Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Terpaksa Menikahi Duda Kaya

Terpaksa Menikahi Duda Kaya

Dedy Yudianto

5.0
Komentar
Penayangan
5
Bab

Samantha Pradana, seorang wanita muda yang memiliki prinsip teguh tentang cinta dan kebebasan, terpaksa menikahi Rayhan Wijaya, seorang duda kaya yang tampan dan penuh pesona. Rayhan, yang kehilangan istri pertamanya dalam sebuah kecelakaan tragis, adalah pria yang sering terlihat sempurna di mata masyarakat. Namun, di balik senyumnya yang memikat, ada luka yang dalam dan kenangan yang terus menghantui. Pernikahan mereka diliputi ketegangan, di mana Samantha merasakan sebuah kontradiksi antara keinginan untuk mencari cinta sejati dan kewajiban untuk menjaga nama baik keluarga. Di sisi lain, Rayhan, yang awalnya ingin menjaga jarak dari rasa sakit, mulai merasakan kedekatan yang membangkitkan perasaan yang belum pernah ia rasakan lagi. Namun, di balik bahagia yang mereka ciptakan bersama, bayang-bayang masa lalu terus menghantui Rayhan, membuat pernikahan mereka seperti jalan penuh duri yang hanya bisa dihadapi dengan keteguhan hati dan keberanian.

Bab 1 Awal yang Tidak Diinginkan

Samantha Pradana memandang ke luar jendela apartemen mewahnya, melihat pemandangan kota Jakarta yang semrawut namun menawan. Malam itu, gemerlap lampu dari gedung-gedung tinggi, diiringi suara riuh lalu lintas di jalanan, membuatnya merasa seperti sedang berada dalam dunia yang asing dan tidak dikenal. Hidupnya kini tak ubahnya seperti dalam kisah dongeng yang buruk, di mana sang putri terperangkap dalam menara emasnya, dikelilingi kemewahan, namun tidak bisa melarikan diri dari kejamnya kenyataan.

Ia memejamkan mata sejenak, mencoba melawan rasa sesak di dadanya. Segala sesuatu yang pernah ia impikan sekarang terasa seperti ilusi yang rapuh. Tiga bulan sejak pernikahannya dengan Rayhan Wijaya, kehidupan Samantha tidak pernah sama. Tidak ada kebebasan yang dulu ia nikmati, tidak ada kemandirian yang selalu ia banggakan. Semua itu telah digantikan dengan rutinitas baru yang dipenuhi kesendirian dan pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban.

"Reni, kamu baik-baik saja?" suara lembut Rayhan memecah keheningan malam. Pria itu berdiri di balik pintu, mengenakan jas hitam dan dasi berwarna gelap yang menonjolkan kesan elegan dan berwibawa. Namun, di balik penampilan itu, mata Rayhan menyimpan rasa lelah yang tak bisa disembunyikan. Samantha menoleh, mencoba memberikan senyum yang lebih meyakinkan daripada yang ia rasakan.

"Ya, aku hanya butuh waktu untuk mencerna semuanya," jawab Samantha, suaranya serak, hampir seperti bisikan. Tangan kanannya terangkat, menyentuh jari-jarinya yang gemetar. Entah kenapa, semua terasa begitu tidak nyata, seperti menatap cermin yang retak.

Rayhan melangkah masuk, meletakkan selembar kertas di meja samping sofa. "Aku tahu ini semua sulit, Reni. Tidak hanya untukmu, tapi juga untukku," katanya, matanya menyusuri setiap sudut ruang itu, seolah mencari sesuatu yang bisa menghubungkan antara mereka.

"Tidak, Rayhan," ujar Samantha, memiringkan kepala, menatap pria itu sejenak sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya ke arah lantai marmer yang bersih. "Kita tahu semuanya sudah berubah. Aku hanya... aku tidak tahu harus mulai dari mana."

"Dulu aku sering berpikir, jika aku harus menikahi seseorang, aku ingin itu terjadi dengan cara yang berbeda," Rayhan berkata dengan suara yang dalam, penuh penyesalan. "Tapi kenyataannya, hidup tidak selalu memberikan pilihan. Ada yang harus kita lakukan, bahkan jika itu berarti mengorbankan keinginan kita sendiri."

Samantha merasakan beratnya kata-kata itu, seolah ada batu besar yang tertekan di dadanya. "Lalu kenapa kau memilih aku, Rayhan? Kenapa aku?" tanyanya, suara gemetar dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Rayhan terdiam, tidak mengira pertanyaan itu akan menghampirinya begitu tiba-tiba. Ia menarik napas panjang, berusaha merangkai kata-kata yang bisa menjelaskan segalanya. "Karena aku percaya kita memiliki kesempatan untuk membuat segalanya menjadi lebih baik, Reni. Aku tahu aku tidak bisa menghapus masa lalu, tapi aku juga tahu aku ingin ada seseorang di sampingku yang bisa membuat masa depan lebih berarti. Itu sebabnya aku memilihmu."

