Alexander Knight, seorang miliarder yang sukses dengan kehidupan yang tampak sempurna, memiliki rahasia yang bisa menghancurkan segalanya yang dia bangun: dia memiliki istri kedua, Samantha yang hidup tersembunyi di kota lain. Bahkan, di luar rumah ia mengaku sebagai duda. Kehidupan ganda ini berjalan lancar hingga kebenaran mulai mengancam terbuka, menimbulkan konflik yang menguji cinta, kesetiaan, dan keadilan.
Seorang security membuka akses gerbang utama mansion setelah mendengar suara klakson mobil yang ia kenali. Mobil Mercedez Benz hitam mengkilat itu memasuki garansi yang terletak di ujung halaman mansion.
Pria berjas hitam keluar dari mobil itu, badan tegap dan gagahnya semakin menambah kesan menawan.
"Nyonya Isabella tidak mau makan, Tuan," pria berseragam security itu memberitahu Alex, Tuan rumah yang kaya raya sekaligus pebisnis sukses.
Alis hitam tebal itu mengkerut heran. "Kenapa tidak mau makan?" Ia melanjutkan dalam hatinya, Selalu saja membuatku jengah. Dasar istri tidak berguna!
"Nyonya Isabella menunggu Tuan pulang. Bahkan, bubur yang di siapkan pembantu sejak pagi tadi belum di makan sama sekali," ucapnya lagi.
Alex mempercepat langkahnya, memasuki lift dan menekan tombol lantai dua, dimana itu adalah letak kamar istrinya.
Di dalam lift, ponsel Alex bergetar. Ia mengambil ponsel berlogo apel dari saku celananya.
Sebuah pesan dari Samantha.
(Maaf mengganggumu. Bolehkah aku meminjam uang 900 dollar saja?)
Alex menarik nafasnya dalam-dalam. Bukan hal biasa lagi jika Samantha sering meminjam uang dengan dirinya. Samantha adalah karyawan magang di posisi admin logistik. Ia merekrut Samantha karena setelah lulus kuliah, perempuan itu sulit mendapatkan pekerjaan.
"Dia saja belum mengembalikan uangku. Huh, baiklah, jika saja bukan karena aku menyukaimu, aku tidak akan memberikan uangku sebagai pinjaman dengan semudah itu," Alex menekan aplikasi mobile banking dan mentransfer uang 900 dolar ke rekening Samantha.
Tiba di lantai dua, Alex menuju ke kamar, pintu yang setengah terbuka. Ia bisa melihat Isabella berbaring di ranjang.
"Sayang, kau pulang?" Suara lemah Isabella menyapa Alex saat langkah sepatu terdengar mendekat.
Alex mengambil bubur di atas meja nakas. "Waktunya makan. Habiskan ini. Pentingkan saja kesehatanmu," ucap Alex cuek, ia mengambil sesendok bubur mendekatkannya di bibir Isabella.
"Kenapa pulangmu lama?" Isabella bertanya penasaran, semenjak 2 Minggu ini, suaminya sering pulang larut malam. Pikirannya tidak bisa tenang, selalu tertuju pada Alex.
'Aku harus berbagi waktu dengan istri keduaku. Yang benar saja aku terlalu lama dengamu, Isabella. Aku juga perlu bersenang-senang,' jawab Alex dalam pikirannya. Meskipun ia juga mencintai Isabella, waktu berfoya-foya bahagia juga ia butuhkan daripada terhanyut dalam kesedihan meratapi Isabella yang sulit untuk pulih kembali.
Isabella demam sudah satu Minggu lamanya ini. Isabella tidak mau berobat ke dokter, ia ingin di rawat oleh Alex hingga sembuh. Tapi Alex seperti malas merawatnya. .
Karena keberadaan Alex, Isabella tersenyum dan menerima suapan bubur dari Alex.
"Apa ini bubur tadi pagi?" Tanya Alex tanpa menatap wajah Isabella, ia fokus mengaduk bubur lembut itu. Wajah sayu dan pucat, membuatnya tidak tertarik sama sekali. Kecantikan Isabella tidak terpancar seperti biasanya.
Isabella mengangguk lesu. "Rachel tidak mengganti bubur baru. Dia tadi berpamitan padaku ingin menjenguk anaknya di desa."
Bibir Alex mendengus, yang benar saja bubur tadi pagi. Alex merasakan aromanya sudah tidak enak, basi.
"Aku buatkan bubur yang baru. Ini sudah basi," Alex keluar kamar, ia pergi ke dapur dan membuat bubur yang baru.
Di kamar, Isabella meneteskan air matanya. Ia menangis karena sikap Alex yang semakin dingin.
"Seharusnya kau tau itu bubur basi dan tidak menyuapkannya padaku. Aku mengerti kau sudah mengetahuinya sayang," suara Isabella berbisik lemah. Sama saja Alex ingin memperburuk pencernaannya dengan makanan yang basi.
***
Di kafe elit, Samantha duduk bersama teman-temannya.
Mereka saling bersulang dengan minumannya masing-masing. Semua itu karena Samantha yang membayar pesanan mereka.
"Woah, kau sangat licik sekali Samantha. Sedikit kurang ajar dan pemaksa meminjam uang dari suami orang," ucap Anne takjub. Ia baru kali ini merasakan kenikmatan hidangan kafe mewah.
Samantha tertawa terbahak, ia menutupi bibir merah mudanya. "Astaga, kau berlebihan memujiku. Yah, Alex cukup bisa di andalkan saat aku belum menerima gaji magangku," ia mengangkat dagunya angkuh.
"Lalu, hubunganmu dengan Alex masih belum di ketahui istri sahnya?" Gabriel bertanya khawatir. Alex adalah CEO sekaligus pemilik industri perminyakan terbesar di Amerika.
Samantha menggeleng, ia meneguk habis minuman soda merahnya. "Beruntungnya tidak ada yang tau. Kami menjalin hubungan diam-diam. Alex tidak akan melupakan tugasnya sebagai seorang suami."
"Sayang sekali pernikahanmu di laksanakan di hotel eksklusif secara tertutup. Seandainya saja pernikahanmu di publikasikan, kau adalah wanita paling beruntung, Samantha," puji Anne.
Samantha baru saja bekerja di industri perminyakan tempat Alex bekerja juga. Akar cinta yang mulai tumbuh itu di mulai ketika ia sering di bimbing oleh Alex selama masa magangnya di bagian admin logistik.
"Samantha ... Aku ada pertanyaan untukmu," Gabriel bertopang dagu, ia menatap Samantha serius.
Samantha menusuk daging panggang hangat dengan garpu, ia memakannya dan mengangguk. "Tanya saja."
"Apa, kau tidak merencanakan punya anak? Maksudku hamil," kata Gabriel, pernikahan Samantha sudah 2 Minggu berlalu. Biasanya, pasangan pengantin baru merencanakan bulan madu dan menyegerakan memiliki anak.
"Aku mau punya anak. Dan itu semakin menambah keuntunganku mendapatkan warisan keluarga Knight," sudut bibir Samantha terangkat, ia tersenyum licik.
Namun, tiba-tiba wajah Samantha berubah sedih. "Peraturan perusahaan, karyawan yang magang tidak di perbolehkan hamil selama 6 bulan masa pelatihan itu. Jadi, aku menundanya dulu."
"Permisi, maaf mengganggu perbincangan kalian. Nyonya Samantha, ini rincian hidangan yang harus anda bayar," seorang perempuan pramusaji menghampiri Samantha dengan membawa rincian catatan pembayaran di sebuah kertas lipat kecil.
Mata Samantha melotot, dadanya sedikit sesak melihat uang yang harus ia bayarkan.
'Ya Tuhan, kenapa sebanyak ini?!' hati Samantha menjerit panik. Totalnya 488 dolar, dan uangnya akan tersisa 412 dolar. Samantha memalingkan wajahnya, otaknya meneliti kertas itu sekali lagi. Berharap angka yang tertera disana sebuah kesalahan.
"Bagaimana Nyonya? Bayar secara tunai atau melalui transfer saja?" tanya pramusaji tersebut.
"Emm ... aku bayar tunai saja," Samantha menoleh menatap kembali pramusaji itu dan mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya. Jika dirinya merasa keberatan membayar semua makanan teman-temannya, sama saja ia mempermalukan diri sendiri karena tidak mampu.
Pramusaji tersenyum. "Terima kasih," ia berjalan pergi dan melayani pengunjung lainnya.
Ponsel Anne berdering, ia segera menjawab sebuah panggilan dari seseorang. "Kau menjemputku? Sekarang?" Anne menatap Gabriel dan Samantha. Ternyata waktunya sudah habis, sekarang ia harus memanjakan pacarnya.
Anne memasukkan ponselnya ke dalam tas selempang. "Maaf, aku pulang ya? Pacarku sudah menunggu," ia berdiri dari duduknya.
Samantha hanya tersenyum, ia memaklumi pacar Anne yang sangat manja itu.
Gabriel juga berdiri yang membuat Samantha langsung bertanya.
"Kau pulang juga?"
Gabriel menggeleng. "Aku pergi ke mall sekarang. Tas incaranku sudah datang. Sales perempuan disana juga menjaga tas baruku. Kapan lagi aku dapat barang edisi spesial?" Sambil tertawa pelan, Gabriel melangkah pergi meninggalkan Samantha yang kini sendirian.
Samantha menundukkan kepalanya. "Huh, tidak. Uangku menipis lagi. Apa aku minta ke Alex lagi?"
Bab 1 Transfer Uang
29/10/2023