugaskan, Papa juga ingin mengurus nenek. Khawatir katanya."

Raka memegang dagu Cherry, "Lo gak lagi bercanda, kan?"

"Kejutan! Aku gak lagi bercanda. Kita gak bakal LDR an lagi," kata Cherry merentangkan tangan.

Raka mengisi kekosongan itu, memeluk Cherry kala tangannya masih terlentang seolah memanggilnya mendekat.

Dia menghirup wangi rambut Cherry yang menjadi candunya. Sangat tenang, setenang hatinya kala mendapatkan kabar baik yang dibawa gadisnya.

Cherry memang bukan tetangga Raka. Cherry orang Surabaya, sedangkan Raka orang Jakarta. Mereka dipertemukan karena Nenek Cherry adalah tetangga Raka.

Sedari kecil ketika Cherry berkunjung ke rumah sang Nenek pasti Raka akan menghampirinya, mengajaknya main sampai lupa waktu. Dan ketika hari dimana Cherry harus pulang ke Surabaya tiba, Raka akan menangis sambil berguling-guling tidak mau ditinggalnya.

Kalau mengingat zaman dulu Cherry suka tertawa sendiri. Raka sekarang sudah berbeda, tidak cengeng lagi dan malah cenderung keras kepala.

"Kalian ini ... Astaga! Masih ada orang tua juga."

Dua sejoli itu memisahkan diri. Cherry meringis, serasa bersalah mengabaikan ibu Raka, "Maaf, Bunda. Raka nih main peluk," katanya yang malah menyalahkan Raka.

Wanita paruh baya itu terkekeh, "Bunda juga senang dengar berita yang kamu bawa. Gak mau peluk Bunda juga?"

Cherry tersenyum semakin lebar. Dia menatap Raka sejenak sebelum beranjak memeluk Bunda dengan girang. Tentu saja beliau senang, apapun yang membuat putranya bahagia beliau pun akan ikut bahagia.

"Ya sudah dilanjut saja ngobrolnya. Bunda ke dapur dulu, mau bantuin Bibi masak," kata Bunda setelah melepas pelukan.

"Dan Cherry, kamu tidak boleh pulang kalau belum makan di sini," lanjutnya.

"Siap, Bunda." Cherry mengangkat tangannya hormat pada Bunda.

Setelah menghilangnya wanita paruh baya itu dari balik tembok, Raka langsung saja kembali memeluk Cherry erat. Melampiaskan kebahagiaannya saat ini.

"Jangan erat-erat. Aku gak bisa napas ih!" Cherry mendorong dada Raka.

Cowok itu menulikan pendengarannya. Dia memilih mempererat pelukan, menghirup wangi rambut Cherry sambil mengusapnya pelan.

"Sekolahnya gimana?" tanya Raka.

"Sama kayak kamu. Ya kali beda sekolahan, nanti kalau ada apa-apa aku minta tolong sama siapa?"

Raka tersenyum miring.

Cherry tak berpikir dua kali sebelum memutuskan untuk satu sekolahan dengannya. Gadis itu tidak tahu saja rencana apa yang ada di benak Raka setelah dia mengatakan hal tersebut.

Tentu saja Cherry akan mendapatkan kejutan. Mereka tak pernah menjalani masa pacaran selain LDR, jadi lihat saja bagaimana peran Raka sebagai cowok Cherry nanti.

Gadis itu berdiri saat Raka menarik tangannya, "Ke kamar."

"Kamu masih ada boneka mini?" tanya Cherry berjalan beriringan dengan Raka.

"Ada. Gue taruh di lemari."

"Banyak?"

"Hm."

Cherry bersorak gembira. Dia tidak tahu saja Raka memang suka menyetok banyak boneka mini sebagai pancingan agar gadis itu mau ke kamarnya.

"Nanti aku bawa ya?" kata Cherry memohon.

"Bawa aja. Memang itu buat lo."

"Jadi tambah sayang sama kamu." Cherry memeluk Raka dari samping yang dibalas cowok itu dengan mendaratkan bibir di puncak kepala Cherry.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Romantis

5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku