/0/3804/coverorgin.jpg?v=26dc1f129a1f4b82d81f3d5aabcd3922&imageMogr2/format/webp)
Samantha Pradana memandang ke luar jendela apartemen mewahnya, melihat pemandangan kota Jakarta yang semrawut namun menawan. Malam itu, gemerlap lampu dari gedung-gedung tinggi, diiringi suara riuh lalu lintas di jalanan, membuatnya merasa seperti sedang berada dalam dunia yang asing dan tidak dikenal. Hidupnya kini tak ubahnya seperti dalam kisah dongeng yang buruk, di mana sang putri terperangkap dalam menara emasnya, dikelilingi kemewahan, namun tidak bisa melarikan diri dari kejamnya kenyataan.
Ia memejamkan mata sejenak, mencoba melawan rasa sesak di dadanya. Segala sesuatu yang pernah ia impikan sekarang terasa seperti ilusi yang rapuh. Tiga bulan sejak pernikahannya dengan Rayhan Wijaya, kehidupan Samantha tidak pernah sama. Tidak ada kebebasan yang dulu ia nikmati, tidak ada kemandirian yang selalu ia banggakan. Semua itu telah digantikan dengan rutinitas baru yang dipenuhi kesendirian dan pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban.
"Reni, kamu baik-baik saja?" suara lembut Rayhan memecah keheningan malam. Pria itu berdiri di balik pintu, mengenakan jas hitam dan dasi berwarna gelap yang menonjolkan kesan elegan dan berwibawa. Namun, di balik penampilan itu, mata Rayhan menyimpan rasa lelah yang tak bisa disembunyikan. Samantha menoleh, mencoba memberikan senyum yang lebih meyakinkan daripada yang ia rasakan.
"Ya, aku hanya butuh waktu untuk mencerna semuanya," jawab Samantha, suaranya serak, hampir seperti bisikan. Tangan kanannya terangkat, menyentuh jari-jarinya yang gemetar. Entah kenapa, semua terasa begitu tidak nyata, seperti menatap cermin yang retak.
Rayhan melangkah masuk, meletakkan selembar kertas di meja samping sofa. "Aku tahu ini semua sulit, Reni. Tidak hanya untukmu, tapi juga untukku," katanya, matanya menyusuri setiap sudut ruang itu, seolah mencari sesuatu yang bisa menghubungkan antara mereka.
"Tidak, Rayhan," ujar Samantha, memiringkan kepala, menatap pria itu sejenak sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya ke arah lantai marmer yang bersih. "Kita tahu semuanya sudah berubah. Aku hanya... aku tidak tahu harus mulai dari mana."
"Dulu aku sering berpikir, jika aku harus menikahi seseorang, aku ingin itu terjadi dengan cara yang berbeda," Rayhan berkata dengan suara yang dalam, penuh penyesalan. "Tapi kenyataannya, hidup tidak selalu memberikan pilihan. Ada yang harus kita lakukan, bahkan jika itu berarti mengorbankan keinginan kita sendiri."
Samantha merasakan beratnya kata-kata itu, seolah ada batu besar yang tertekan di dadanya. "Lalu kenapa kau memilih aku, Rayhan? Kenapa aku?" tanyanya, suara gemetar dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Rayhan terdiam, tidak mengira pertanyaan itu akan menghampirinya begitu tiba-tiba. Ia menarik napas panjang, berusaha merangkai kata-kata yang bisa menjelaskan segalanya. "Karena aku percaya kita memiliki kesempatan untuk membuat segalanya menjadi lebih baik, Reni. Aku tahu aku tidak bisa menghapus masa lalu, tapi aku juga tahu aku ingin ada seseorang di sampingku yang bisa membuat masa depan lebih berarti. Itu sebabnya aku memilihmu."
Ada keheningan yang menyesakkan di antara mereka. Samantha ingin sekali percaya, namun ada sesuatu dalam hatinya yang tidak bisa. Kenangan tentang istrinya yang telah meninggal, Yasmin, selalu ada di pikiran Rayhan, seolah-olah bayang-bayang wanita itu menghantui mereka setiap saat. Wanita itu adalah sosok yang pernah mengisi setiap sudut rumah itu, memancarkan kebahagiaan yang sekarang hanya tinggal kenangan. Samantha sering mendengar cerita-cerita tentang Yasmin, bagaimana dia sangat mengagumkan, cerdas, dan penuh kasih. Semua orang memujinya, bahkan keluarga Rayhan sendiri. Samantha tidak pernah bisa menghindari perasaan bahwa ia hanya bayangan dari wanita itu, yang selalu dibandingkan dan tidak pernah bisa menggantikan posisinya.
"Rayhan, apakah ada ruang di hatimu untukku? Atau apakah aku hanya pengganti sementara?" kata Samantha, suaranya kini lebih rendah, hampir seperti ratapan. Ia menatap pria di depannya, mencoba membaca ekspresi di wajahnya, mencari jawaban yang mungkin tersembunyi di balik senyum tipisnya.
/0/21479/coverorgin.jpg?v=24b300694113edf57998d64514dd93bf&imageMogr2/format/webp)
/0/22128/coverorgin.jpg?v=2a4680c287558aa8a9925fab91ae3d86&imageMogr2/format/webp)
/0/16777/coverorgin.jpg?v=74f167ae85a6ab8e65573e4de19a0998&imageMogr2/format/webp)
/0/2923/coverorgin.jpg?v=68d2838c3ce6df5b17da8ebe41d681e7&imageMogr2/format/webp)
/0/20182/coverorgin.jpg?v=a53e41a2e46325c41c71a0efec4d98b5&imageMogr2/format/webp)
/0/16399/coverorgin.jpg?v=1e15c1b5d5554d21af64e257ce86aabf&imageMogr2/format/webp)
/0/16637/coverorgin.jpg?v=c3d4169a78d92ec9a94f028d3a0c7015&imageMogr2/format/webp)
/0/4254/coverorgin.jpg?v=d84a0741127769f3d57e79c54cb9eefb&imageMogr2/format/webp)
/0/7030/coverorgin.jpg?v=66ef500fba68df5246c38220ee708a7f&imageMogr2/format/webp)
/0/18075/coverorgin.jpg?v=22197f456e123d64a5ab781d0f0a5bb5&imageMogr2/format/webp)
/0/3979/coverorgin.jpg?v=e4c4b5b5d21bd614cdac431d715f47c1&imageMogr2/format/webp)
/0/3416/coverorgin.jpg?v=eea6e42d6fcf22cb8abaf774bf65528d&imageMogr2/format/webp)
/0/2795/coverorgin.jpg?v=043d4b1da96165844a701a244b3febde&imageMogr2/format/webp)
/0/2640/coverorgin.jpg?v=cd404ed8e307d022c965a36eb2d49305&imageMogr2/format/webp)
/0/7314/coverorgin.jpg?v=a1082c86ea6699e6432ece45218c8f91&imageMogr2/format/webp)
/0/16751/coverorgin.jpg?v=f612d8dba1185a003f2be71447074c8c&imageMogr2/format/webp)
/0/6665/coverorgin.jpg?v=95620bb7883df9f2de35ae8ace74a672&imageMogr2/format/webp)
/0/23223/coverorgin.jpg?v=13fafc757166bcc33aaec03226211df6&imageMogr2/format/webp)
/0/5184/coverorgin.jpg?v=72b988390c55a957b5306f33b865e4e6&imageMogr2/format/webp)
/0/17244/coverorgin.jpg?v=410d268298fe64fbe66826b65da25921&imageMogr2/format/webp)