Ada keheningan yang menyesakkan di antara mereka. Samantha ingin sekali percaya, namun ada sesuatu dalam hatinya yang tidak bisa. Kenangan tentang istrinya yang telah meninggal, Yasmin, selalu ada di pikiran Rayhan, seolah-olah bayang-bayang wanita itu menghantui mereka setiap saat. Wanita itu adalah sosok yang pernah mengisi setiap sudut rumah itu, memancarkan kebahagiaan yang sekarang hanya tinggal kenangan. Samantha sering mendengar cerita-cerita tentang Yasmin, bagaimana dia sangat mengagumkan, cerdas, dan penuh kasih. Semua orang memujinya, bahkan keluarga Rayhan sendiri. Samantha tidak pernah bisa menghindari perasaan bahwa ia hanya bayangan dari wanita itu, yang selalu dibandingkan dan tidak pernah bisa menggantikan posisinya.

"Rayhan, apakah ada ruang di hatimu untukku? Atau apakah aku hanya pengganti sementara?" kata Samantha, suaranya kini lebih rendah, hampir seperti ratapan. Ia menatap pria di depannya, mencoba membaca ekspresi di wajahnya, mencari jawaban yang mungkin tersembunyi di balik senyum tipisnya.

Rayhan menunduk, matanya tertutup sejenak, seperti sedang memikirkan setiap kata yang akan ia ucapkan. "Reni, aku tidak ingin kamu merasa seperti itu. Tapi aku juga tidak bisa memaksakan diriku untuk melupakan Yasmin, karena dia adalah bagian dari masa lalu yang tak bisa dihapus begitu saja. Namun, itu tidak berarti aku tidak bisa mencintaimu, tidak berarti kamu tidak memiliki tempat di hatiku. Itu adalah proses yang akan kita jalani bersama."

"Proses?" Samantha tertawa pahit, suaranya bergetar. "Aku tidak tahu apakah aku cukup kuat untuk proses itu, Rayhan. Kadang-kadang, aku merasa seperti aku hanya ada di sini karena aku terjebak dalam keputusan yang salah. Aku bukan pilihan pertama, aku hanya... pilihan kedua."

Rayhan mendekat, mengambil tangan Samantha dengan lembut, seperti ingin menyampaikan bahwa ia benar-benar memahami perasaannya. "Jangan pernah merasa seperti itu. Kamu bukan pilihan kedua, Reni. Kamu adalah pilihan yang aku buat dengan sengaja. Aku mungkin tidak bisa membuatmu melupakan masa lalu, tapi aku bisa berjanji bahwa aku akan berusaha membuat masa depan kita lebih baik. Kamu tidak sendiri dalam hal ini."

Samantha terdiam, mata itu menatap Rayhan dengan campuran kebingungan dan rasa haru. Ia ingin percaya, namun rasa takut selalu menghalangi hatinya. "Aku ingin percaya padamu, Rayhan. Tapi setiap kali aku melihatmu, aku merasa seolah-olah aku hanya bagian dari bayang-bayangmu, seperti aku hanya pelengkap dari kisah yang bukan milikku."

Rayhan menarik napas dalam-dalam, lalu duduk di samping Samantha. "Terkadang, kita harus membuat keputusan yang sulit, Reni, bukan hanya untuk kebahagiaan kita sendiri, tetapi untuk orang-orang yang kita cintai. Mungkin ini tidak adil bagimu, dan aku minta maaf atas itu. Tapi percayalah, aku sedang berjuang untuk kita berdua. Aku tidak ingin melihatmu menderita."

"Kenapa kau melakukan ini? Kenapa kau memilih untuk berjuang?" tanya Samantha, suara itu kembali gemetar, seakan-akan menguji keteguhan hati Rayhan.

Rayhan menatap mata Samantha, di mana kesedihan bercampur dengan kebingungan. "Karena aku tidak ingin kehilanganmu, Reni. Aku ingin kita memiliki kesempatan, kesempatan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Bahkan jika itu sulit, bahkan jika itu berarti aku harus menghadapi rasa sakit itu setiap hari. Aku ingin melakukannya bersamamu."

Mereka berdua duduk dalam keheningan, hanya suara angin yang berhembus lembut di luar jendela dan suara gemericik air dari kolam kecil di taman apartemen yang terdengar. Samantha memejamkan mata, merasakan kehangatan tangan Rayhan di tangannya, sebuah perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ada rasa aman, ada harapan, meskipun semuanya terasa rapuh dan belum sepenuhnya nyata.

"Kalau begitu, kita harus mulai dari awal, bukan?" Samantha akhirnya berkata, suaranya lebih lembut, lebih penuh harapan.

Rayhan mengangguk, senyum kecil mulai menghiasi wajahnya. "Ya, kita mulai dari awal. Perlahan, satu hari, satu langkah, satu detik pada satu waktu."

Malam itu, untuk pertama kalinya sejak pernikahan mereka, Samantha merasa ada secercah harapan yang menembus kegelapan. Mungkin pernikahan ini tidak sempurna, mungkin banyak luka yang harus disembuhkan, tetapi dalam hati mereka, ada niat untuk mencoba, untuk melawan, dan untuk mencari kebahagiaan di tengah semua ketidakpastian.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Dedy Yudianto

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku